KILAS BABEL.COM – Polemik pengaturan toa masjid makin meruncing, setelah Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menganalogikan suara adzan serupa suara gonggongan anjing. Banyak pihak tidak setuju jika suara toa masjid diatur apalagi ketika dipakai untuk mengumandangkan adzan dan pengajian. Ulama karismatik Gus Baha dalam satu ceramahnya pernah membahas soal polemik suara kencang saat berzikir.
Gus Baha mengaku sering mendapatkan pertanyaan soal masjid-masjid di kampung-kampung yang menggunakan toa dengan suara keras.
“Gus tolong kasih tahu kalau adzan jangan keras-keras. Bikin ramai saja. Kalau sudah niat, tidak perlu adzan sudah pasti akan datang (ke masjid),” kata Gus Baha sebagaimana dikutip dari republika.co.id, Jumat (25/2).
Polemik soal zikir keras keras dan lembut sudah terjadi sejak zaman Rasulullah. Gus Baha mengatakan, Abu Bakar kalau wiridan dengan suara pelan, bahkan nyaris tidak terdengar. Sementara Umar bin Khattab sebaliknya. Umar, kata Gus Baha, jika wiridan selalu bersuara kencang.
Gus Baha mengatakan, perbedaan soal zikir dengan suara keras dan lembut sudah terjadi sejak zaman Rasulullah dan para sahabat. Abu Bakar, kata Gus Baha, kalau wiridan dengan suara pelan, bahkan nyaris tidak terdengar, sementara Umar bin Khattab sebaliknya. Umar, kata Gus Baha, jika wiridan selalu bersuara kencang.
“Abu Bakar kalau wiridan di masjid itu lirih sekali, selirih-lirihnya. Kalau Umar itu kencang. Ketika ditanya, ya Abu Bakar kenapa kalau zikir kamu melirihkan suara? Abu Bakar menjawab, saya malu kepada Allah yang Maha Mendengar,” cerita Gus Baha.
Lalu Umar juga ditanya, kata Gus Baha, mengapa engkau Umar kalau wiridan memakai suara kencang. “Jawaban Umar sederhana; biar tidak ngantuk,” kata Gus Baha.
Gus Baha berkata, Rasulullah dalam banyak hal juga melakukan seperti itu. Ketika banyak masalah, para sahabat berdoa dengan suara keras. Namun Nabi berkata, “Kamu tidak berdoa kepada zat yang tuli. Maka kamu tak perlu (berdoa) keras-keras,” kata Gus Baha.
Jadi kalau ada istighosah pakai soundsystem dengan suara keras, perlu dipertanyakan. “Wong Pengeran (Allah) saja sudah mendengar, mosok geger begitu,” kata Gus Baha.
Tapi, Gus Baha melanjutkan, kalau mahzab itu kita pakai, pasti ada pertanyaan, “Kalau dangdutan saja boleh keras-keras, mosok kalimat toyyibah gak boleh keras-keras,” pungkasnya.
Sumber dan foto : republika.co.id
Editor : Rakha