Beda SBY dan Jokowi Jelang Pensiun

oleh -410 Dilihat
Foto : merdeka.com

KILASBABEL.COM – PKS mengkritik keras manuver Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang kumpul bareng lima ketum parpol pendukung pemerintah. Usai peristiwa itu, muncul wacana Koalisi Besar untuk Pemilu 2024.

Jelang purnatugas Oktober 2024, Jokowi juga secara terang-terangan mendukung pembentukan Koalisi Besar yang terdiri dari penggabungan dua poros KIB dan KIR. Jokowi juga menegaskan mendukung Ketum Gerindra Prabowo Subianto sebagai Capres.

Peneliti Saiful Mujani & Research Consulting (SMRC) Saidiman Ahmad membandingkan langkah Presiden Jokowi dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) jelang pensiun. SBY cenderung lebih netral tak ikut campur urusan Pemilu 2014.

Jokowi Punya Kepentingan

Saidiman melihat, ada sejumlah alasan mengapa sikap keduanya berbeda. Menurutnya, Jokowi ingin pembangunan yang dijalankan tetap berlanjut dalam pemerintahan berikutnya.

Hal itu yang membuat Jokowi aktif dalam persiapan calon pemimpin nasional penggantinya.

“Jokowi punya kepentingan agar inisiatif pembangunan ekonomi yang sudah dijalankan bisa dilanjutkan dalam periode berikutnya. Karena itu, dia terlihat lebih aktif dalam persiapan kelanjutan kepemimpinan nasional tersebut,” kata Saidiman saat dihubungi kepada merdeka.com, Kamis (6/4).

Alasan kedua, Jokowi membangun karir politiknya secara berjenjang mulai dari level walikota, gubernur, sampai presiden. Hal itu berbeda dengan SBY yang tidak mempunyai jenjang karir politik serumit Jokowi.

“Sebelum menjadi presiden, SBY adalah seorang militer profesional. Pengalaman karir politik ini yang mungkin membuat karakter SBY dan Jokowi berbeda di akhir masa jabatan mereka,” kata Saidiman.

Selain itu, Saidiman menerangkan, orientasi SBY dan Jokowi sedikit berbeda. Dia menilai, SBY punya perhatian lebih pada pembangunan sistem demokrasi. Sementara Jokowi sangat perhatian pada pembangunan ekonomi.

“Untuk alasan kelanjutan pembangunan ekonomi tersebut, Jokowi merasa perlu untuk melakukan intervensi politik,” terangnya.

Jokowi Jadi King Maker

Bagi Pengamat Politik, Ujang Komarudin, Presiden Jokowi ingin menunjukkan dirinya sebagai King Maker di Pemilu 2024. Hal itu semakin tampak jelas setelah pertemuan dengan lima ketua umum parpol di Markas PAN akhir pekan lalu.

“Artinya ketua tim lima partai itu Jokowi, gabungan antara Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) dan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KIR) ya kalau sudah begitu artinya Jokowi itu King Maker,” ujar Ujang.

Ujang menilai, wajar jika Jokowi ingin menunjukkan kekuatannya di Pemilu 2024. Apalagi, saat Pemilu digelar Jokowi masih menjabat sebagai presiden. “Jadi di situlah Jokowi masih bisa menentukan, masih punya power untuk mendukung capres cawapres jagoannya,” lanjutnya.

Ujang mengatakan, sikap Presiden Jokowi dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sangat berbeda jelang keduanya pensiun.  Dia mengatakan, Jokowi banyak belajar dari SBY. “Jokowi belajar dari pengalaman SBY. SBY netral, saat ini kan dikerjain ketika tidak punya kekuasaan lagi,” tutur dia.

Menurut Ujang, jika Jokowi nantinya tidak memihak satu kubu di Pemilu, setelah lengser sangat rentan untuk ‘dikerjai’ kekuasaan selanjutnya. “Tapi kalau dia jadi King Maker terus yang didukungnya menang, dia akan aman setelah tidak jadi presiden,” ucap Ujang.

Kenapa SBY Netral?

Sementara itu, Peneliti BRIN, Wasisto Rahardjo Jati mengatakan, SBY dahulu memilih sikap netral karena kondisi partai berlogo Mercy itu sedang tidak stabil.

“SBY memilih sikap netral pada Pilpres 2014 karena memang Partai Demokrat sedang terkena prahara politik. Jadi akan lebih baik untuk diam dan tidak bemanuver menjadi King Maker,” ujar Wasisto.

Selain itu, Wasisto juga menjelaskan Presiden Jokowi memang sedang mencari figur berpotensi untuk menggantikan dirinya.

“Saya pikir presiden memang sedang berupaya figur-figur potensial yang satu visi misi dan komitmen terhadap kelanjutan progam pembangunan di periode berikutnya untuk bisa dipromosikan sebagai calon definitif kepada parpol-parpol koalisi yang ada sekarang,” kata Wasisto.

Dia menambahkan, posisi king maker Presiden Jokowi hanya sebagai promotor dan tetap mengerti posisinya di parpol.

“Saya pikir dalam konteks ini, kapasitas king maker bagi Presiden lebih berposisi sebagai promotor. Namun, untuk kapasitas real king maker berada di tangan koalisi parpol. Saya pikir Presiden mengerti posisinya di partai sehingga saya pikir akan menyerahkan sepenuhnya kepada PDIP,” sambungnya.

Wasisto memberikan saran agar saat ini presiden lebih baik bersikap netral. “Mungkin untuk saat ini netral saja supaya terhindar dari konflik kepentingan dengan partai,” tutupnya.

 

Sumber : merdeka.com

Editor : Rakha

No More Posts Available.

No more pages to load.