KILASBABEL.COM – “Anak-anak didik yang menjadi semangat dan motivasi saya. Karena walaupun mereka di pedalaman, semangat belajarnya tidak pernah padam. Dan mereka punya hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan,” ungkap Andi Selvina, Guru SDN 18 Lubuk Kedang, Desa Nanga Kelapan, Kecamatan Ketungau Tengah, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat.
Andi Selviana merupakan guru Program Garis Depan (PGD) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Sekolah tempatnya mengajar berada di daerah tertinggal, terdepan dan terluar (3T). Tidak ada jaringan telpon ataupun internet. Akses jalan pun tidak memadai. Kondisi tersebut membuatnya kesulitan ketika akan melakukan proses pembelajaran atau pelatihan dalam jaringan (daring) yang diselenggarakan pihak Kementerian Pendidikan.
Akan tetapi segala keterbatasan itu tidak membuatnya mengeluh apalagi putus asa. Jika ia butuh akses internet yang mumpuni untuk kegiatan daring, Andi bersama pengajar lainnya akan pergi ke kota kabupaten dengan menempuh perjalanan selama 12 jam. Namun karena keterbatasan waktu, tidak memungkinkan jika setiap ada kegiatan daring harus pergi ke kota, maka Andi dan teman pengajar lain rela mencari akses internet dengan berjalan jauh ke daerah yang dapat mengakses internet.
”Di tempat tugas saya sinyal memang susah. Tower mini ada di lingkungan pusat desa namun tower tersebut tidak mampu memberikan sinyal yang cukup, baik untuk kegiatan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) maupun kegiatan webinar. Dusun-dusun di sekitar desa tidak dapat mengakses sama sekali,” kata Andi Selviana dikutip dari ditpsd.kemdikbud.go.id, Sabtu (10/12).
Sebagai pegawai negari, Andi tentu saja harus mengabdi. Segala keterbatasan yang ia hadapi tidak dijadikan penghalang untuk dapat memberikan kontribusi terhadap kegiatan pendidikan, termasuk menimba ilmu dan pengalaman melalui serangkaian kegiatan webinar. Salah satunya adalah mengikuti web seminar yang diselenggarakan oleh Ikatan Guru Indonesia (IGI) Kabupaten Sintang, yang juga menampilkan pembicara dari Direktorat Sekolah Dasar Kemendikbud.
Andi sampai harus naik ke atas pohon untuk mendapatkan sinyal supaya bisa mengikuti webinar melalui aplikasi Zoom, pertengahan September 2020. Webinar itu digelar sejak pukul 09.00 pagi hingga pukul 13.00 WIB. Selama empat jam itu Andi nangkring di atas pohon dengan ponselnya. Meski sudah di atas pohon, sinyal tetap saja putus-putus. Andi harus beberapa kali keluar dari room meeting dan harus beberapa kali login kembali.
”Alasan saya memanjat pohon saat itu untuk mengikuti webinar yang dilaksanakan oleh IGI dengan tema ‘Penerapan Kurikulum Darurat Pada Masa PJJ’. Karena sinyal di tempat tugas saya memang kurang baik, sehingga untuk mengikuti webinar yang dilaksanakan dengan menggunakan aplikasi zoom saya perlu naik ke pohon agar mendapatkan sinyal yang maksimal. Saya sangat ingin mengikuti webinar ini karena saya ingin mengetahui bagaimana penerapan kurikulum darurat yang dimaksud, apakah itu nantinya bisa saya terapkan di tempat tugas saya ini,” ujarnya.
Tantangan Para Pengajar Daerah 3T di Tengah Pandemi
Sejak adanya pandemi Covid-19, kegiatan sekolah di seluruh Indonesia dilaksanakan dengan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ), baik secara luring (luar jaringan) maupun daring (dalam jaringan). Menurut wanita kelahian Bandar Lampung tahun 1989 ini, kegiatan PJJ memiliki tantangannya sendiri khususnya di Desa Lubuk Kedang. Selain karena susahnya akses internet, para orang tua yang tidak memiliki smartphone, serta jarak rumah siswa dengan sekolah yang sangat jauh memberikan tantangan tersendiri.
“Keterbatasan akses internet di daerah 3T sangat memberikan kendala saat melakukan PJJ. Sinyal tidak maksimal dan tidak semua orang tua siswa memiliki HP, karena memang di tempat tinggal siswa tidak ada sinyal. Walaupun ada sinyal hanya di titik-titik tertentu saja, sehingga kami sangat menemukan kendala besar saat PJJ ini,” ucap Andi.
Karena kendala yang menghadang ini Andi menyampaikan bahwa ia dan para pengajar yang lain dengan terpaksa memberikan tugas kepada siswa melalui cara menjadwalkan masing-masing kelas untuk ke sekolah mengambil tugas. Tapi ada kalanya juga pihak guru yang mendatangi rumah-rumah siswa untuk memberikan pembelajaran kepada siswa meskipun harus menempuh jarak yang sangat jauh.
