KILASBABEL.COM – Fenomena makan tabungan masyarakat Indonesia semakin menjadi. Berdasarkan Survei Konsumen dari Bank Indonesia, rasio tabungan terhadap pendapatan per Oktober 2023 turun jauh dibandingkan posisi sebelum pandemi Covid-19 atau Oktober 2019.
Pada bulan kesepuluh tahun ini rasio simpanan terhadap pendapatan masyarakat Indonesia sebesar 15,7%. Pengeluaran dan pembayaran cicilan, masing-masing 76,3% dan 8,8%.
Pada bulan yang sama tahun 2019, rasio simpanan terhadap pengeluaran masyarakat di Tanah Air masih jauh lebih besar, yakni 19,8%. Pasalnya pengeluaran dan pembayaran cicilan pada periode itu sebesar 68% dan 12,2%.
Berdasarkan data BI, kelompok masyarakat dengan pendapatan Rp 4,1 juta hingga Rp 5 juta yang mengalami penurunan rasio simpanan terhadap pendapatan paling dalam atau sebesar 460 basis poin (bps). Kemudian disusul oleh kelompok pendapatan Rp 2,1 juta hingga Rp 3 juta, yakni merosot 400 bps.
Kelompok pendapatan Rp 1 juta hingga Rp 2 juta yang tercatat mengalami penurunan rasio paling kecil atau 180 bps.
Imbasnya, sepanjang tahun ini simpanan masyarakat di Indonesia tumbuh seret, bahkan per Oktober 2023 dana pihak ketiga (DPK) perbankan hanya tumbuh 3,9% secara tahunan (yoy).
Mengutip data Bank Indonesia, per Oktober 2023 dana masyarakat yang dihimpun mencapai Rp 7.982,3 triliun. Bila dirinci sebanyak 63% di antaranya merupakan dana murah atau current account savings account (CASA) yang terdiri dari giro dan tabungan.
Lemahnya penempatan dana masyarakat di bank pun terlihat sangat jelas bila melihat data sepanjang tahun berjalan (ytd). Giro dan tabungan, masing-masing, mengalami kontraksi 1,3% ytd dan 1,4% ytd.
Direktur Eksekutif Center of Reform Economics (CORE) Mohammad Faisal mengatakan hal itu menjadi indikasi bahwa ada fenomena makan tabungan di masyarakat Indonesia. Dia menduga ada penurunan pendapatan, sehingga porsi tabungan harus diambil untuk menutupi kebutuhan.
“Konsumsi ini ada primer sampai tersier. Primer ini tidak bisa dikurangi, jadi kalau kurang mau tidak mau harus ambil dari tabungan,” katanya kepada CNBC Indonesia, dikutip Sabtu, (2/11).
Dia melanjutkan penurunan paling tajam terjadi pada pendapatan menengah atas menurut data BI karena sebelumnya kelompok tersebut memiliki porsi yang cukup untuk memiliki porsi tabungan yang lebih tebal. Kelompok bawah cenderung sedari awal tidak memiliki kemampuan yang cukup untuk menabung, sehingga saat terjadi penurunan pendapatan dan kenaikan konsumsi, porsi tabungan mereka relatif tidak berkurang banyak.
Selain itu, dia juga melihat likuiditas perbankan berkurang dipengaruhi oleh harga komoditas. Profitabilitas para pelaku usaha ekspor terkena imbas dari merosotnya harga komoditas, sehingga porsi tabungan mereka juga ikut berkurang.
Senada, Direktur PT Bank Centra Asia Tbk. atau BBCA Vera Eve Lim mengatakan perlambatan pertumbuhan DPK industri, karena fenomena harga komoditas yang menurun.
“Ini pasti juga pengaruhi CASA. Jadi tahun ini memang ada fenomena harga komoditas menurun dibanding tahun lalu. Kita harapkan tahun depan ini ada harganya lebih normal dibandingkan tahun ini,” kata Vera.
Sumber : cnbcindonesia.com