KILASBABEL.COM – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) akan dilibatkan dalam kasus Ma’had Al-Zaytun dan Abdussalam Rasyidi Panji Gumilang. Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD menyebut BNPT akan mengambil peran dalam dugaan afiliasi Pondok Pesantren Ma’had Al-Zaytun dengan Negara Islam Indonesia.
“Nanti biar BNPT terus mendalami dan kami akan terus monitor NII (Negara Islam Indonesia, Red) karena itu (Al-Zaytun, Red) sejarahnya memang tidak bisa disembunyikan,” kata Mahfud di Hotel JS Luwansa, Jakarta, Rabu (5/7).
Mahfud mengatakan, pendalaman tersebut dilakukan karena latar belakang sejarah munculnya Al-Zaytun berkaitan dengan NII. Menurut Mahfud, Al-Zaytun muncul dari adanya ide pembagian wilayah NII KW IX. Dalam perkembangannya, NII KW IX berwujud fisik lembaga pendidikan. Baca juga: Penggalangan Dana Al-Zaytun Terindikasi untuk NII
“Tetapi, di balik itu semua, yang sedang diselidiki karena dulu memang latar belakangnya di situ,” ungkap dia. “Dan itu ada dokumen yayasannya bahwa dulu yayasannya namanya, ya, itu, yayasan NII, tapi lalu berubah yayasan pendidikan Al-Zaytun dan seterusnya.”
Di samping itu, Mahfud menjelaskan, BNPT memang memiliki tugas untuk mengawasi radikalisme dan membina proses deradikalisasi. “Memang tugasnya BNPT kan mengawasi itu semua, lalu kita mengonstruksi masalah disampaikan ke kita, lalu tindakannya apa,” ucap dia. Selain didalami BNPT, Mahfud menyebut Detasemen Khusus (Densus) 88 Polri juga akan diturunkan jika nantinya terdapat hal-hal yang bersifat fisik dan membutuhkan penindakan.
Mahfud mengatakan, perkara mengenai Pondok Pesantren Al-Zaytun tengah ditindak dari sisi pidana umum yang melibatkan personal, bukan institusi, yakni sang pimpinan pondok pesantren, Panji Gumilang. Kendati demikian, kata Mahfud, tidak tertutup kemungkinan perkara tersebut akan masuk ke dalam tindak pidana khusus apabila memang ditemukan bukti terkait. “Tindak pidana khusus itu apa? Terorisme, pencucian uang, dan lain-lain,” ujarnya.
Direktur Deradikalisasi BNPT RI Brigjen Pol Ahmad Nurwahid sebelumnya menilai ajaran Al-Zaytun mirip dengan Al-Qiyadah Al-Islamiyah yang didirikan Ahmad Moshaddeq yang memiliki ajaran sinkretisme. Ajaran itu belakangan bermetamorfosis menjadi Gafatar. Bedanya, pimpinan Al-Zaytun, yakni Panji Gumilang, tidak mengaku sebagai nabi dan lebih pandai dalam bersiasat.
“Panji Gumilang di sini lebih pandai dalam bertakiyah, bersiasat, dengan memformat diri mendirikan pondok pesantren, kemudian berkolaborasi ataupun pura-pura cinta NKRI, dia tobat tidak akan mendirikan negara Islam dan lain sebagainya,” kata Ahmad Nurwahid saat mengisi webinar yang diselenggarakan Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) dengan tema “PP Al Zaytun: Pendidikan Kontra Produktif” pada Senin (26/06/2023) malam.
Menurut Ahmad Nurwahid, sepak terjang Panji Gumilang tersebut membuat Al-Zaytun seolah-olah menjadi produk intelijen. Nurwahid mengatakan, Al-Zaytun yang dipimpin oleh Panji Gumilang belum tergolong sebagai terorisme. Dia menegaskan, Panji Gumilang tidak bisa dikenakan UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Dia menilai Al-Zaytun sudah dapat dikategorikan atau terindikasi kuat sebagai paham radikalisme. Namun, dia menjelaskan, masalah yang terjadi adalah setiap orang yang terpapar paham radikal, selagi tidak bergabung dengan jaringan teror yang masuk dalam Daftar Terduga Terorisme dan Organisasi Terorisme (DTTOT), seperti Jamaah Islamiyah (JI), Daulah Islamiyah Nusantara, Jamaah Ansharut Daulah (JAD), ataupun Jamaah Anshorut Tauhid (JAT), belum bisa dikenakan beleid tersebut.
Berkaca pada penanganan Khilafatul Muslimin, menurut Ahmad Nurwahid, pihak yang menangani adalah polisi umum, yakni dalam konteks kasus tersebut ditangani Polda Metro Jaya berkolaborasi dengan Polda Lampung dengan menerapkan UU pidana di luar UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, seperti UU Ormas Nomor 16 Tahun 2017, UU Sisdiknas, UU Nomor 1 Tahun 1946, termasuk UU tentang penggalangan dana.
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menduga ada indikasi penggalangan dana yang dilakukan di Ponpes Al-Zaytun untuk membiayai aktivitas kelompok Negara Islam Indonesia (NII). “Ada (indikasi NII). Belum sedetail itu, tapi arahnya penggalangan dananya ke arah sana,” ujar Ridwan Kamil yang akrab disapa Emil di Gedung Sate, Kota Bandung, Jawa Barat, pada Senin (3/7). Emil menjelaskan, penggalangan dana itu baru bersifat indikasi. Dia meminta masyarakat dan para ulama untuk bersikap tenang dalam menyikapi polemik Ponpes Al-Zaytun.
Sebelumnya, Panji Gumilang memenuhi panggilan Penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri, Senin (3/7), untuk memberikan klarifikasi tentang laporan polisi dugaan tindak pidana penistaan agama. Seusai diperiksa selama sembilan jam, penyidik Dittipidum Bareskrim Polri memutuskan untuk meningkatkan status penanganan perkara kasus tersebut ke tahap penyidikan.
Sumber : Republika