KILASBABEL.COM – Bangka Belitung adalah Kepulauan bersejarah (historical archipelago).
Tonggak sejarah (milestone) yang merupakan episode panjang dan penting dalam sejarah Kepulauan Bangka Belitung dimulai dari masa Dua Abad sebelum kejayaan Kedatuan Sriwijaya dengan peradaban Waisnawa dan benteng kotadualapis.
Dilanjutkan menjadi bagian berpengaruh dari Mandala Sriwijaya, dalam peradaban Budha dengan sigalovada sutta dan tradisi ortografi Pallawa-Melayu Kuno (Paruh Terang Wulan Waisaka 608 Saka/686 Masehi), serta menjadi negeri diantara angin, penghubung wilayah mancanegara di Kawasan Barat Nusantara, dengan Dhang Camwa Dimaharata (Abad 10 Masehi) sebagai pemimpin.
Demikian disebutkan, Sejarawan dan Budayawan Bangka Belitung Akhmad Elvian sebagaimana dikutip dari tribunnews.com, Sabtu (19/11).
Menurut Elvian selanjutnya wilayah Kepulauan Bangka Belitung dalam Hikayat Raja-Raja Pasai berada dalam pengaruh politik Kerajaan Singosari dan Keprabuan Majapahit, serta Kesultanan Mataram (Abad 14 dan 15 Masehi).
Wil9ayah Bangka Belitung dijaga keamanannya dari zeerovers oleh Kesultanan Johor dan Minangkabau ketika Malaka jatuh ke VOC Tahun 1641 Masehi, karena merupakan wilayah The Favorite Commercial Coast.
“Episode berikutnya Bangka Belitung menjadi wilayah perebutan hegemoni kekuasaan antara kesultanan Banten, Palembang Darussalam dan Riau Lingga, karena jalur rempah (spice route), politik dan ekonomi terutama Lada Putih dan Timah. Tarik menarik kekuasaan mengantarkan Kepulauan Bangka Belitung sebagai wilayah Sindang bersatus Mardika (vrijheren) melalui kekuasaan para lengan, gegading, batin, kriya, ngabehi patih depati dan rangga serta Tumenggung,” jelas Elvian.
Elvian mengatakan, kekayaan lada dan Timah Kepulauan Bangka Belitung mengundang campur tangan VOC.
Anom Alimuddin yang diakui sebagai raja di Bangka berkoalisi dengan Arung Mapala dari Sulawesi menguasai dua pertiga pulau kemudian berhadapan dalam kontak senjata yang panjang dengan VOC dalam rentang Sepuluh tahun (Tahun 1722-1732).
“Keterlibatan Abraham Patras sebagai utusan VOC, menyebabkan Sultan Palembang, Mahmud Badaruddin I harus membiayai peperangan dan konsesi memusnahkan tanaman Gambir dan Kapas di pulau Bangka,” jelasnya.
“Kedatangan bangsa asing kulit putih mengubah tatanan kehidupan masyarakat dan adat istiadat masyarakat. Kerajaan Inggris juga mengubah nama Bangka menjadi Duke Of York Island (Tahun 1812), dan berdasarkan Traktat London (Tahun 1816) dipertukarkan kepada Kerajaan Belanda,” tambahnya.
Menurutnya, masa kekuasaan bangsa asing kulit putih, baik Inggris dan Belanda dalam alur panjang sejarahnya, negeri ini melakukan berbagai perlawanan, dipimpin tokoh Man Makes History seperti Raden Keling, K.A Hatam, Depati Bahrin, dan puncaknya adalah perlawanan semesta rakyat Bangka Belitung dipimpin oleh Depati Amir (Tahun 1848-1851).
Kepulauan Bangka Belitung juga sempat menderita, pada rentang singkat sejarah kekuasaan Jepang dengan Bangka Belitung Gunseibu.
Menurut Elvian, pada tanggal 19 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dalam sidangnya menetapkan pembentukan 12 kementerian dalam lingkungan pemerintah RI dan membagi wilayah Republik Indonesia atas 8 provinsi.
Diantara provinsi yang dibentuk adalah Provinsi Sumatera dengan Gubernurnya Mr. Teuku Mohammad Hassan. Provinsi Sumatera terdiri atas Tiga Sub-provinsi salah satunya Sub-Provinsi Sumatera Selatan yang dibentuk dari 4 keresidenan masa Hindia Belanda yang meliputi Keresidenan Bangka Belitung, Keresidenan Bengkulu, Keresidenan Lampung, dan Keresidenan Palembang.
“Untuk melanjutkan kelangsungan jalannya pemerintahan di Provinsi Sumatera, maka pada Tanggal 12 Oktober 1945, Gubernur Sumatera Mr. Teuku Mohammad Hassan, menyerahkan soal pembentukan daerah-daerah otonom ke masing-masing keresidenan dan kemudian terbentuklah pemerintah daerah otonom termasuk di Keresidenan Bangka Belitung,” sebutnya.
