KILASBABEL.COM – Harga beras naik dalam beberapa waktu terakhir. Padahal, pemerintah telah mengimpor 500 ribu ton beras untuk memenuhi cadangan beras pemerintah (CBP) yang digunakan untuk operasi pasar.
Berdasarkan Panel Harga Badan Pangan Nasional, harga beras premium pada Selasa (7/2) naik 0,15 persen menjadi Rp13.330 per kilogram dibanding minggu lalu. Kemudian beras medium naik 0,09 persen menjadi Rp11.690 per kilogram.
Harga ini melampau harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp9.450 per kilogram.
Harga beras naik dalam beberapa waktu terakhir. Padahal, pemerintah telah mengimpor 500 ribu ton beras untuk memenuhi cadangan beras pemerintah (CBP) yang digunakan untuk operasi pasar.
Berdasarkan Panel Harga Badan Pangan Nasional, harga beras premium pada Selasa (7/2) naik 0,15 persen menjadi Rp13.330 per kilogram dibanding minggu lalu. Kemudian beras medium naik 0,09 persen menjadi Rp11.690 per kilogram.
Harga ini melampau harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp9.450 per kilogram.
Perum Bulog mengimpor 500 ribu ton beras dari Vietnam, Myanmar, Thailand, dan Pakistan. Direktur Utama Bulog Budi Waseso (Buwas) mengatakan beras impor yang sudah masuk saat ini baru mencapai 300 ribu ton. Sisa 200 ribu ton lagi sedang dalam perjalanan masuk ke Indonesia.
Padahal, 500 ribu ton beras awalnya ditargetkan masuk seluruhnya pada Desember 2022.
“Impor yang sudah masuk 300 (ribu) lebih dari 500 (ribu), sisanya ini sekarang di lautan dan pelabuhan, tunggu bongkar. Sebenarnya sudah diprioritaskan hanya karena cuaca, kalau enggak berasnya bisa rusak” ujar Buwas di Kantor Pusat Bulog, Jakarta Selatan, Kamis (3/2).
Beras sudah mulai disalurkan untuk operasi pasar. Total beras yang sudah disalurkan di seluruh Indonesia mencapai 209 ribu ton dari awal tahun 2023 hingga 3 Februari.
Buwas mengatakan stok beras di penggilingan menipis sehingga Bulog tidak dapat menyerap dengan maksimal. Sedangkan Kementan mengatakan produksi beras dalam negeri surplus.
Menanggapi permasalahan beras tersebut, Direktur IDEAS (Indonesia Development and Islamic Studies) Yusuf Wibisono menyayangkan Bulog yang gagal menyelesaikan impor 500 ribu ton beras di Desember 2022. Namun ia menilai harga beras harusnya sudah turun pada Februari ini karena menjelang panen raya pada akhir Februari hingga awal Maret.
“Jika harga beras masih tinggi hingga awal Februari 2023 ini ketika beras impor sudah masuk sejak Januari dan panen raya sudah di depan mata, hal ini anomali, seharusnya itu sudah sangat cukup menekan psikologis pasar bahwa pasokan Bulog memadai dan pasokan dari petani sudah mulai masuk dan berpuncak di akhir Februari atau awal Maret,” ujar Yusuf kepada CNNIndonesia.com.
Menurutnya, masih tingginya harga beras saat ini mengindikasikan dua hal. Pertama, terbatasnya pasokan beras di pasar yang menunjukkan bahwa produksi domestik tidak mencapai target dan karena itu surplusnya sangat tipis.
Kedua, intervensi dari Bulog melalui operasi pasar tidak cukup masif. Hal itu sekaligus mengindikasikan proses impor beras sejak Desember 2022 berjalan sangat lambat.
Ia menjelaskan intervensi pasar dari Bulog sangat diharapkan saat ini untuk menekan harga. Jika Bulog bisa setiap hari melakukan operasi pasar dalam jumlah cukup signifikan, Yusuf menilai seharusnya efektif meredam kenaikan harga beras.
Di lain sisi, Yusuf mengatakan sampai saat ini memang data produksi beras masih bermasalah. Badan Pusat Statistik (BPS) memproyeksikan produksi beras 2022 mencapai 32,1 juta ton, naik sekitar 700 ribu ton dibandingkan 2021.
Namun Bulog mengatakan tidak ada pasokan beras di pasar domestik sehingga untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, impor harus dilakukan.
Kemudian produksi beras nasional dalam 4 tahun terakhir sendiri cenderung turun, dari 33,9 juta ton pada 2018 menjadi 31,4 juta ton pada 2021
“Hal ini menunjukkan ada masalah dalam proyeksi BPS. Maka proyeksi BPS tentang kenaikan produksi beras di 2022 menurut saya perlu diterima dengan hati-hati,” ujar Yusuf.
Ia mengatakan yang menjadi titik masalah adalah luas lahan sawah. Meski kini metode estimasi BPS sudah jauh lebih baik dengan menggunakan Kerangka Sampel Area (KSA), basis estimasi yang berdasar luas lahan baku sawah 2019 yang sebesar 7,46 juta hektare.
Padahal, konversi lahan sawah masif terjadi di Jawa karena dipenuhi berbagai proyek strategis nasional seperti jalan tol Trans Jawa yang banyak mengorbankan lahan pertanian produktif.
Berdasarkan hasil penelitiannya, Yusuf menemukan peta lahan sawah dilindungi pada 2021 di 8 provinsi utama beras yaitu Banten, Jabar, Jateng, DIY, Jatim, Bali, NTB dan Sumbar, terdapat selisih hingga 136 ribu hektar dengan luas lahan baku sawah di 2019. Tanpa perlindungan, lahan sawah seluas itu sangat mungkin sudah dikonversi.
“Dengan kata lain, sangat mungkin luas lahan baku sawah 2019 sebesar 7,46 juta hektare sudah mengalami penurunan signifikan sekarang ini,” kata Yusuf.
Dengan demikian, Yusuf menilai kenaikan harga beras saat ini tidak hanya karena kelemahan impor beras oleh Bulog, tetapi juga kegagalan pemerintah meningkatkan produksi beras, terutama dalam melindungi alih fungsi lahan pertanian pangan produktif.
Sementara itu, Peneliti CELIOS Andri Perdana mengatakan ada beberapa alasan kenapa beras masih mahal. Pertama stok beras Bulog yang berasal dari produksi domestik yang makin menipis.
Kedua beras impor masih sedikit yang didistribusikan oleh Bulog. Tidak hanya masalah jumlah yang didistribusikan, Andri menilai kemahalan harga juga terjadi karena beras impor masih memakai perantara.
Sumber : CNNIndonesia.com
Editor : Rakha