KILAS BABEL.COM – Presiden merupakan sebutan dari negara yang menganut sistem presidensial. Pada negara Indonesia, Presiden mencakup kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Sebagai kepala negara, Presiden adalah simbol resmi negara Indonesia di dunia. Sebagai kepala pemerintahan, Presiden dibantu oleh wakil presiden dan menteri-menteri dalam kabinet, memegang kekuasaan eksekutif untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintahan sehari-hari. Presiden dan Wakil Presiden menjabat selama 5 tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama untuk satu kali masa jabatan.
Presiden dan Wakil Presiden Indonesia (secara bersama-sama disebut lembaga kepresidenan Indonesia) memiliki sejarah yang hampir sama tuanya dengan sejarah Indonesia. Dikatakan hampir sama sebab pada saat proklamasi 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia belum memiliki pemerintahan. Barulah sehari kemudian, 18 Agustus 1945, Indonesia memiliki konstitusi yang menjadi dasar untuk mengatur pemerintahan (UUD 1945) dan lembaga kepresidenan yang memimpin seluruh bangsa. Dari titik inilah perjalanan lembaga kepresidenan yang bersejarah dimulai.
Menjadi Presiden merupakan salah satu amanah yang diemban oleh seseorang untuk menjalankan roda pemerintahan. Negara dapat menjadi sejahtera karena steering dari presiden yang mampu membuat keputusan maupun kebijakan. Presiden diibaratkan sebagai pimpinan perang militer seperti gladiator yang memimpin pasukan perang pada masa romawi kuno. Para pemimpin yang baik merupakan pemimpin yang mampu memenuhi visi dan misi yang telah direncanakan sebelumnya. Setiap visi dan misi seorang pemimpin pastilah berbeda-beda bergantung kondisi kelompok yang ia pimpin. Namun, pada dasarnya seseorang pemimpin ingin membawa kesejahterahan bagi kelompoknya. Untuk mencapai visi dan misi tersebut, seorang pemimpin harus mempunyai karakterististik jiwa kepemimpinan. Karakteristik tersebut dapat terlihat dari gaya kepemimpinan yang dibawanya oleh para masing-masing pemimpin.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Gaya merupakan kesanggupan maupun kekuatan untuk melakukan sesuatu. Sedangkan kepemimpinan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan perihal pemimpinan. Jadi, gaya kepemimpinan adalah cara dan kekuatan seorang pimpinan untuk melakukan sesuatu. Gaya kepemimpinan dapat dikatakan pula sebagai cara maupun media yang digunakan oleh seorang pemimpin untuk berbuat sesuatu.
Gaya kepemimpinan adalah perilaku atau cara yang dipilih dan dipergunakan pemimpin dalam mempengaruhi pikiran, perasaan, sikap dan perilaku para anggota organisasi bawahannya (Nawawi, 2003). Hersey dan Blanchard (1992) berpendapat bahwa gaya kepemimpinan pada dasarnya merupakan perwujudan dari tiga komponen, yaitu pemimpin itu sendiri, bawahan, serta situasi di mana proses kepemimpinan tersebut diwujudkan. Pimpinan adalah seseorang yang dapat mempengaruhi orang lain atau kelompok untuk melakukan unjuk kerja maksimum yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan organisasi. Organisasi akan berjalan dengan baik jika pimpinan mempunyai kecakapan dalam bidangnya, dan setiap pimpinan mempunyai keterampilan yang berbeda, seperti keterampilan teknis, manusiawi dan konseptual.
Pemimpin-pemimpin kita mulai dari Soekarno, Suharto, Habibie, Gus Dur, Megawati, SBY, dan Jokowi memiliki gaya kepemimpinan yang berbeda-beda. Sebagian masyarakat meninjau dari sisi baik, sebagian lainnya meninjaunya dari sisi buruk.
Presiden Soekarno, dikenal sebagai seorang seorang pembicara ulung yang bisa membangkitkan semangat nasionalisme rakyat. Beliau memiliki gaya kepemimpinan yang sangat populis, bertemperamen meledak-ledak, tidak jarang lembut, dan menyukai keindahan. Soekarno adalah tokoh yang berperan besar dalam perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia. Soekarno memiliki andil dalam penyusunan Pancasila, perumusan konstitusi negara, serta pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Melalui diplomasi yang dilakukannya di PBB, Indonesia mulai mendapatkan tempat dan pengakuan kedaulatan di mata internasional. Namun, sebagian masyarakat menilainya terlalu western, pro PKI, ceroboh dan kurang hati-hati dalam mengambil keputusan. Kebijakannya yang banyak menuai kritik adalah penerbitan Dekrit Presiden, konsep Nasakom, sikapnya yang lunak terhadap PKI, juga pengangkatan dirinya sebagai Presiden Seumur Hidup yang dinilai inkonstitusional.
