KILAS BABEL.COM – Gonjang-ganjing soal pernyataan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas terkait analogi kebijakan pengaturan suara Azan dengan `gonggongan anjing` yang ramai diperbincangkan di ruang publik menjadi isu yang menarik untuk disimak.
Berbagai perspektif atas kontroversi pernyataan Menteri Agama itu akhirnya `melambung` di permukaan publik, dan alhasil, `dentuman` tersebut menghantam `bilik-bilik` sudut pandang masyarakat.
Berbagai kalangan mulai dari tokoh agama, tokoh masyarakat, kepala daerah, politikus, pegiat media sosial, penulis, akademisi, masyarakat bahkan pejabat pemerintah sendiri harus buka suara dalam menyikapi pernyataan orang nomor satu di Kementerian Agama tersebut.
Dari sekian banyak perspektif yang memenuhi ruang publik hingga ruang media sosial masyarakat, ada beberapa sudut pandang yang menarik untuk disimak. Salah satu yang kilasbabel.com ketengahkan adalah bagaimana seorang penulis, peneliti sekaligus motivator Dr. Rahmat Hollyson menguliti kemampuan menyeimbangkan hard skill dan soft skill di berbagai jenis profesi termasuk pejabat publik.
Secara umum, perspektif yang Dr. Rahmat sampaikan ke publik terkait isu tersebut melalui channel Youtubnya, yang dikutip, Selasa (1/3) sangat menarik untuk ditelisik.
Ia mengemas komentar dan sudut pandangnya dari sisi kapasitas dan kemapanan individu dalam mengeksploitasi kemampuan komunikasi. Dr. Rahmat tampak cerdas mengambil sisi ini mengingat, sebagian besar komentar dan statement lain lebih menyasar persoalan sentimentil agama yang mengarah pada emosi religi masyarakat.
Menurutnya, jika suatu pernyataan mendapat protes dan kritikan dari berbagai pihak, termasuk dari unsur pemerintah itu sendiri, tentunya ada hal yang harus dipertanyakan dari pernyataan yang disampaikan oleh menag.
“Ini merupakan sekelumit masalah yang muncul pada saat ini, dan tentunya terdapat beberapa story lainnya yang mirip-mirip seperti persoalan tersebut. Saya meyakini, tentunya kita semua paham, bahwa tugas seorang pemimpin salah satunya adalah membuat kebijakan. Kemudian kebijakan tersebut disosialisasikan kepada masyarakat. Tujuannya adalah agar kebijakan tersebut tersampaikan ke publik dan publik sendiri memahami bahwa hal tersebut sebagai suatu kebijakan yang akan dilaksanakan untuk kebaikan kita bersama. Disaat diksi yang digunakan untuk menjelaskan suatu kebijakan ternyata tidak pas atau tidak sesuai, maka disitulah akan muncul problem baru,” ungkap Rahmat.
Ia melanjutkan, hingar bingar publik soal pernyataan menteri agama, jika ditelisik secara mendalam akan sangat berkaitan erat dengan apa yang disebut soft skill. Kemudian masih kata Rahmat, dalam konteks profesi atau pekerjaan, ada istilah hard skill yang selalu hadir beriringan dengan soft skill.
Menurutnya hard skill merupakan kompetensi yang terkait dengan bidang pekerjaan atau profesi yang ditekuni, misalnya seorang dokter. Kemampuan seorang dokter dalam menggunakan statoskop, akan berkaitan erat dengan hasil analisanya dalam mendeteksi penyakit dan obat yang harus digunakan untuk menyembuhkan penyakit tersebut.
Sedangkan yang menjadi soft skill seorang dokter, lanjut Rahmat adalah bagaimana seorang dokter mampu berkomunikasi sehingga menimbulkan rasa nyaman bagi si pasien sehingga timbul keyakinan akan kesembuhan berkat bantuan dokter.
“Kemampuan-kemampuan tersebut merupakan bagian dari ranah soft skill. Oleh karena itu, soft skill memegang peranan penting dalam keberhasilan seseorang menjalankan profesinya. Begitu juga dengan seorang pemimpin. Selain kapasitas hard skill yang baik, mereka dituntut untuk mempunyai soft skill yang mumpuni sehingga akan berdampak baik dan memberi pengaruh positif bagi kinerja organisasi, kinerja komunitas ataupun kepada bawahannya. Intinya hard skill dan soft skill harus dimiliki setiap insan yang menjalankan profesi apapun,” jelas Rahmat.
Ia menilai, di era seperti sekarang, banyak individu yang unggul secara akademik dengan berbagai gelar baik dalam maupun luar negeri. Hal tersebut tidak lepas dari peran mengeksploitasi hard skill dan soft skill yang dimilikinya. Tapi di sisi lain, ada juga individu-individu yang dari sisi akademik cukup mentereng, namun dari sisi karir cenderung biasa-biasa saja. Hal tersebut sebagian besar dikarenakan terbatasnya kemampuan individu dalam mengoptimalkan soft skill yang dimilikinya. (ge2)
Foto : istimewa
Editor : Rakha