Miliki 23 Nama Samaran, Sepak Terjang Tan Malaka Jadi Momok di Beberapa Negara

oleh -451 Dilihat
Tan Malaka. (net)

KILASBABEL.COM – Tan Malaka menjadi buronan di beberapa negara. Tidak jarang dia dijebloskan ke dalam penjara karena pemikirannya. Pemikiran yang mengilhami berdirinya Republik Indonesia.

Lantaran selalu masuk dalam daftar buronan di beberapa negara, tak heran jika Tan Malaka memiliki 23 nama samaran.Seperti tertulis buku Tan Malaka: Bapak Republik yang Dilupakan. Nama samaran digunakan dari satu tempat ke tempat lainnya. Nama-nama tersebut disesuaikan dengan negara yang akan menjadi tujuan Tan Malaka.

Pada Juni 1925, Tan masuk ke Manila dengan memakai nama alias Elias Fuentes karena sakit paru-paru. Tan menulis buku Massa Actie yang mengilhami gerakan-gerakan di awal kemerdekaan ditulisnya saat di Singapura pada awal 1926. Saat menetap di Singapura, Tan memakai nama samaran yakni Hasan Gozali. Dia mengaku berasal dari Mindanao, Filipina.

Saat pergi ke Shanghai pada 1930, Tan menggunakan nama samaran Ossario. Berprofesi sebagai wartawan asal Filipina. Dua tahun berselang Tan pindah ke Hongkong karena perang Cina-Jepang. Tan ditangkap di Hongkong dan dibuang ke Shanghai. Penangkapan inilah yang membuat Poeze mengetahui tinggi badan Tan berdasarkan berkas penangkapannya.

Sebelum kembali ke Indonesia pada tahun 1942, Tan menetap agak lama di Singapura. Terhitung sejak 1937 sampai 1942. Di Singapura, Tan bekerja sebagai guru di sekolah Tionghoa. Penyerangan Jepang ke wilayah Asia Tenggara merupakan momentum Tan untuk kembali ke tanah air.

Sebelum kembali ke Indonesia, Tan mengawali perjalanannya dari Penang, Malaysia. Dia mulai menggunakan nama samaran Hussein (Legas Hussein). Tan tiba di pulau Sumatera dan mampir di Padang dengan mengaku sebagai Ramli Husein.

Bulan Juli 1942 Tan sampai dan menetap di Jakarta dan menyelesaikan Magnum Opusnya Madilog. Sekitar satu tahun, Tan pindah ke Bayah, Banten Selatan dengan mengaku sebagai Ilyas Hussein. Dia mendaftar menjadi Kerani dipertambangan batu bara. Nama Ilyas Hussein ini tetap digunakan saat menemui Sukarni untuk pertama kali di rumahnya.

Ketika sedang di Indonesia setelah bepergian dari negara-negara Eropa dan Asia, Tan menggunakan nama samaran Hussein. Nama tersebut kemudian dikembangkan menjadi tiga nama. Yakni Legas Hussein, Ramli Hussein, dan Ilyas Hussein.

Bahkan saat ingin bertemu beberapa tokoh Republik Indonesia, Tan Malaka tidak pernah sekalipun membocorkan identitas aslinya. Alasannya kewaspadaannya. Dengan cara itu juga Tan bisa mengetahui apakah tokoh yang ditemuinya mengenali ide-ide politiknya. Dia pernah berkata akan membuka identitasnya di saat yang tepat.

“Saya masih menunggu kesempatan yang lebih tepat,” ungkap Tan dalam memoar Dari Penjara ke Penjara.

Dicurigai Sebagai Intel Jepang

Pada awal Juni 1945, Tan bertamu ke rumah Sukarni dan sempat dicurigai sebagai mata-mata Jepang. Penyebabnya, Tan memperkenalkan diri sebagai Ilyas Hussein yang berasal dari Bayah, Banten Selatan.

Sebagai tamu asing dari daerah pedalaman, Hussein menyampaikan analisis dan ulasannya tentang proklamasi kemerdekaan. Analisisnya sangat memukau. Setelah mendengar penyampaian Hussein, Sukarni merasa sepemahaman. Karena sesuai dengan yang selama ini dipelajari dari tulisan-tulisan Tan Malaka.

Sukarni sempat menaruh curiga pada Hussein (Tan Malaka). Dengan pemikiran itu, Hussein tidak mungkin hanya orang biasa. Bisa jadi, seorang agen intelijen negara lain.

“Ia takut kalau Hussein mata-mata Jepang,” ungkap Anwar Bey seperti dikutip dalam buku Tan Malaka: Bapak Republik yang Dilupakan.

Abdul Radjak Bertemu Sukarno

Pada 9 September 1945, Tan Malaka berhasil bertemu dengan ‘Sang Proklamator’ Sukarno. Sebelumnya, tiga minggu setelah proklamasi, Sayuti Melik diberikan tugas oleh Sukarno untuk mencari Tan Malaka.

Setelah menerima tugas itu, Sayuti Melik bertemu Ahmad Soebardjo. Sulit menemukan Tan Malaka karena memiliki banyak nama samaran. Ahmad Soebardjo membantu Sayuti Melik untuk menemukan sosok Tan Malaka.

“Untungnya, Sayuti tahu di mana mencari Tan. Beberapa hari sebelumnya, Menteri Luar Negeri Ahmad Soebardjo mempertemukannya dengan penulis buku Naar de Republiek Indonesia itu,” seperti dikutip dalam buku Tan Malaka: Bapak Republik yang Dilupakan.

Sukarno meminta dokter pribadinya, yakni Soeharto untuk menyediakan tempat pertemuan. Namun Sukarno tidak membocorkan identitas tamu yang akan ditemuinya. Alias dirahasiakan. Kepada Soeharto, Tan memperkenalkan diri sebagai Abdul Radjak.

Semua lampu padam saat Soekarno dan Abdul Radjak bertemu pada malam hari. Ketika bertemu, Sukarno langsung mengajukan beberapa pertanyaan mengenai salah satu buah pikirannya, yakni Massa Actie.

Bung Besar menitipkan pesan pada Tan Malaka. Agar melanjutkan revolusi jika Bung Karno sudah tidak mampu lagi. Inilah awal rencana pemberian Testamen untuk Tan Malaka yang nantinya akan dihancurkan oleh Sukarno sendiri.

Tan Malaka Gadungan

Sosok Tan Malaka tidak begitu dikenal. Orang-orang hanya mengenal buah pikirannya saja. Tidak dengan fisiknya. Akibatnya, banyak bermunculan Tan Malaka gadungan. Mereka yang mengaku sebagai Tan punya kepentingan. Baik finansial atau ingin terkenal.

Contohnya saat November 1945. Muncul sosok Tan Malaka gadungan di Surabaya. Dia berdiri di atas panggung dan berorasi. Pidatonya disiarkan stasiun radio lokal. Ketika Tan Malaka yang asli sampai di Surabaya, dia justru ditahan para aktivis.

Tan Malaka gadungan juga muncul pada tahun 1949. Padahal saat itu, Tan Malaka asli dikabarkan sudah meninggal. Nama Tan Malaka muncul dalam sebuah wawancara koran lokal di Kediri, Jawa Timur. Sosok Tan Malaka palsu mudah diketahui karena pemikirannya yang aneh.

“Jawaban-jawab dalam wawancara juga tak sesuai dengan pemikiran Tan Malaka,” ungkap Harry Albert Poeze seperti dikutip dalam buku Tan Malaka: Bapak Republik yang Dilupakan.

 

Sumber : merdeka.com

Editor : Rakha

No More Posts Available.

No more pages to load.