Elvian menjelaskan, dalam rangka bergabungnya kembali daerah Bangka sebagai Satuan Kenegaraan yang tegak berdiri sendiri ke dalam Republik Indonesia, maka pada Tanggal 21 April 1950 datanglah ke Kota Pangkalpinang Bangka, Perdana Menteri Dr. Halim beserta rombongannya yang terdiri dari 18 orang, diantaranya yang hadir adalah Dr. Mohd. Isa, Gubernur Sumatera Selatan.
“Pada tanggal yang sama bertempat di keresidenan diserahkan pemerintahan atas Daerah Bangka kepada Gubernur Sumatera Selatan. Pemerintahan Republik Indonesia kemudian pada Tanggal 22 April 1950 menetapkan R. Soemardjo sebagai Residen Bangka Belitung dengan kedudukan ibukota keresidenan di Kota Pangkalpinang,” jelasnya.
“Pulau Bangka selanjutnya ditetapkan menjadi kabupaten yang terdiri atas 5 kewedanaan yaitu; Kewedanaan Bangka Barat beribukota di Mentok, Kewedanaan Bangka Utara beribukota di Belinyu, Kewedanaan Bangka Selatan beribukota di Toboali, Kewedanaan Bangka Tengah beribukota di Pangkalpinang, Kewedanaan Sungailiat beribukota di Sungailiat. Pulau Bangka juga dibagi menjadi 13 kecamatan,” lanjut Elvian.
Singkat cerita, kata Elvian pada tanggal 29 Oktober Tahun 1969, rakyat Bangka dan Belitung mengajukan secara resmi kepada pemerintah yang berwenang kiranya pemerintah dapat mengusahakan segera terbentuknya Provinsi dan Daerah Tingkat I Bangka Belitung.
Wilayahnya meliputi daerah-daerah: Kabupaten Bangka, Kabupaten Belitung dan Kotamadya Pangkalpinang, sebagai daerah otonom sendiri, terpisah dari provinsi Sumatera Selatan.
Kemudian pada Tahun 1970 disusunlah satu Rancangan Undang-undang tentang Pembentukan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan rancangan tersebut telah melalui tahapan sidang pleno DPR-GR hingga tingkat pemandangan umum, namun kemudian rancangan Undang-undang tersebut tidak diproses lebih lanjut oleh DPR-GR, maka perjuangan rakyat Kepulauan Bangka Belitung pun kemudian pupus pada masa itu.
“Seiring dengan perubahan konstelasi politik nasional dari Era Orde baru ke Era Reformasi di Tahun 1998, perjuangan pembentukan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung kembali bergelora bagaikan Api Yang Nan Tak Kunjung Padam,” terang Elvian.
Dia mengatakan, atas prakarsa para tokoh pemuda, mahasiswa, organisasi kemasyarakatan dan organisasi politik, sebagai sebuah gerakan masyarakat, yang berjuang secara konstitusional, lahirlah memorandum DPRD Kota Pangkalpinang Nomor 29 Tanggal 17 Desember 1999, Memorandum DPRD Kabupaten Bangka Nomor 163 Tanggal 29 Desember 1999 dan Memorandum DPRD Kabupaten Belitung Nomor 208 Tahun 2000, serta kemudian dilakukan Rapat Akbar yang merupakan Deklerasi/Pernyataan Kehendak seluruh Rakyat Bangka Belitung setuju Tlterbentuknya Provinsi Bangka Belitung.
“Atas dasar itulah kemudian dibentuk Presedium Perjuangan Pembentukan Provinsi Bangka Belitung sebagai alat perjuangan disemua tingkatan. Dengan didukung peran aktif Walikota dan Pemerintah Daerah Kota Pangkalpinang, Bupati dan Pemerintah Daerah Kabupaten Bangka, Bupati dan Pemerintah Daerah Kabupaten Belitung serta Persetujuan Gubernur atau Kepala Daerah dan DPRD Sumatera Selatan, maka disusunlah melalui prosedural legislasi Rancangan Undang-undang Usul Inisiatif DPR RI,” paparnya.
Akhirnya berkat rakhmat Allah SWT perjuangan yang panjang tiga generasi, sampai tibalah saat bahagia pada Tanggal 21 November Tahun 2000.
“Sidang paripurna DPR RI mengesahkan terbentuknya Provinsi Kepulauan Bangka Belitung melalui Undang-undang Nomor 27 Tahun 2000, yang diundangkan pada tanggal 4 Dasember Tahun 2000. Dirgahayu Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Negeri Serumpun Sebalai, yang Aman Sejahtera dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia,” ungkap Elvian.
Editor : Rakha