KILASBABEL.COM – Semakin banyak berdzikir akan menghidupkan hati. Sementara hati yang mati disebabkan lalainya dari mengingat Allah Ta’ala lewat dzikrullah.
“Selain memotivasi para hamba-Nya untuk banyak berdzikir, Allah ta’ala juga mengingatkan mereka agar tidak lalai dari berdzikir. Bahkan terkadang Allah menggabungkan antara keduanya,” kata Pengasuh pesantren Tunas Ilmu Purbalingga sekaligus dosen Sekolah Tinggi Dirasat Islamiyyah Imam Syafi’i Jember Ustadz Abdullah Zaen melalui pesan Telegram.
Allah Subhanahu wa Ta’ala alam firman-Nya,
“وَاذْكُرْ رَبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَخِيفَةً وَدُونَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَالآصَالِ وَلا تَكُنْ مِنَ الْغَافِلِينَ”.
“Ingatlah Rabbmu dalam hatimu dengan rendah hati dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, pada waktu pagi dan petang, serta janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai”. (QS. Al-A’raf ayat 205).
Kebutuhan seorang hamba kepada dzikir melebihi kebutuhan seekor ikan terhadap air, sebab dzikir merupakan sumber kehidupan hati. Nabi Muhammad shallallahu’alaihiwasallam memberikan sebuah perumpamaan yang sangat buruk bagi insan yang enggan berdzikir. Kata beliau,
“مَثَلُ الَّذِي يَذْكُرُ رَبَّهُ وَالَّذِي لَا يَذْكُرُ رَبَّهُ مَثَلُ الْحَيِّ وَالْمَيِّتِ”.
“Perumpamaan orang yang berdzikir (mengingat) Rabbnya dan orang yang tidak berdzikir seperti orang yang hidup dan orang yang mati”. HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Musa al-Asy’ary radhiyallahu’anhu.
Ustadz Abdullah menjelaskan, berdasarkan keterangan di atas, hati para manusia bisa diklasifikasikan menjadi tiga jenis.
Tiga Jenis Hati
Pertama, hati yang hidup dan sehat. Adalah hati yang senantiasa dipenuhi dengan dzikrullah. Hati yang mengikhlaskan seluruh amalannya hanya untuk Allah ta’ala. Ia mencintai, membenci, memberi dan menahan pemberian karena Allah semata. Dalam bertindak dan berlaku, selalu yang dijadikan sebagai patokan adalah keridaan Allah dan Rasul-Nya shallallahu’alaihiwasallam bukan yang lain.
Kedua, hati yang mati. Adalah hati yang kosong dari dzikrullah. Hati yang tidak mengenal Rabbnya, tidak beribadah pada-Nya, tidak menjalankan perintah-Nya maupun menjauhi larangan-Nya. Ia mencintai, membenci, memberi dan menahan pemberian semata karena menuruti hawa nafsunya.
Ketiga, hati yang sakit. Adalah hati yang masih hidup namun menderita penyakit. Tergantung unsur mana yang lebih dominan. Terkadang penyakitnya berkurang karena porsi dzikirnya ia tingkatkan. Namun seringkali, penyakitnya semakin parah, karena terlalu lama tidak berdzikir, sehingga hampir-hampir ia mati.
“Hati pertama adalah hati yang subur dan lembut. Hati kedua adalah hati yang tandus dan mati. Hati ketiga adalah hati yang sakit, kadangkala mendekati kesembuhan dan tidak jarang pula mendekati kematian. Nomor berapakah hati kita?” ucap Ustadz Abdullah.
Sumber : Republika.