KILASBABEL.COM – Hari Raya Idul Adha diperingati setiap tanggal 10 bulan Dzulhijjah.
Bulan Dzulhijjah merupakan bulan yang sangat mulia yang mana merupakan bulan dilakukan ibadah haji serta penyembelihan kurban.
Di antara amalan-amalan yang ada, melaksanakan ibadah haji serta melakukan penyembelihan hewan kurban pada Idul Adha 10 Dzulhijjah adalah yang tertinggi.
Selain itu ada pula amalan sunah 9 hari di bulan Dzulhijjah, satu di antaranya puasa Arafah.
Selain itu, dalam momentum Hari Raya Idul Adha pada 10 Dzulhijjah, masih ada banyak amalan yang bisa dilakukan oleh kaum muslimin.
Dalam buku Himpunan Putusan Tarjih tentang Tuntunan Idan dan Qurban yang disusun Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah dijelaskan, berikut ini amalan sunah sebelum sholat Idul Adha.
Mengumandangkan Takbir
Mengumandang takbir atau takbiran pada Hari Raya Idul Adha adalah sesuatu yang disyariatkan oleh agama.
Pada Hari Raya idul adha, kumandang takbir yang digemakan adalah takbir mursal dan takbir muqayyad.
Pada takbir mursal idul adha, dilakukan setelah matahari terbenam pada tanggal 9 Dzulhijjah hingga khatib selesai khutbah pada salat Id.
Sedangkan, untuk takbir muqayyad dikumandangkan mulai dari subuh dari tanggal 9 Dzulhijjah, mulai dilakukannya Puasa Arafah hingga setelah asar pada akhir hari Tasrik atau 13 Dzulhijjah.
Antara takbir mursal dan takbir muqayyad, keduanya tidak ada perbedaan lafadz.
Berhias Mengenakan Pakaian Bagus saat Sholat Idul Adha
Orang yang menghadiri sholat Idul Adha baik laki-laki maupun perempuan dituntunkan agar berpenampilan rapi, yaitu berhias, memakai pakaian bagus (tidak harus mahal, yang penting rapi dan bersih), dan wangi-wangian sewajarnya.
Diriwayatkan dari Ja’far bin Muhammad dari ayahnya dari kakeknya, Nabi saw selalu memakai wool (Burda) bercorak (buatan Yaman) pada setiap ‘Id. (HR. Asy-Syafi’i dalam kitabnya Musnad asy-Syafi’i).
Diriwayatkan dari Zaid bin al-Hasan bin Ali dari ayahnya ia mengatakan, “Kami diperintahkan oleh Rasulullah saw pada dua hari raya (Idul Fitri dan Idul Adha) untuk memakai pakaian kami terbaik yang ada, memakai wangiwangian terbaik yang ada, dan menyembelih binatang kurban tergemuk yang ada (sapi untuk tujuh orang dan unta untuk sepuluh orang) dan supaya kami menampakkan keagungan Allah, ketenangan dan kekhidmatan.” (HR. Al-Hakim dalam kitabnya al-Mustadrak, IV: 256).
Tidak Makan sejak Fajar Sampai Selesai Salat Idul Adha
Diriwayatkan dari Abdullah bin Buraidah dari ayahnya (yaitu Buraidah bin alHusaib) ia berkata, “Rasulullah saw pada hari Idul Fitri tidak keluar sebelum makan, dan pada hari Idul Adha tidak makan sehingga selesai salat.” (HR. AtTirmizi)
Hikmah dianjurkan makan sebelum berangkat salat Idul Fitri adalah agar tidak disangka hari tersebut masih hari berpuasa.
Sedangkan untuk shalat Idul Adha dianjurkan untuk tidak makan terlebih dahulu adalah agar daging kurban bisa segera disembelih dan dinikmati setelah shalat Id.
Namun demikian jika seseorang tidak memiliki qurban (tidak berqurban), maka tidak masalah jika ia makan terlebih dahulu sebelum shalat id
Berangkat dan Pulang Melewati Jalan yang Berbeda
Diriwayatkan dari Muhammad bin Ubaidillah bin Abi Rafi’ dari ayahnya dari kakeknya, Nabi saw mendatangi shalat Id berjalan kaki dan beliau pulang melalui jalan lain dari yang dilaluinya ketika pergi. (HR. Ibnu Majah)
Di antara hikmah kenapa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membedakan antara jalan pergi dan pulang adalah agar banyak bagian bumi yang menjadi saksi bagi kita ketika beramal.
Menghadiri Shalat Id
Menghadiri shalat Id merupakan satu sunah tersendiri.
Idul Adha merupakan peristiwa penting dan hari besar Islam yang penuh berkah dan kegembiraan.
Oleh karena itu, pelaksanaan salat ini dihadiri oleh semua orang Muslim, baik tua, muda, dewasa, anak-anak, laki-laki, dan perempuan.
Bahkan perempuan yang sedang haid, juga diperintahkan oleh Nabi saw supaya hadir.
Hanya saja mereka tidak ikut salat dan tidak masuk ke dalam shaf salat, namun ikut mendengarkan pesan-pesan Idul Adha yang disampaikan oleh khatib.
Diriwayatkan dari Ummu ‘Athiyah al-Anshariyah ia berkata, “Rasulullah saw memerintahkan kami untuk menyertakan gadis remaja, wanita yang sedang haid, dan wanita pingitan. Adapun wanita yang sedang haid supaya tidak memasuki lapangan tempat salat, tetapi menyaksikan kebaikan hari raya dan dakwah yang disampaikan khatib bersama kaum muslimin.” (HR. Ahmad)
Sumber : Tribunnews