Andi mengaku melakukan PJJ dengan segala keterbatasan yang ada banyak memberikan suka dan duka. Ia dan para pengajar lainnya harus lebih ekstra mengajak para orang tua siswa untuk bekerjasama dalam mendidik anak-anak di rumah. Apalagi sebagian besar orang tua siswa merupakan petani yang biasa pergi bertani sampai berhari-hari. Namun karena adanya pandemi yang mengharuskan siswa melakukan PJJ, para orang tua pun akhirnya mau tidak mau harus turut mendampingi anak-anaknya dalam belajar.
”Kami harus bisa lebih ekstra mengajak orang tua siswa bekerja sama dalam mendidik anak-anak di rumah. Tapi di sisi lain kami juga bisa lebih mengenal dekat karakter orang tua siswa. Karena sebelum pandemi sangat jarang bisa bertemu langsung dengan orang tua siswa untuk bisa menyampaikan keadaan anaknya di sekolah, karena sebagian besar orang tua adalah petani dan tidak jarang sering pergi bertani selama berhari-hari. Namun dengan adanya pandemi saya bisa lebih mudah berkomunikasi dengan orang tua untuk kemajuan anak-anak dalam pembelajaran,” jelas Andi.
Bentuk kerjasama para pengajar dan orang tua untuk dapat membantu mendampingi anak-anaknya belajar di rumah adalah para orang tua harus memberikan laporan kegiatan anak-anaknya di rumah dengan mengisi daftar kegiatan setiap hari untuk siswa yang sudah dibuat oleh para guru.
“Caranya itu menceklis kegiatan apa saja yang dikerjakan anak-anaknya di rumah. Mulai dari bangun tidur sampai jadwal belajar di rumah, begitu juga untuk kegiatan kerohanian yang di laksanakan di hari Minggu. Karena di sini saya tidak dapat menggunakan aplikasi google class room atau kaizala dan lain-lain, sehingga mau tidak mau semua saya lakukan dengan cara manual. Dan memberikan tugas kepada siswa menggunakan modul pembelajaran secara bertahap,” katanya.
Awal Terjun di Dunia Pendidikan
Sebelum akhirnya mengabdi pada negeri dengan menjadi guru Program Garis Depan (PGD) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, serta harus bertugas di sebuah daerah 3T tepatnya di SD Negeri 18 Lubuk Kedang, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, Andi Selviana merupakan lulusan S1 Pendidikan Ekonomi Universitas Lampung pada tahun 2011. Usai mengenyam pendidikan S1, ia sempat bekerja di perusahaan leasing kurang lebih selama 1 tahun.
Karena sejak dulu cita-citanya memang ingin menjadi guru, peluang itu pun kemudian datang ketika pada tahun 2012 Andi mengikut kegiatan Sarjana Mendidik 3T (di daerah tertinggal, terdepan dan terluar) dari Kemendikbud. Ia ditempatkan di Kutai Barat, Kalimantan Timur. Kemudian pada tahun 2013 Andi mendapatkan pendidikan profesi guru di tanah kelahirannya Lampung sampai tahun 2016. Tepat pada pertengahan 2016 Andi pun mendapatkan penugasan mengajar di Kalimantan Barat, tempat ia mengajar saat ini.
“Saya mengajar sudah 7 tahun, namun bertugas di tempat tugas yang sekarang baru 3 tahun. Dari dulu cita-sita saya memang ingin menjadi guru. Sekarang tercapai meskipun harus di pedalaman, tapi saya tetap semangat untuk mengabdi,” ujarnya menjelaskan.
Andi merasa senang dapat megajar di daerah tempat ia bertugas saat ini, meski di pedalaman dengan infrastruktur yang kurang memadai, akan tetapi lingkungan sekolah dan tempat tinggal di sana sangat menerima kedatangannya dengan baik.
“Tempat tugas yang sekarang sangat menyenangkan, lingkungan sekolah dan temapat tinggal di sini sangat menerima kedatangan saya dengan baik. Hanya akses jalan menuju tempat tugas ini dari kabupaten sampai ke desa yang sangat-sangat menguras tenaga, waktu dan pikiran. Namun semua ini tetap harus di syukuri. Semoga akses jalan di sini akan segera diperhatikan oleh pemerintah,” Andi berharap.
Selain itu, kehadiran peserta didik juga menjadi salah satu motivasi Andi dalam menjalankan tugasnya. Ia mengatakan bahwa tugasnya ini bukan hanya bentuk tanggung jawab sebagai pegawai negari, melainkan juga bentuk kemanusian.
Andi juga berharap nasib para guru di daerah, terutama yang bertugas di perbatasan dan pedalaman sepertinya ini bisa lebih diperhatikan lagi oleh pemerintah. Selain itu, sekolah-sekolah di pedalaman dan perbatasan juga diharapkan bisa mendapatkan fasilitas yang sama dengan sekolah-sekolah di kota.
”Semoga pendidikan di Indonesia semakin maju dan melahirkan generasi-generasi emas Indonesia yang unggul,” pungkasnya.
Editor : Rakha