Bongkar-Bongkar Transaksi Janggal Rp 300 Triliun Pegawai Kemenkeu

oleh -402 Dilihat
Menko Polhukam Mahfud Md. (pikiranrakyat.com)

KILASBABEL.COM – Kementerian Keuangan dilanda kabar tak sedap beberapa pekan terakhir. Bermula dari terendusnya kekayaan fantastis seorang bekas pejabat pajak, Rafael Alun Trisambodo, lalu menyeruak persoalan lain ke permukaan. Satu per satu gaya glamor anak buah Sri Mulyani disorot publik. Dandanan perlente mereka jadi buah bibir masyarakat. Harta benda harga selangit dipertontonkan di sosial media.

Teranyar, Menko Polhukam Mahfud Md mengungkap adanya transaksi mencurigakan di kalangan pejabat Kemenkeu yang nilainya mencapai Rp300 triliun. Nilai tersebut tentunya sangat fantastis dan patut diusut tuntas dan dibuat terang benderang. Transaksi mencurigakan yang menjadi sorotan itu melibatkan 460 orang di Kementerian Keuangan dan sudah terjadi sejak 2009.

Kendati sudah terendus sejak 14 tahun lalu, namun tidak ada tindak lanjut dari Kementerian Keuangan terkait transaksi mencurigakan itu.

“Itu tahun 2009 sampai 2023, ada 160 laporan lebih, itu tidak kemajuan informasi. Sudah diakumulasi semua melibatkan 460 orang lebih di kementerian itu. Yang akumulasi terhadap transaksi yang mencurigakan itu bergerak di sekitar Rp300 triliun. Tapi, sejak tahun 2009,” ujar Mahfud dalam keterangannya, Kamis (9/3/2023).

Mahfud menyayangkan transaksi mencurigakan tersebut tak ditindaklanjuti langsung oleh pihak Kemenkeu. Padahal, Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) sudah menyampaikan adanya kejanggalan transaksi itu sejak 2009.

“Sejak 2009, karena laporan tidak di-update tidak diberi informasi, respons. Kadang kala respons itu muncul sesudah menjadi kasus. Kayak yang Rafael, Rafael itu kasus sudah dibuka, lho ini sudah dilaporkan dulu kok didiemin, baru sekarang,” kata Mahfud.

Kepala Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana membenarkan pernyataan Menko Polhukam Mahfud Md soal adanya transaksi janggal para pejabat di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang mencapai Rp 300 triliun.

Ivan menyebut laporan hasil analisis terkait sudah dia sampaikan ke pihak Kemenkeu sejak 2009. “Sudah kami serahkan ke Kemenkeu sejak 2009 sampai 2023,” ujar Ivan.

Peneliti Transparency International Indonesia (TII) Alvin Nicola mengatakan, pihak Irjen Kemenkeu harus bergerak cepat dengan didukung oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Penelusuran aliran dana itu menjadi kewajiban Irjen Kemenkeu sebagai pemeriksa internal, yang dapat didukung KPK/Kejaksaan Agung, PPATK, dan BPK/BKPK,” kata dia kepada Liputan6.com, Kamis (9/3/2023).

Dia menegaskan, upaya yang dapat dilakukan adalah mendorong audit investigatif bersama terutama terhadap para terduga pegawai Kemenkeu.

“Masalahnya laporan kejanggalan aliran dana ini sudah sejak lama, tapi tidak ada tindak lanjut. Artinya ada problem kelembagaan dalam aspek pengawasan yang masih lemah, seperti proses data sharing belum berjalan dengan baik, dan pemantauan bersama belum berjalan sebagaimana seharusnya,” ungkap Alvin.

Dia pun menyayangkan, bahwa selama ini dugaan pencucian uang tidak selalu bisa berdiri sendiri. Menurutnya, selalu ada pidana awal yang mengikutinya.

Padahal dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Pasal 69 disebutkan, “untuk dapat dilakukan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tindak pidana pencucian uang tidak wajib dibuktikan terlebih dahulu tindak pidana asalnya”.

“Selama itu dari hasil tindak pidana asal, seperti korupsi atau tindak pidana lain yang diatur di UU TPPU. Di situ letak kelemahan instrumen kita,” jelas Alvin.

Dalam upaya pemeriksaan, Irjen Kemenkeu pun bisa memecat pegawai yang diduga melakukan kesalahan, sambil ditelusuri terus dugaan pidananya.

“Idealnya, etik dan pidana harus tetap ditelusuri. Jadi dipecat bisa, tapi enggak menggugurkan penyelidikan pidananya,” kata Alvin.

Jangan Sampai Jadi Pepesan Kosong

Sementara, Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari mengatakan, apa yang  jangan hanya sekedar wacana terlebih di tahun politik. Semua pihak harus berani mulai melakukan penyelidikan.

“Pada dasarnya tentu saja harus melalui proses penyelidikan. Apakah ini berasal dari kasus tindak pidana korupsi, tindak pidana lainnya, atau berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang,” ungkap dia kepada Liputan6.com, Kamis (9/3/2023).

Menurut dia, di tahun jelang Pemilu 2024 ini, banyak isu yang terkesan gonjang-ganjing, tapi tidak ada kejelasan berikutnya.

“Cuma saja di tengah tahun politik ini terlalu banyak gonjang-ganjing isu tanpa kemudian ada eksekusi yang jelas. Oleh karena itu perlu pula disimak siapa yang akan melakukan tindakannya,” kata Feri.

Menurut dia, Jika KPK, dirinya khawatir dengan lembaga yang cenderung memperlihatkan masalah kerap diduga oleh publik bahwa langkah-langkah KPK lebih banyak langkah politisnya dibandingkan upaya penegakan hukum.

“Jadi jangan sampai isu ini dimanfaatkan untuk kepentingan-kepentingan politik di masa yang akan datang atau dana ini disita akan dipergunakan untuk kepentingan-kepentingan politik menjelang tahun Pemilu. Jadi isu ini harus disikapi dengan benar agar kemudian tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan,” pungkasnya.

 

Sumber : liputan6.com

Editor : Leona

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.