Presiden Suharto, dikenal sebagai bapak pembangunan. Gaya kepemimpinan Presiden Soeharto merupakan gabungan dari gaya kepemimpinan proaktif-ekstraktif dengan adaptif-antisipatif, yaitu gaya kepemimpinan yang mampu menangkap peluang dan melihat tantangan sebagai sesuatu yang berdampak positif serta mempunyai visi yang jauh ke depan dan sadar akan perlunya langkah-langkah penyesuaian. Ia berjasa atas pembangunan sekolah-sekolah, infrastruktur, fasilitas umum, dan pelayanan publik. Ia juga berjasa dalam pembangunan transportasi umum seperti PT. KAI, PT. PAL, PT. PINDAD. Bahkan, pada masa pemerintahannya, kita sempat memiliki industri pesawat terbang nasional. Namun, di sisi lain ia juga dikritik akan sikap diktator, penangkapan para aktivis HAM, pembunuhan massal tahun 1965, operasi militer di Aceh, dan keterlibatannya dalam kasus kolusi, korupsi, serta nepotisme.
Presiden BJ. Habibie memiliki gaya kepemimpinan dedikatif-fasilitatif, yang merupakan sendi dalam kepemimpinan demokratis. Pada masa pemerintahan BJ. Habibie, kebebasan pers dibuka lebar-lebar sehingga melahirkan demokratisasi yang lebih besar. Dalam penyelenggaraan negara, Habibie pada dasarnya merupakan seorang liberal karena latar belakang kehidupan dan pendidikan yang lama di dunia barat. Hanya dalam kurun waktu dua tahun, Habibie mampu mengatasi krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1998. Gaya komunikasinya penuh spontanitas, meletup-letup, dan responsif terhadap perubahan. Walau memiliki reputasi yang sangat baik di kalangan internasional sebagai seorang peneliti, ia juga menuai kritikan karena keluguannya dalam berpolitik, termasuk sikapnya atas Timor-Timur.
Presiden Abdurrahman Wahid, atau akrab disapa Gus Dur, memiliki gaya kepemimpinan responsif-akomodatif, yang berusaha untuk mengagregasikan semua kepentingan yang beraneka ragam, yang diharapkan dapat dijadikan menjadi satu kesepakatan atau keputusan yang memiliki keabsahan. Gus Dur berjasa dalam penanaman kesadaran generasi muda akan perlunya menjunjung tinggi pluralisme dan toleransi terhadap perbedaan ras atau golongan. Dimasanya, rakyat mulai sadar akan pentingnya penghargaan akan etnis, termasuk etnis Tionghoa. Namun, ia juga banyak menuai kritik karena sifatnya yang berubah-ubah, ceplas-ceplos, dan dinilai agak ngawur. Kebijakannya untuk membekukan MPR dianggap inkonstitusional dan tidak prosedural.
Presiden Megawati Soekarno Putri, memiliki gaya kepemimpinan anti kekerasan. Dimasa pemerintahannya tidak terjadi banyak kasus besar atau konflik yang melibatkan massa. Ia memiliki andil dalam perbaikan fasilitas dan institusi kepolisian. Megawati merupakan sosok yang cukup demokratis, namun juga dikenal sebagai pribadi yang tertutup dan cepat emosional. Ia alergi pada kritik. Komunikasinya didominasi oleh keluhan dan uneg-uneg, nyaris tidak pernah menyentuh visi, misi, atau kebijakan publik yang ia ambil. Pemerintahan Megawati minim prestasi. Ia juga dikritik atas penjualan saham beberapa BUMN serta aset-aset penting negara.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, memiliki gaya kepemimpinan responsif, demokratis, dan proaktif. Kebebasan berpendapat dijunjung tinggi. Jika tadinya mengkritik pemerintah menjadi hal yang tabu, dimasa pemerintahannya tidak lagi. SBY berjasa dalam pendirian KPK serta perbaikan mutu pendidikan melalui sertifikasi guru, kenaikan anggaran, dan program LPDP. Presiden SBY memiliki andil besar dalam recovery Aceh pasca bencana tsunami yang menewaskan sekitar 280.000 orang pada tahun 2004. Kebijakan fiskal dan perekonomian yang diambil pada masa kepemimpinan SBY, membuat ekonomi Indonesia tumbuh menjadi nomor dua yang terkuat di Asia. Namun, pemerintahannya juga dikritik karena sikapnya yang dianggap peragu, lambat, dan terlalu defensif terhadap kritik.
Presiden Jokowi, dikenal memiliki gaya kepemimpinan yang pro rakyat. Ia berjasa dalam dalam pembangunan infrastruktur dan transparansi birokrasi. Banyak hal yang tadinya sulit diurus karena harus melewati birokrasi yang berbelit-belit, kini telah bisa dilakukan secara online. Pengembangan one data (BIG), kebijakan pendaftaran online untuk CPNS, pembayaran pajak, dan pengurusan imigrasi menciptakan birokrasi yang lebih bersih. Namun, ia juga menuai banyak kritik karena pemerintahannya yang terperangkap dalam politik oligarkis, tanggapannya mengenai isu-isu SARA, dan sikapnya yang cenderung lambat dan gamang dalam memberikan solusi atas masalah-masalah negara.
Sumber dan foto : merdeka.com
Editor : Rakha