Sering Anggap Kades Penghambat, Aliansi Desa Indonesia Kritisi Pemerintah

oleh -473 Dilihat

KILAS BABEL.COM – Aliansi Desa Indonesia (ADI) mengkritisi sejumlah kebijakan Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi. Sekjen Parade Nusantara Dimyati Dahlan saat acara silaturahmi ADI di Dwangsa Hotel Solo, Minggu (9/1), menuturkan, kebijakan kementerian seolah membuat kepala desa sering dianggap menghambat pemerintah saat akan memberikan bantuan langsung tunai (BLT).

“Kita sering dibilang jadi penghambat. Tidak ada itu, kita lebih tahu dengan kondisi desa kita sendiri. Kita tidak ingin konflik sosial di bawah semakin melebar,” kata Dimyati.

Salah satu imbas sejumlah kebijakan yang dikeluarkan, kata Dimyati, ada kebiasaan yang mulai hilang di wilayah desa seperti gotong royong dan kerja bakti.

“Yang menghadapi kepala desa, sekarang gotong royong di bawah juga terkoyak-koyak, kerja bakti akhirnya memicu masyarakat untuk bersatu berkurang. Itu yang jadi hambatan teman-teman juga,” bebernya.

Dia pun mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) mencopot Menteri Abdul Halim lantaran kebijakan dan pernyataannya yang selama ini dinilai menimbulkan polemik, kegaduhan dan permasalahan baru di kalangan pemerintah desa.

“Aliansi Desa Indonesia merekomendasi kepada presiden, mengganti Menteri Desa yang tidak kompeten, dengan orang yang berpihak pada kepentingan desa,” ujar Dimyati.

Dimyati menyebut, desakan pergantian Menteri Desa juga dimunculkan di beberapa kegiatan yang diadakan oleh kepala dan perangkat desa di banyak daerah.

Dimyati yang juga ketua panitia Silaturahmi ADI itu menegaskan, para kepala desa juga mendesak pemerintah agar merevisi Perpres nomor 104 tahun 2021. Perpres tersebut dinilai telah menimbulkan permasalahan bagi kepala dan perangkat desa.

Pasalnya, di dalam Perpres tersebut mewajibkan adanya penggunaan dana desa sebesar 40 persen untuk diberikan kepada masyarakat yang kurang mampu. Para kepala desa sepakat membangun bersama agar Perpres tersebut bisa direvisi di APBN perubahan 2022 yang akan digelar April.

“Perpres mereka mewajibkan minimal BLT 40 persen dengan nilai antara Rp 400 juta sampai Rp 500 juta. Ini jadi permasalahan besar, kalau dipaksa 40 persen maka kita dipaksa untuk memberikan kepada orang yang tidak berhak. Itu pasti akan memicu permasalahan baru. Bisa menimbulkan konflik di bawah antara penerima dan tidak menerima,” anggapnya.

Salah seorang peserta Kepala Desa di Kabupaten Bandung Hadian Supriyatna berharap revisi Perpres bisa dilakukan pada April.

“Saya menyambut gembira adanya silaturahmi nasional ini. Dan ini terkait dengan penyikapan atas berbagai kebijakan termasuk lahirnya UU tahun 2020 yang mengesahkan Perppu menjadi UU,” terang dia.

Para kepala desa menganggap Perpres tersebut menabrak sistem perencanaan desa yang sudah berjalan. Untuk itu, para kepala desa ingin mengembalikan marwah Undang-undang Desa, pasal 72 ayat 2, Tahun 2014.

 

Sumber dan foto : merdeka.com

Editor : Leona

No More Posts Available.

No more pages to load.