KILAS BABEL.COM – Pengusaha atau penambang timah serta eksportir timah kaget dan bingung atas rencana pemerintah yang akan memberlakukan pelarangan ekspor timah. Pemerintah akan menyetop ekspor timah dan meminta untuk mengembangkan hilirisasi pada tahun 2023.
Ketua Asosiasi Eksportir Timah Indonesia (AETI), Jabin Sufianto menyebutkan, bahwa saat ini ekspor timah yang dilakukan oleh pengusaha atau penambang Indonesia sudah dimurnikan melalui proses fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter).
Adapun kadar atau kandungan timah yang sudah diekspor tersebut mencapai 99,99% atau Tin Ingot Sn 99,99. “Yang saya bilang kita sudah bisa memproduksi sampai 99,99%. Jadi kita bingung, dibilang masih ada produk hilirnya kalau dari segi ESDM, soalnya maksudnya masih bisa dioptimalkan apa ada nilai tambah ya? Maksudnya apa yang dikejar? 0,01nya?” ungkap Jabin kepada CNBC Indonesia dalam Mining Zone, Dikutip Kamis (13/10).
Jabin menyatakan, bahwa sejauh ini ekspor yang dilakukan sudah dalam proses smelter terintegrasi. Makanya, ketika ada rencana larangan ekspor timah dengan hilirisasi, pihaknya mempertanyakan seperti apa hilirisasi yang dimaksud itu.
“Kami bingung, terus terang, kami adalah penambang kami adalah smelter terintegrasi. Jadi kami tambang kami punya smelter dilebur dan sudah direfinancing jadi berapa set tuh, sehingga produk kami adalah 99,99% dimana itu juga standar dunia dan lain-lain,” kata Jabin.
Atas rencana pelarangan ekspor tersebut, Jabin menyatakan, bahwa pemerintah belum melibatkan pelaku usaha dan akademisi yang memahami betul dunia pertimahan.
Sehingga ia menilai, pelarangan ekspor dan pengembangan hilirisasi di dalam negeri akan sangat tidak efektif apabila tidak ada road map-nya. “Ini bicara langsung akan dilarang-larang ekspor saja. Bukannya apa, pelarangan ekspor timah ini selalu senada dengan bauksit. Selalu ada kata-kata mentah,” ungkap Jabin.
Menteri Investasi atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia menyebutkan bahwa pada tahun 2023, pemerintah akan melakukan pelarangan ekspor timah ke luar negeri.
“Kalau timah kemungkinan besar tahun depan udah tidak lagi kita melakukan ekspor mentah karena kita akan melakukan hilirisasi,” terang Bahlil saat ditemui, Selasa (11/10/2022).
Alasan penyetopan ekspor timah, kata Bahlil, karena Indonesia merupakan penghasil timah terbesar ke-2 di dunia setelah China. Nah, untuk mengembangkan nilai ekspor timah, maka perlu dilakukan hilirisasi untuk sektor timah ini.
“Karena tadi bapak Presiden sudah menyampaikan bahwa hilirisasi itu adalah kata kunci untuk ketahanan ekonomi nasional. Kita di balik ketidakpastian ekonomi global,” ungkap Bahlil.
Sebelumnya, kata Bahlil, meskipun Indonesia menjadi negara dengan penghasil timah terbesar ke-2 di dunia, namun Indonesia dinilai tidak bisa memainkan perannya atas penentuan harga timah di dunia itu.
Hal itu terjadi karena sejauh ini, ekspor timah yang dilakukan oleh Indonesia adalah hanya barang mentah. Maka dari itu, agar menjadi kuat dan bisa menjadi penentu harga timah di dunia, Indonesia akan melakan hilirisasi di sektor timah.
“Lebih ironis lagi, harga timah dikendalikan oleh negara bukan penghasil timah, ini lucu, ajaib, ini teori bin Abu Nawas, yang tidak kita tolerir untuk ke depan dan kita harus mulai (hilirisasi),” terang Bahlil.
Bahlil menggambarkan bahwa, saat ini penghasil timah terbesar pertama di dunia adalah China. Di mana, China sudah melakukan hilirisasi 50% hingga 70%-an di negaranya. Sementara Indonesia, hilirisasi baru mencapai 5%.
Sumber : cnbcindonesia.com
Foto : ilustrasi/sindonews.com
Editor : Leona