Kisah 5 Guru yang Mengabdi di Daerah Pedalaman, Inspiratif!

oleh -327 Dilihat
Foto : istimewa.

KILASBABEL.COM – Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Mereka rela mengorbankan banyak hal demi memberikan pendidikan yang layak kepada muridnya, termasuk mengajar di daerah pedalaman.

Mereka tidak keberatan harus bersusah-susah hidup di pedalaman. Kisah para pahlawan tanpa tanda jasa ini betul-betul menginspirasi. Yuk simak kisahnya di bawah ini!

Sarwendah Kongtesha

Sarwendah Kongtesha mengikuti progam Sarjana Mendidik di daerah Terluar, Terdepan dan Tertinggal (SM3T).

Dia mendapat tugas mengajar di Desa Wai Kela, Kecamatan Adonara, Kabupaten Flores Timur yang mayoritas penduduknya beragama Katolik.

Sarwendah sendiri beragama Islam dan sehari-hari mengenakan jilbab.

Namun hal tersebut tidak membuatnya patah arang. Meskipun merasa aneh pada awalnya, namun masyarakat dan kepala sekolah selalu melindunginya.

Bahkan kepala sekolah mencarikan tempat tinggal untuknya tanpa membayar satu rupiah pun.

Masalah berjilbab pun ia diskusikan kepada istri kepala sekolah dan mendapat respons yang positif.

Sarwendah merasakan indahnya toleransi suku dan beragama menjadi sangat penting di tengah keberagaman penduduk Indonesia ini.

Indri Inggriaty Marliansari Bengu

Indri Inggriaty Marliansari Bengu mendapat tugas mengajar di Desa Edagotadi, Kabupaten Deiyai, Papua, yang merupakan sebuah desa yang kekurangan air.

Untuk mendapatkan air mereka harus pergi ke bawah gunung. Di sana juga tidak ada listrik. Indri terpaksa menggunakan genset untuk mengisi baterai ponsel dan laptopnya sehingga alat elektroniknya cepat rusak.

Ada pengalaman pahit saat Indri dan kawannya bertugas di sana. Ternyata di daerah pedalaman juga terjadi perampokan rumah.

Suatu malam ada pria yang masuk dan memaksa menyerahkan semua benda-benda berharga sambil membawa senapan.

Setelah diberikan semua barang berharga, perampok pun pergi dengan membawa barang berharga.

Zully Hijah Yanti AD

Zully Hijah Yanti AD, perempuan asal Aceh, juga mengikuti program SM3T. Ia ditugaskan di daerah Sambas, Kalimantan Barat.

Ia mengajar di di SMP Negeri 4 Satu Atap di Desa Sungai Tomab, Kecamatan Salatiga, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat.

Cuacanya yang sangat panas sering membuat hidung Zully mimisan.

Di sana juga dia harus menggunakan air sungai sebagai sumber kehidupan sehari-hari. Air sungai yang kurang bersih terpaksa ia gunakan bersama warga yang lain.

Novianti Islahniah

Novianti Islahniah punya panggilan sayang dari murid-muridnya, yaitu Ibu Bandung karena dia memang berasal dari Bandung.

Dia diperbantukan ke sebuah desa terpencil di Aceh bernama Akoja.

Jadi guru di daerah pedalaman bukanlah hal mudah. Novianti pernah kehilangan dua temannya ketika menaiki perahu saat berangkat mengajar.

Beruntung, tempat Novianti bertugas punya infrastruktur yang sudah cukup baik. Namun, tetap saja butuh perjuangan ekstra.

Ia harus mengarungi sungai untuk menuju tempatnya mengajar. Tempatnya mengajar juga rawan bencana, seperti banjir.

Saat banjir datang maka sekolah otomatis libur dan warga lebih memilih untuk menyelamatkan dirinya masing-masing.

Sri Utami

Kisah Sri Utami menjadi guru di pedalaman menjadi sebuah ironi untuk kehidupannya.

Sri berusaha mati-matian mencerdaskan anak bangsa dengan mengajar, sementara anaknya sendiri tidak bersekolah karena Sri tidak mampu membayar biaya pendidikannya.

Sri adalah guru bantu di Boalemo, Gorontalo. Sebagai guru bantu, dia tidak bisa berharap banyak pada upah bulanannya.

Kehidupan Sri bisa dibilang serba kekurangan. Namun, dia tidak lantas putus asa. Dia tetap melaksanakan tugasnya dengan baik.

Itulah kisah-kisah inspiratif dari para guru yang bertugas di daerah pedalaman. Kisah mana yang menurut Moms paling inspiratif? Share yuk!

 

Sumber : Orami.

No More Posts Available.

No more pages to load.