KILAS BABEL.COM – Ketika perang Rusia Ukraina pecah Februari 2022 lalu, salah satu orang terkaya, Rinat Akhmetov dengan suara lantang mengatakan, “saya tidak akan meninggalkan Ukraina. Saya akan berbagi perasaan yang sama dengan semua orang Ukraina. Dan saya akan menunggu kemenangan Ukraina dalam perang ini.”
Padahal bukan mustahil bagi Akhmetov untuk mengungsi ke negara-negara Eropa lainnya, menikmati hidup bersama anak dan istrinya dari apartemen pribadinya di London, dengan pundi-pundinya yang tebal.
Ia punya uang banyak. Menurut catatan Forbes, kekayaannya mencapai US$4,4 miliar setara Rp57,71 triliun. Angka itu belum termasuk dengan aset seluruh usahanya.
Jika Akhmetov menang dalam tuntutan US$20 miliar karena bom Rusia yang mengoyak pabrik baja miliknya, bisa-bisa kekayaannya semakin subur tumbuh berlipat-lipat.
Bagaimana Akhmetov bisa menjadi orang terkaya Ukraina?
Dia lahir pada 21 September 1966 di Donetsk, Ukraina, dan bertumbuh dari keluarga muslim sunni yang taat. Sang ayah seorang penambang batu bara, sedang sang ibu menjadi asisten sebuah toko.
Banyak berita miring menerpa Akhmetov selama periode 1985-1995. Ia dan kakak laki-lakinya, Igor, disebut-sebut terlibat dalam tindakan kriminal.
Serhiy Kuzin, dalam buku dokumenter bertajuk: Donetsk Mafia yang ditulisnya, menyebut peran Akhmetov sebagai mafia preman.
Kuzin menuding Akhmetov memperoleh properti di Donetsk dari upaya pemerasan dibantu Volodymyr Malyshev, letnan jenderal kepala departemen dalam negeri kala itu.
Tidak cuma itu, parlemen Ukraina yang mengendalikan penegakan hukum juga dituding telah menggunakan kekuasaannya menghapus catatan kriminal Akhmetov sesaat sebelum menjadi kepala keamanan untuk perusahaan Akhmetov.
Pada 1999, laporan resmi kementerian dalam negeri mengidentifikasi Akhmetov sebagai pemimpin sindikat kejahatan terorganisir. Laporan itu menuding kelompok Akhmetov dengan tindakan pencucian uang, penipuan, dan punya kendali terhadap perusahaan besar dan fiktif.
Belakangan, buku yang ditulis Kuzin diputuskan oleh pengadilan sebagai karya plagiat dan ia diminta membayar kompensasi pelanggaran hak cipta. Tuduhan kepala departemen dalam negeri yang menyebut Akhmetov sebagai pimpinan kelompok kejahatan pun dibatalkan.
Setelah menjalani hidup penuh kontroversi, Akhmetov mulai serius berbisnis. Bahkan, ia sempat memutuskan kuliah dan memperoleh gelar sarjana dari Universitas Donetsk pada 2001 silam.
Setahun sebelumnya, ia mendirikan System Capital Management (SCM) Group), kelompok usaha terdiversifikasi terbesar di Ukraina. Akhmetov mengempit lebih dari 90 persen saham SCM Group sebelum akhirnya menjadi pemilik tunggal pada 2009 lalu.
Banyak orang yang mengkritik SCM Group dan mengkaitkannya dengan politik. Apalagi, dilihat dari peta persaingan bisnis, SCM memenangkan 31 persen dari semua tender yang digelar oleh perusahaan di Ukraina.
Perang antara Rusia dan Ukraina yang pecah pada Februari 2022 lalu ikut memporak-porandakan bisnis Akhmetov.
SCM Group meliputi lebih dari 500 perusahaan di dalamnya dan mempekerjakan sekitar 200 ribu orang. Bidang usahanya pun beragam, mulai dari pertambangan batu bara, pembangkit listrik, perbankan dan asuransi, telekomunikasi, hingga klub sepak bola.
Pabrik baja Metinvest Group, salah satu anak usaha SCM Group, di Mariupol dan Avdiika rusak berat akibat invasi militer Rusia.
Tak cuma itu, perusahaan energinya, DTEK, yang menyuplai 30 persen listrik untuk Ukraina pun ikut jadi sasaran penembakan pasukan perang Rusia.
Akhmetov tak mau tinggal diam. Ia akan menuntut Rusia atas kerugian yang dialaminya yang diperkirakan mencapai US$20 miliar setara Rp288,71 triliun.
“Kami pasti akan menuntut Rusia dan menuntut kompensasi yang layak untuk semua kerugian dan bisnis yang hilang,” ujarnya seperti dilansir media setempat, mrpl.city.
Sumber : cnnindonesia.com
Foto : istimewa/NET
Editor : Putra Nalendra