KILASBABEL.COM – Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) geram disalahkan oleh Wakil Ketua Johanis Tanak dalam operasi tangkap tangan (OTT) berkaitan kasus dugaan suap pengadaan alat pendeteksi korban reruntuhan di Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas).
Dalam kasus ini, KPK menjerat Kepala Basarnas 2021-2023 Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi dan Koorsmin Kabasarnas Letkol Adm Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka. Selain kedua prajurit aktif TNI, KPK juga menjerat tiga tersangka lainnya dari pihak swasta.
Pernyataan Johanis Tanak yang menyalahkan tim penindakan membuat Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Brigjen Pol Asep Guntur Rahayu mengajukan pengunduran diri.
Asep yang juga mengemban jabatan Direktur Penyidikan KPK ini merasa bertanggung jawab meski pada dasarnya penetapan tersangka dalam OTT harus mendapatkan restu pimpinan KPK.
“Bukankan penetapan tersangka juga melalui proses yang panjang dan mekanisme ekspose perkara yang dihadiri pimpinan dan berlaku keputusan yang menganut asas kolektif kolegial?” demikian surat resmi pegawai KPK kepada pimpinan KPK seperti yang diterima Liputan6.com dari sumber internal KPK, dikutip Minggu (30/7/2023).
Pegawai KPK menilai seharusnya komisioner KPK-lah yang bertanggung jawab penuh atas polemik ini, bukan sepenuhnya kesalahan Asep Guntur Rahayu. Pegawai sendiri meminta komisioner KPK mundur dari jabatan dan menahan agar Asep Guntur tetap bertahan dan memimpin tim penindakan.
Yang membuat pegawai kian marah, yakni pekerjaan mereka yang berisiko tinggi bukan diapresiasi pimpinan, tetapi malah disalahkan.
“Mengapa kami yang bekerja dengan segala daya upaya dan keselamatan kami jadi taruhan, namun, kami juga yang menjadi pihak yang disalahkan?” kata pegawai.
Asep Guntur Tak Pantas Disalahkan
Dalam surat itu, para pegawai juga menilai Brigjen Asep Guntur tidak pantas disalahkan atas polemik ini. Sebab, pegawai menilai Asep Guntur sudah bekerja dengan baik dalam penangkapan yang terjadi beberapa waktu lalu.
“Brigjen Asep Guntur merupakan senior, abang, dan orang tua kami di Kedeputian Penindakan dan Eksekusi. Bahkan, Beliau sering memberikan solusi jitu untuk keluar atau survive dari masalah yang dihadapi, baik di lapangan yang meliputi teknis dan taktis, maupun direktif melalui kebijakan strategis yang Beliau kuasai,” kata mereka.
Tak hanya pegawai, IM57+ Institute yang merupakan gabungan dari mantan pegawai KPK yang disingkirkan melalui tes wawasan kebangsaan (TWK) juga menyayangkan sikap Johanis Tanak yang malah menyalahkan para penyelidik. IM57+ Institue ini menyebut pimpinan KPK sedang mencuci tangannya.
“Pimpinan KPK seharusnya bertanggung jawab, tidak boleh cuci tangan seolah-olah ini adalah pekerjaan tim penyelidik semata,” kata Ketua IM57+ Institute M Praswad Nugraha melalui keterangan tertulis dikutip Minggu (30/7).
Semua Tindakan Penyelidik Disetujui Pimpinan KPK
Praswad menjelaskan semua tindakan penyelidik saat menangani perkara baik yang dibangun melaui OTT ataupun penyelidikan terbuka selalu diketahui dan disetujui pimpinan KPK. Praswad menyebut konsep itu diatur dalam Pasal 39 ayat 2 Undang-Undang KPK.
Pasal 39 ayat 2 UU KPK menekankan bahwa segala tindakan yang dilakukan oleh tim KPK adalah atas perintah pimpinan KPK
“Penyelidik dan penyidik telah bekerja keras dalam proses penanganan perkara ini. Jangan sampai ketika ada persoalan kesalahan dilimpahkan kepada para pegawai dan pimpinan hanya mau ketika ada prestasi,” kata Praswad.
IM57+ Institute menilai pimpinan KPK seharusnya malu menyalahkan bawahannya secara terbuka. IM57+ Institute pun mempertanyakan tanggung jawab para komisioner yang kini dipimpin Komjen Pol (Purn) Firli Bahuri.
“Kesalahan atau ketidakcermatan pimpinan KPK tidak boleh terjadi di dalam proses pro justisia (penanganan perkara), karena berpotensi masuk di dalam penyalahgunaan kewenangan,” pungkas Praswad.
Sumber : liputan6.com