Tradisi Nganggung Masyarakat Melayu Babel saat Idul Fitri, Ini Maknanya

oleh -725 Dilihat
Foto : istimewa.

KILASBABEL.COM – Budaya ‘Nganggung’ di kalangan masyarakat Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) sangat erat kaitannya dengan momentum hari-hari besar Islam, termasuk Hari Raya Idulfitri tahun ini.

Sebagaimana dikutip dari bangka.tribunnews.com, Jumat (21/4), di Masjid An-Najah Desa Sungaiselan Atas, Kecamatan SungaiselanKabupaten Bangka Tengah yang menggelar kegiatan ‘Nganggung’ lebaran.

Tampak ratusan dulang dengan warna dominan berwarna merah berjejer rapi di dalam masjid. Beberapa masyarakat juga ada yang mengantarkan makanan dengan menggunakan rantang.

Sejumlah masyarakat yang didominasi oleh kalangan bapak-bapak, terlihat duduk bersila sembari berbincang satu sama lain. Beberapa orang lainnya sibuk mendengarkan kultum seraya memakan sajian yang telah dihidangkan.

Tak hanya itu, anak-anak dan kalangan remaja yang sudah tampil rapi mengenakan baju lebaran, terlihat bersenda gurau dan sumringah merayakan hari kemenangan bagi umat muslim itu.

Gema takbir sesekali dikumandangkan dalam rangka menyemarakkan Hari Raya Idul Fitri 1443 H yang pada tahun ini terpantau lebih meriah dibandingkan dengan dua tahun sebelumnya saat kasus Covid-19 sedang tinggi-tingginya.

Ketua Pengurus Masjid An-Najah Desa Sungaiselan Atas, M. Rusdani mengatakan, tradisi ‘nganggung’ tidak hanya diselenggarakan saat Hari Raya Idul Fitri saja, melainkan juga dihari-hari besar Islam lainnya seperti Hari Raya Idul Adha, Maulid Nabi Muhammad Saw, Ruwahan dan lain sebagainya.

Meski demikian, dewasa ini tak banyak lagi masjid yang mengadakan kegiatan nganggung di Hari Raya Idul Fitri.

“Alhamdulillah di masjid kami, tradisi nganggung ini masih tetap ka

Ia menilai, saat ini hanya segelintir masjid di Kabupaten Bangka Tengah yang masih menggelar tradisi nganggung di Hati Raya Idul Fitri.

“Kalau lebaran Idul Fitri ini masyarakatnya mungkin lebih sibuk. Jadi kadang-kadang enggak ada waktu untuk nganggung ke masjid,” ujarnya.

Meski demikian, eksisnya budaya nganggung lebaran di Desa Sungaiselan Atas ini memiliki makna tersendiri bagi masyarakat. Salah satunya adalah untuk mempererat tali silahturahmi.

“Maklum lah, kalau lebaran kayak gini kan semua orang punya agendanya masing-masing. Ada yang mau menerima tamu di rumah, ada juga yang mau bertamu ke rumah saudara,” ungkapnya.

Oleh karena itu, budaya nganggung ini menjadi momentum bagi masyarakat Desa Sungaiselan Atas, khususnya kalangan bapak-bapak untuk mempererat tali persaudaraan sekaligus halah bihalal sebelum sibuk dengan agenda lebaran masing-masing.

Selain itu, kegiatan ini juga menjadi ajang musyawarah dan mufakat dalam menentukan langkah-langkah ataupun kegiatan yang akan dilakukan suatu masjid atau desa tertentu.

“Saat seperti inilah kita bisa ngobrol mau seperti apa masjid kita kedepannya, termasuk bincang-bincang tentang kemajuan desa dan seperti apa langkah kedepannya,” terang Rusdani.

Tak lupa, momentum nganggung juga jadi ajang keterbukaan para pengurus masjid, terutama dalam hal transparansi mengenai keuangan atau kas masjid.

“Intinya, momentum nganggung ini adalah kesempatan bagi setiap orang untuk bersilahturahmi dan berbincang terkait hal apapun itu. Karena yang terpenting bukan makanannya, tapi kebersamaan dan persaudaraannya,” pungkasnya.

Editor : Leona

 

No More Posts Available.

No more pages to load.