KILASBABEL.COM – Makanan tradisional “Lakso Habang” dari Kabupaten Bangka Selatan, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB).
“Makanan tradisional khas daerah Lakso Habang sudah masuk dalam WBTB yang ditetapkan oleh Kemendikbud Ristek,” kata Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Bangka Selatan Elfan Rulyadi sebagaimana dilansir dari Antara, Sabtu (2/9).
Ia menjelaskan, Lakso Habang merupakan satu dari beberapa makanan tradisional khas Bangka Selatan yang sudah diajukan melalui pencatatan Warisan Budaya Tak Benda tahun 2021.
“Lakso Habang ini sudah kita ajukan sejak 2021 dan baru tahun ini ditetapkan sebagai WBTB,” ujarnya.
Lakso Habang merupakan salah satu makanan khas Melayu Bangka yang sudah ada sejak 120 tahun silam. Lakso biasa dinikmati sebagai kuliner khas Kota Toboali dengan kuah santan yang menggunakan bumbu-bumbu rempah yang khas, dicampur dengan ikan dan ditaburi dengan bawang goreng.
Elfan mengatakan, Lakso Habang beberapa kali mengalami penangguhan dan perbaikan karena memerlukan kajian lebih mendalam terhadap narasi sejarah, nilai, makna dan pelestariannya.
“Selain Lakso Habang, kita juga mengajukan beberapa karya budaya lainnya di antaranya Beraben Gasing, Gangan Kuneng, Belacan Habang, Mie Habang dan Bungkol untuk ditetapkan sebagai WBTB,” ujarnya.
Namun, kata dia, karya budaya tersebut harus ditangguhkan penetapannya sebagai WBTB karena proses yang sangat ketat dan detail terhadap informasi data dan kualitas video.
“Dengan ditetapkannya Lakso Habang sebagai WBTB, maka hingga saat ini kita sudah memiliki enam karya budaya yang terdaftar sebagai WBTB di Kemendikbud Ristek,” ujarnya.
Kepala Bidang Pembinaan Kebudayaan Dindikbud Bangka Selatan Andrie Taufiqullah mengatakan, bahwa Lakso Habang sudah menjadi hak paten daerah dan sudah ditetapkan sebagai WBTB.
“Kami berharap makanan tradisional ini bisa terus dilestarikan di masyarakat agar bisa menumbuhkembangkan rasa cinta terhadap daerah,” katanya.
Ia mengatakan, Lakso Habang terus dijaga kelestariannya setelah ditetapkan sebagai WBTB.
“Harus dilakukan paya pelindungan, pengembangan, pemanfaatan hingga pembinaan agar pelestarian budaya dapat berjalan lancar dan tersistematis,” ujarnya.