KILASBABEL.COM – Pengusaha komoditas timah gusar dan resah atas rencana kebijakan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menyetop keran ekspor timah ke luar negeri. Oleh karena keresahannya itu pengusaha mengadang dan mengatakan kebijakan pelarangan ekspor tidak tepat.
Ketua Asosiasi Industri Timah Indonesia (AITI) Ismiryadi menyebutkan berbeda dengan komoditas lain seperti nikel dan batubara, komoditas timah sudah dilakukan hilirisasi bahkan jauh sebelum adanya wacana pelarangan ekspor timah direncanakan.
Ismiryadi menyebutkan bahwa hilirisasi timah menjadi timah batangan atau tin ingot sudah dilakukan sejak tahun 2004. Dia menyebutkan, hilirisasi timah menjadi tin ingot sudah memiliki kadar kemurnian mencapai 99,99% atau atau Sn 99,99. Menurutnya, jika ekspor timah memang diberlakukan, maka hal tersebut menjadi sangat tidak tepat.
“Pada intinya, pelarangan ekspor timah kami jika disamakan dengan perbandingannya nikel dan batu bara itu jauh lagi. Karena timah ini sudah kami lakukan itu tahun 2004 dari pasir dari ore ke ingot ke balok sehingga menjadi tin ingot yang triple 9. Jadi sangat tidak pas untuk dilarang,” ujarnya usai rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi VII DPR, di Gedung DPR, Senin (28/11).
Jika pelarangan ekspor timah diberlakukan, kata Ismayadi, maka yang pertama kali akan merasakan dampaknya adalah masyarakat Kepulauan Bangka Belitung. Pasalnya, timah sudah menjadi tulang punggung perekonomian di sana. Hal ini, menurut Dia akan membuat kolaps perekonomian Kepulauan Bangka Belitung.
“Terutama Babel kolaps ekonominya. Itu yang paling besar, karena (pertambangan timah) sudah dimulai abad 17 itu yang berpartisipasi menambang itu rakyat. Jadi sangat menentukan, berefek negatif,” pungkasnya.
Selain itu, Ismiryadi menekankan bahwa aktivitas tambang di Kepulauan Bangka Belitung sudah beroperasi mulai abad 17. Sehingga, jika ekspor timah diberlakukan, Dia menjamin perekonomian Babel akan kolaps dan hal ini menjadi keresahan masyarakat Babel.
“Abad 17 mulainya, ini harus digarisbawahi abad 17. Sekarang di abad modern kita mau stop itu kolaps, saya jamin kolaps. Dan terjadi keresahan di masyarakat. Sudah mulai digali dan itu melibatkan rakyat, dan sekarang tetap melibatkan rakyat. Jadi sangat tidak akan mungkin kalau itu dilakukan,” ujarnya.
Sebelumnya, Pemerintah melalui Menteri Investasi atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan Pemerintah Indonesia akan menghentikan ekspor timah mulai tahun depan.
Maksud dari pelarangan ekspor timah ini bertujuan agar hilirisasi timah di dalam negeri semakin berkembang, sehingga nilai tambah ada di dalam negeri hal ini juga Hal ini untuk mengembangkan hilirisasi timah yang diketahui baru mencapai 5%. Sedangkan 95% lainnya dalam bentuk Tin Ingot diekspor ke luar negeri.
Apalagi, Indonesia merupakan pemilik sumber daya dan juga produsen timah terbesar kedua di dunia, setelah China.
Menurut data OEC World, Indonesia berkontribusi terhadap 34,1% nilai ekspor timah dunia pada 2020. Nilainya mencapai US$ 1,29 miliar atau Rp 18 triliun (kurs Rp15.000/US$).
Menilik data Kementerian ESDM, pada 2018 produksi timah nasional masih bisa mencapai 83.000 ton dengan ekspor mencapai 83.020 ton. Namun, di tahun-tahun berikutnya angka itu terus turun seperti terlihat pada grafik, hingga produksinya anjlok menjadi 34.610 ton dan ekspor menjadi 28.250 ton pada 2021.
Kemudian produksi timah nasional selama Januari-Mei 2022 baru mencapai 9.654,73 ton, masih jauh dari target produksi tahun ini yang sebesar 70.000 ton.
Dalam beberapa tahun belakangan setidaknya 98% produksi timah Indonesia memang ditujukan untuk pasar ekspor. Ini pun membuat Indonesia berstatus sebagai eksportir timah terbesar di dunia.
Sumber : cnbcindonesia.com
Editor : Leona