KILAS BABEL.COM – Indonesia Comodity Exchange (ICDX) mencatat sampai pada pertengahan bulan Januari 2022 ini, belum ada transaksi jual beli timah. Hal ini karena pemerintah belum memberikan persetujuan permohonan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) dari para perusahaan timah.
“ICDX ini adalah sebagai bursa timah memberikan fasilitas, wadah terhadap transaksi baik ekspor atau lokal. Kami market place. Sehingga dampaknya kalau tidak ada swasta yang bisa berjualan, sebagai tempat terjadinya transaksi ya kami masih nihil,” terang Nursalam, Direktur ICDX dalam Closing Bell, Jumat (21/1).
Dengan belum disetujuinya RKAB kepada perusahaan-perusahaan timah itu, pegerakan pasar timah menjadi sepi. Karena diakui oleh Nursalam, kegiatan di hulu yakni pertambangan dan smelter memberikan dampak atas pergerakan pasar tersebut.
“Makanya kami berharap ke pemerintah agar tidak terlalu lama izin dari teman-teman smelter swasta ini segera dikeluarkan. Sehingga perekonomian bisa berputar kembali, roda perekonomian berjalan. Semuanya bisa bergerak secara ekonomi,” ungkap dia.
Nursalam menambahkan, bahwa sebelumnya persetujuan RKAB diberikan kepada pemerintah daerah. Sementara pada tahun ini ditetapkan bahwa persetujuan RKAB dilakukan oleh pemerintah pusat. Adapun sampai pada Jumat ini, baru ada satu perusahaan timah yang bisa melakukan penambangan dan kegiatan ekspor. Yakni PT Timah Tbk (TINS).
Dalam laporan kinerja tahunan Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM tercatat, ada sebanyak 4.003 permohonan RKAB di tahun 2022 untuk perusahaan pertambangan baik itu mineral maupun batu bara.
Dari 4.003 RKAB yang diajukan itu, ada sebanyak 460 RKAB yang ditolak pemerintah dengan rincian 307 RKAB untuk perusahaan mineral dan 153 RKAB perusahaan tambang batu bara.
Sementara itu, pemerintah menyetujui sebanyak 1.256 permohonan RKAB dengan rincian 416 dari perusahaan mineral dan sisanya 840 dari perusahaan batu bara. Terdapat pula sekitar 1.286 permohonan RKAB yang dikembalikan oleh pemerintah.
Ditolaknya permohonan RKAB lantaran perusahaan tersebut ternyata belum atau tidak tercantum dalam Minerba One Data Indonesia (MODI).
Lalu, perusahaan-perusahaan tersebut tidak memiliki persetujuan dan dokumen studi kelayakan. Sehingga, pengembangan pertambangan baik mineral maupun batu bara belum layak untuk dijalankan.
Dan, dokumen permohonan RKAB itu tidak melampirkan perhitungan sumber daya dan cadangan yang telah diverifikasi oleh Competent Person yang terdaftar di KCMI serta permohonan belum sesuai format Kepmen ESDM No. 1806 Tahun 2018
“Sejauh selama memenuhi persyaratan yang ditetapkan saya kira pemerintah tidak akan menghambat. Pasti selalu membantu lah, mungkin ada dokumen-dokumen yang perlu disesuaikan, karena perubahan yang dulu diurus daerah sekarang diurus di pusat,” tandas Nursalam.
Sumber : cnbcindonesia.com
Foto : IDX Channel
Editor : Rakha