Lima Dekade Menghilang, Caecilian Billiton, Amfibi Endemik Belitung Kembali Ditemukan

oleh -254 Dilihat
Rekonstruksi kehidupan Funcusvermis gilmorei [bawah] dan Acaenasuchus geoffreyi [atas] dalam rekonstruksi paleoenvironmental. Ilustrasi: Andrey Atuchin

KILASBABEL.COM – Setelah lebih lima dekade, Kusumah et al., [2023] melaporkan penemuan kembali Caecilian Billiton [Ichthyophis billitonensis] di hutan Gunung Tajam [510 mdpl], bukit tertinggi di Pulau Belitung, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

“Sejak deskripsi aslinya tahun 1965 [Taylor], belum ada laporan lebih lanjut tentang satwa endemik pulau tunggal I. billitonensis [IUCN SSC Amphibian Specialist Group, 2018],” tulis laporan mereka dalam jurnal Herpetology Notes, 12 Februari 2023 sebagaimana dilansir dari mongabay.co.id.

Kusumah et al., [2023] menyebutkan, satu individu I. billitonensis dengan panjang 100 milimeter tersebut, ditemukan pada  ketinggian 420 meter. Seluruh area itu ditutupi serasah daun yang lembab di atas substrat berbatu. Spesimen tersebut, telah diawetkan dan disimpan di koleksi Laboratorium Zoologi, Yayasan Generasi Biologi Indonesia, Kabupaten Gresik, Jawa Timur, Indonesia [GBI 0068].

Spesimen ini menunjukkan karakter morfologi I. billitonensis, yakni kepala mengerucut tumpul, mata berbeda, lubang hidung ke atas, dan lidah agak lonjong. Bagian anteriornya [depan] menutupi splenial, yang sedikit terbuka di atas gusi, bagian collar [kerah leher] pertama berbeda di bawah, menyatu dengan collar kedua di atas.

Dari segi warna, spesimen yang masih fresh [segar] umumnya cokelat tanpa garis lateral. Tubuhnya agak cokelat zaitun di bagian atas, cokelat di bagian samping, cokelat muda di bagian perut, serta ventilasi, lubang hidung, dan tentakel dengan masing-masing satu titik cahaya, serta cincin yang lebih light mengelilingi mata.

atu individu Ichthyophis billitonensis [GBI 0068] yang ditemukan di Gunung Tajam di Pulau Belitung, Indonesia. Foto: W. Kusumah
Terancam

Dalam jurnal yang sama, caecilian dijelaskan mirip belut, tapi sejauh ini masuk dalam kelompok amfibi yang terdiri dari 219 spesies yang masih hidup [Frost, 2023]. Mereka tersebar di wilayah hutan tropis hingga sub-tropis, dan sebagian besar bersifat fosil atau berdiam di dalam tanah yang lembab dan kaya humus saat dewasa [Nussbaum dan Wilkinson, 1989; Venu et al., 2021].

Karena gaya hidupnya tersembunyi, sebagian besar ahli herpetologi dan biologi tidak mengenal mereka. Kondisi ini membuat pengetahuan komprehensif terkait sejarah alam dan kelimpahannya terbatas [Wang et al., 2015].

“Mereka mungkin yang paling sedikit diketahui di antara semua amfibi dan reptil. Sebagian besar spesies caecilian terancam karena deforestasi, polusi, dan perubahan iklim [Borzée et al., 2017]. Banyak spesies caecilian mungkin punah sebelum dapat dideskripsikan, dan bersama mereka menghilang kemungkinan untuk mempelajari perilaku dan ekologi mereka,” tulisnya.

Caecilian dari Genus Ichthyophis bersifat ovipar [berkembang biak dengan bertelur] dan terdapat di berbagai mikrohabitat terestrial, mulai dari hutan primer hingga perkebunan [IUCN SSC Amphibian Specialist Group, 2018].

Di Pulau Belitung, spesies Ichthyophis billitonensis mungkin segera teracam akibat hilangnya habitat dikarenakan penambangan timah terbuka. Selain itu, adanya perkebunan merupakan ancaman potensial bagi spesies ini dan dapat menghambat siklus hidupnya. Di Indonesia, caecilian juga terancam oleh perdagangan amfibi, namun konservasi sebagian besar spesies caecilian jarang dibahas.

“Sekitar 92 persen spesies caecilian di Asia Tenggara, termasuk dalam kategori kurang data atau  “Data Deficient” [Gower dan Wilkinson, 2005]. Pengumpulan data tambahan diperlukan untuk menilai distribusinya, di pulau asalnya dan untuk mengevaluasi habitat yang tersisa,” lanjutnya.

Mengutip dokumen pengelolaan lingkungan hidup [IKPLHD] Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tahun 2022, dari luas total luas daratan 1,6 juta hektar, hanya sekitar 460 ribu hektar yang kondisinya tidak kritis. Sementara, luas tutupan lahan pertambangan terus bertambah, dari sekitar 146 ribu hektar [2019] menjadi sekitar 156 ribu hektar [2022].

Fosil tertua

Mengutip ScienceDaily, kelompok amfibi hidup [Lissamphibia] termasuk katak dan salamander [Batrachia], serta caecilian seperti cacing tanpa kaki [Gymnophiona]. Selama ini, para peneliti berusaha mencari tahu bagaimana Batrachia bisa berhubungan dengan caecilian yang tidak berkaki dan lebih mirip cacing besar, belut atau bahkan ular.

Namun, pada 2019 lalu, tim ahli paleontologi dari Virginia Tech dan U.S. Petrified Forest National Park, menemukan jawabannya melalui temuan fosil caecilian era Triassic pertama, sekaligus yang tertua [250 juta-200 juta tahun lalu].

Fosil tersebut oleh Ben Kligman dinamai sebagai Funcusvermis gilmorei, ditemukan di Arizona’s Petrified Forest National Park selama penggalian tahun 2019, dan publikasi ilmiahnya telah diterbitkan di jurnal nature, 23 Januari 2023 lalu.

Penemuan Kligman et al., [2023], mendukung teori bahwa amfibi [katak, salamander, dan caecilian] berevolusi dari temnospondyl dissorophoid, kelompok amfibi purba yang sudah punah atau pernah hidup di zaman Paleozoikum [sekitar 250 juta tahun lalu].

“Penemuan fosil caecilian tertua menyoroti sifat penting dari bukti fosil baru. Banyak pertanyaan terbesar dalam paleontologi dan evolusi tidak dapat diselesaikan tanpa fosil seperti ini,” kata Kligman.

Funcusvermis gilmoreiberbagai fitur kerangka yang lebih terkait dengan fosil katak dan salamander awal, memperkuat bukti untuk asal usul yang sama dan hubungan evolusi yang era antara caecilian dan kedua kelompok ini. Funcusvermis juga berbagi fitur kerangka dengan kelompok kuno amfibi temnospondyl dissorophoid.

“Tidak seperti caecilian hidup, Funcusvermis tidak memiliki banyak adaptasi yang terkait dengan menggali bawah tanah. Ini menunjukkan fitur yang lebih lambat terkait dengan gaya hidup bawah tanah pada tahap awal evolusi caecilian,” terang Kligman.

No More Posts Available.

No more pages to load.