KILAS BABEL.COM – Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dit Tipideksus) Bareskrim Polri telah mengungkap penyalahgunaan pupuk bersubsidi yang timbulkan kerugian mencapai Rp30 miliar. Dalam pengungkapan ini, dua orang telah diamankan.
Dir Tipideksus Bareskrim Polri Brigjen Whisnu Hermawan mengatakan, pengungkapan kasus ini berdasarkan informasi dari masyarakat, pada 30 Januari 2022 kemarin.
“Dugaan adanya penyalahgunaan pupuk bersubsidi yang dilakukan oleh oknum pemilik KPL (Kios Pupuk Lengkap) yakni AEF dan MD di wilayah distribusi Mauk dan Kronjo, Kabupaten Tangerang,” kata Whisnu, Senin (31/1).
Ia menjelaskan, untuk modus operandi para terduga pelaku ini berbekal dari eRDKK yang terdapat daftar penerima fiktif, bukan petani dan bajkan yang sudah meninggal dunia.
“Kemudian alokasi tersebut didistribusikan ke pihak yang tidak berhak, dengan harga Rp4.000/Kg di atas HET (Harga Eceran Tertinggi) sebesar Rp2.250/Kg untuk pupuk urea,” jelasnya.
Ia menyebut, penyalahgunaan pendistribusian pupuk bersubsidi tersebut telah dilakukan oleh AEF dan MD sejak tahun 2020, yang menyebabkan alokasi pupuk tidak tepat sasaran serta merugikan petani yang seharusnya menerima dan merugikan negara mencapai Rp30 miliar.
Selain itu, untuk barang bukti yang telah disita atas pengungkapan kasus tersebut yakni dua mobil pickup, enak bendel dokumen eRDKK tahun ajaran 2020-2022, satu bendel dokumen rekap penjualan dan fotocopy KTP petani, periode 2020-2022.
Lima buah buku dan kartu tani, satu buah mesin EDC keluaran Bank BRI, 400 karung pupuk urea bersubsidi dengan berat total 20.000 kg.- (20 ton). 200 karung pupuk phonska bersubsidi dengan berat total 10.000 kg (10 ton), 30 karung organik bersubsidi berat total 1.500 kg (1,5 ton) dan uang penjualan pupuk bersubsidi Rp8 juta.
“Perkara masih dalam tahap pengembangan ke yang lebih atasnya guna mengejar keterlibatan para pihak, sehingga dapat memberikan efek jera pada para pelaku untuk tidak coba-coba melakukan penyalahgunaan pendistribusian pupuk bersubsidi, dan untuk mencegah terjadinya penyimpangan melakukan pendataan dan penggunaan eRDKK dengan baik,” ucapnya.
“Agar alokasi pupuk bersubsidi dapat tepat sasaran, meringankan beban para petani dan mendukung pemerintah untuk swasembada pangan,” sambungnya.
Atas perbuatannya, para pelaku dikenakan Pasal 6 ayat 1 huruf (b) Jo Pasal 1 sub 3 (e) Undang-Undang Darurat Nomor 7 tahun 1955 tentang Tindak Pidana Ekonomi dan/atau Pasal 21 ayat 1 Jo Pasal 30 ayat 2 Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 15/M-DAG/PER/4/2013 tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian.
Pasal 12 ayat 1 dan 2 Peraturan Menteri Pertanian Nomor 49 Tahun 2020 tentang Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubdisi Sektor Pertanian Tahun Anggaran 2021 dan/atau Jo Pasal 4 ayat 1 huruf (a) Jo Pasal 8 ayat 1 Peraturan Perundang-Undangan Nomor 8 Tahun 1962 tentang Perdagangan Barang Dalam Pengawasan dan/atau Pasal 2 ayat 1 dan ayat 2 Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2005 tentang Penetapan Pupuk Bersubsidi Sebagai Barang Dalam Pengawasan.
“Pasal 263 ayat 1 dan/atau ayat 2 KUHP dan/atau Pasal 2 dan/atau 3 dan/atau 5 ayat 1 dan/atau 12 B ayat 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan/atau Pasal 3 dan/atau Pasal 4 dan/atau Pasal 5 dan/atau Pasal 6 dan/atau Pasal 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo Pasal 55 KUHP dan Pasal 56 KUHP,” ungkapnya.
“Dengan Ancaman hukuman di atas 6 tahun penjara,” tutupnya.
Sumber : liputan6.com
Foto : ilustrasi/republika
Editor : Rakha