KILAS BABEL.COM – Berdasarkan kajian dari Yuwita et al. (2018), Purun termasuk sejenis rumput teki-tekian (family Cyperaceae).
Purun memiliki batang lurus berongga dan tidak berdaun. Purun dapat ditemukan di daerah terbuka di lahan rawa yang tergenang air, pada ketinggian 0-1350 m dpl.
Mengutip http://paludiculture.org/, Senin (1/8), tumbuhan ini tahan dengan kondisi lahan yang masam, sehingga banyak ditemukan di lahan gambut. Terdapat beberapa jenis purun, antara lain : purun tikus (Eleocharis dulcis), purun danau (Lepironia articulata Retz.) dan purun bajang.
Masyarakat pesisir di Pulau Bangka dan Belitung telah menggunakan purun sebagai bahan baku untuk kerajinan tangan. Produk yang dihasilkan antara lain: tikar, topi, keranjang, tas, bakul, dan bahkan baru-baru ini, Menparekraf Sandiaga Uno melambungkan nama purun ke kancah internasional.
Dibandingkan purun tikus, purun danau paling banyak digunakan sebagai bahan baku anyaman karena lebih kuat dan tidak mudah putus. Beberapa daerah penghasil purun diantaranya Bangka Tengah dan Belitung.
Purun termasuk jenis tanaman yang tidak perlu budidaya secara intensif. Setelah ditanam, purun akan tumbuh secara terus menerus. Purun yang telah dipanen, bisa kembali diambil setelah 2 bulan.
Purun yang siap panen memiliki ketinggian 1,5-2 m. Purun bisa dipanen dengan cara dicabut atau di potong langsung. Pengambilan purun dengan cara dicabut memiliki kelebihan yaitu: anakan muda tidak akan rusak, purun yang diambil tidak akan terbuang dan regenerasi bisa berjalan lebih cepat.
Purun sangat cocok untuk dijadikan sebagai bahan baku ayaman. Tahapan proses pengolahan purun menjadi produk anyaman adalah pemanenan, penjemuran (2-3 hari), penggilingan/penumbukan (30 menit/ikat, 1 ikat = +400 batang), pewarnaan, penjemuran (1-2hari), penganyaman dan finishing touch. Pengumpul purun bisa memperoleh 5-8 ikat purun per hari (1 ikat terdiri dari +400batang dan tinggi +2 m). Harga jual 1 ikat purun segar = Rp. 4000,-/ikat. Harga jual 1 ikat purun yang telah dikeringkan dan digiling (siap dianyam) = Rp 10.000,-/ikat, sedangkan 1 ikat purun yang sudah diwarnai = Rp 20.000,-/ikat. Produktivitas batang yang dihasilkan dari 1 ikat purun disajikan pada Tabel 7.
Produktifitas harian dalam mengayam berbeda-beda, tergantung ukuran produk, jenisproduk dan model produk. Fatriani (2010) mengungkapkan produktivitas kerajinan purun dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain umur, jenis kelamin, pekerjaan pokok dan sampingan, pendidikan, status perkawinan, jumlah anggota keluarga, tingkat kerumitan ayaman dan ukuran produk.
Namun berdasarkan hasil pengamatan, faktor yang palingberpengaruh terhadap besarnya produktivitas kerajinan anyaman purun adalah pengalaman dan ketrampilan pengrajin. Produktifitas harian dalam mengayam berbeda-beda, tergantung ukuran produk, jenis produk dan model produk. Fatriani (2010) mengungkapkan produktivitas kerajinan purun dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain umur, jenis kelamin, pekerjaan pokok dan sampingan, pendidikan, status perkawinan, jumlah anggota keluarga, tingkat kerumitan ayaman dan ukuran produk. Namun berdasarkan hasil pengamatan, faktor yang palingberpengaruh terhadap besarnya produktivitas kerajinan anyaman purun adalah pengalaman dan ketrampilan pengrajin.
Hartati (2001) juga menyebutkan faktor yang mampu mempengaruhi produktivitas pengrajin adalah kuantitas, tingkat keahlian, latar belakang kebudayaan, pendidikan, kemampuan, sikap dan minat serta struktur pekerjaan. Keahlian dan umur (kadang-kadangjenis kelamin) dari angkatan kerja juga mampu mempengaruhi besarnya produktivitas dari suatu pengrajin.
Foto : ilustrasi/Tempo
Editor : Putra Nalendra