KILAS BABEL.COM – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Republik Indonesia melalui Balai Riset Pemulihan Sumber Daya Ikan (BRPSDI) merekomendasikan konsep refugia perikanan untuk melestarikan komoditas cumi Bangka.
Cumi Bangka atau yang dikenal dengan nama latin Uroteuthis L Chinensis merupakan spesies cumi-cumi yang memiliki kekhasan tersendiri dibandingkan dengan cumi-cumi dari daerah lainnya di Indonesia.
Sekretaris Badan Riset Sumber Daya Manusia, Kelautan dan Perikanan (BRSDMKP) KKP, Dr Kusdiantoro menyebutkan Bangka Belitung sebagai salah satu sentra produksi cumi-cumi di Indonesia.
“Kualitas cumi-cumi dari Bangka Belitung termasuk yang terbaik di pasar ekspor,” ujar Kusdiantoro saat FGD pembahasan naskah akademik fisheries refugia di Kantor DKP Babel, Rabu (12/10).
Ia menambahkan, cumi-cumi adalah komoditas ekspor perikanan ketiga terbesar dan trend ekspor cumi terus mengalami peningkatan tiap tahunnya.
“Tiga tahun kebelakang rata rata ekspor cumi naik sekitar 14,7% dengan nilai ekspor mencapai 330 Juta USD, namun sebaliknya dari hasil kajian diketahui terdapat indikasi penurunan populasi cumi di perairan Babel,” ujar Kusdiantoro.
Untuk itu lanjut dia, konsep Refugia perikanan merupakan suatu solusi strategis yang bisa diadopsi oleh Pemprov Babel untuk menjaga keberlangsungan komoditas cumi-cumi di Kepulauan Bangka Belitung.
“Nantinya naskah akademik ini akan kami sempurnakan dan menjadi kado untuk ulang tahun Pemprov diserahkan kepada Pak Gubernur semoga nanti dapat dimanfaatkan sebagai landasan untuk pengelolaan sumberdaya ikan di Babel,” imbuh Kusdiantoro.
Sementara itu, peneliti dari BRPSDI KKP, Amula Nurfiani menerangkan konsep refugia perikanan merupakan upaya pemulihan sumberdaya ikan melalui perlindungan habitat, dimana sumberdaya tersebut memiliki nilai ekonomis penting namun kondisinya sudah mengalami penurunan produksi.
“Wilayah yang ditetapkan dalam refugia perikanan bukan merupakan zona larang ambil tetapi merupakan area yang dapat dikelola secara berkelanjutan dan pada saat tertentu harus ditutup, terutama pada waktu musim puncak pemijahan cumi-cumi,” ungkap Amula.
Penutupan penangkapan diperlukan demi kepentingan rekrutmen dan menjaga keberlangsungan hidup cumi-cumi.
Adapun kawasan refugia perikanan yang direkomendasikan adalah seluas 157.668,35 Hektar yang berada di wilayah perairan pulau Bangka bagian utara, meliputi perairan utara Tuing, gugusan karang Jagur, pesisir Belinyu dan pesisir Riau Silip.
Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris DKP Babel, Wahyono mengapresiasi upaya yang dilakukan pusat untuk ikut serta melestarikan komoditas cumi-cumi di perairan Babel.
“Mewakili Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, kami sangat mendukung dan apresiasi setinggi-tingginya kepada KKP yang telah melakukan kajian fisheries refugia ini selanjutnya dibutuhkan komitmen berbagai stakeholder terkait untuk bisa mengimplementasikan apa yang menjadi rekomendasi KKP,” tutup Wahyono.
Fisheries Refugia merupakan proyek kajian yang diinisiasi oleh KKP bekerja sama dengan South East Asian Fisheries Development Center (SEAFDEC) Organisasi Internasional bidang kelautan dan perikanan. Proyek ini dimulai pada tahun 2019 dan akan berakhir di penghujung tahun 2022.(bond)
Foto : istimewa
Editor : Rakha