KILASBABEL.COM – Wacana sistem proposional tertutup atau coblos partai kembali muncul menjelang Pemilu 2024. Pasal terkait sistem proporsional terbuka atau coblos caleg pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) bahkan tengah diuji di Mahkamah Konstitusi (MK).
Para pemohon yang berasal dari partai politik meminta agar MK menyatakan pasal itu inkonstitusional, sehingga sistem pemilu di Indonesia dapat diganti dari proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup.
Manajer Program Perludem Fadli Ramadhanil menjelaskan soal untung rugi jika sistem pemilu menggunakan coblos partai atau coblos caleg.
Dia menyebut, jika sistem Pemilu 2024 menggunakan coblos partai kerugian besar bagi rakyat Indonesia sebagai pemilih pada pemilu nanti. Sebab, akan merenggut kedaulatan rakyat.
“Tertutup jelas itu akan merenggut kedaulatan rakyat, dan itu pelanggaran konstitusi. Apalagi di tengah situasi belum demokratisnya partai,” tegas Fadli dikutip dari merdeka.com, Minggu (8/1).
Kendati demikian, Fadli tak menafikan jika sistem coblos caleg juga banyak kerugian. Namun, seharusnya permasalahan dalam sistem tersebut menjadi perhatian khusus untuk para calon yang akan bertarung nanti. Terlebih, kepada pengawas pemilu dan aparat penegak hukum.
“Kalau sistem terbuka, tantangannya adalah sama sebetulnya, demokratisasi partai di dalam pencalonan. Dengan kondisi itu, mestinya sistem terbuka dilanjutkan saja. Dengan penguatan penegakan hukum untuk potensi politik uang,” imbuhnya.
Dia pun menilai jika Indonesia kembali menggunakan proporsional tertutup atau coblos partai sangat melanggar konstitusi. Hingga saat ini aturan yang ditetapkan masih menggunakan proporsional terbuka atau coblos caleg.
“Pemilu 2024 di dalam aturannya masih menggunakan sistem proporsional terbuka. Jika dipaksakan menggunakan sistem tertutup, maka itu adalah pelanggaran hukum dan konstitusi,” jelas Fadli.
“Tidak ada ruang untuk mengganti sistem pemilu proporsional terbuka jadi tertutup,” sambungnya.
Sistem pemilu legislatif (pileg) di Indonesia menganut prinsip proporsional terbuka. Sistem ini digunakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI serta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Ketentuan mengenai sistem pemilu legislatif ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, khususnya Pasal 168 ayat (2).
“Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka,” demikian bunyi pasal tersebut.
Melalui sistem proporsional terbuka, pemilih bisa langsung memilih calon anggota legislatif (caleg) yang diusung oleh partai politik peserta pemilu.
Sistem proporsional terbuka di Indonesia digunakan pada Pemilu Legislatif 2004, 2009, 2014, dan 2019.
Sementara, sistem proporsional tertutup, pemilih tidak langsung memilih calon anggota legislatif, melainkan partai politik peserta pemilu. Surat suara sistem pemilu proporsional tertutup hanya memuat logo partai politik tanpa rincian nama caleg.
Dalam sistem ini, calon anggota legislatif ditentukan partai. Nantinya, calon terpilih ditentukan berdasarkan nomor urut. Jika partai mendapatkan dua kursi, maka calon terpilih adalah nomor urut 1 dan 2.
Adapun sistem pemilu proporsional tertutup pernah diterapkan pada Pemilu 1955, Pemilu Orde Baru, dan Pemilu 1999.
Editor : Rakha