KILASBABEL.COM – Panganan manis dan legit ini akrab di lidah masyarakat Kabupaten Bangka Barat. Bukan hanya sebagai cemilan, dudol atau dodol juga menjadi bagian dari tradisi masyarakat setempat.
Dodol merupakan makanan khas yang biasa disajikan saat dilaksanakan pesta adat sunatan massal di desa Ranggi Kecamatan Jebus, Bangka Barat. Untuk pelengkap prosesi sunatan massal, dodol dan lepet merupakan dua makanan wajib, sebagai simbol perekat silaturahim antar warga dan kepatuhan anak yang disunat terhadap orang tua.
“Dahulu hanya pada saat sunatan massal kita bisa makan dodol,” kata Nur Alpeni, salah seorang pembuat dodol di desa Ranggi, sebagaimana dikutip dari travel.tempo.co.id, Minggu (16/4).
Seiring waktu berjalan, banyak warga yang rindu untuk mencicip makanan khas tersebut. Peluang itu dimanfaatkan Nur untuk mulai merintis bisnis. “Sejak 2017 dengan memroduksi dalam jumlah terbatas sesuai dengan pesanan,” ujarnya.
Dodol yang terbuat dari bahan utama beras ketan dan gula aren itu dijual dengan harga Rp 25 ribu per kotak berisi 250 gram. “Bisnis ini merupakan salah satu bentuk komitmen kami dalam menjaga warisan leluhur, salah satunya makanan tradisional khas Ranggi ini bisa tetap lestari, bahkan semakin dikenal di luar daerah,” kata Nur.
Sekretaris Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten bangka Barat Bambang Haryo Suseno mengatakan dodol pada zaman dahulu sebelum adanya kue kering dianggap sebagai rajanya kue. Dodol juga dikenal sebagai makanan istimewa. Bahkan ada beberapa warga yang meyakini sebagai makanan sakral karena hanya boleh dibuat dan disajikan pada saat upacara adat.
“Istimewa karena padanan gula, tepung, santan kelapa yang dimasak hampir sepanjang hari itu menghasilkan makanan paling lemak dan gurih,” kata Bambang.
Sebagai upaya pelestarian warisan budaya tersebut, Pemkab Bangka Barat terus memberikan dukungan untuk pelaksanaan sejumlah pesta adat kampung. Salah satu adat yang cukup terkenal, yaitu pesta adat Kampung Penyampak yang berlokasi di Kecamatan Tempilang. Pesta adat itu lebih dikenal dengan sebutan Dodol Bergema.
Warga satu kampung berkumpul di lapangan untuk bersama-sama membuat dodol. Pesta tahunan itu sudah berlangsung sejak dahulu dan dilakukan turun-temurun.
Proses pembuatan dodol yang membutuhkan campur tangan orang banyak untuk mengaduk adonan dalam wajan secara terus menerus selama setengah hari. Dalam proses itu tergambar pentingnya kebersamaan agar bisa menghasilkan makanan coklat kemasan lezat.
Biasanya para perempuan menyiapkan bahan dan proses mengaduk dilakukan para laki-laki. Kebiasaan ini menjadi pengikat bagi seluruh warga dalam mempererat dan menyatukan agar bisa bergerak bersama-sama, untuk hidup lebih baik dan lebih maju. “Nilai kearifan lokal tentang gotong royong, kebersamaan dan keberagaman itu yang akan terus kita jaga dan kembangkan agar dimaknai dengan baik oleh generasi penerus,” kata Bambang.
Editor : Rakha