KILASBABEL.COM – Kasus seorang pria (23 tahun) yang tewas gantung diri di Kediri, Selasa, 12 Desember 2023, menambah panjang jumlah orang bunuh diri akibat pinjaman online (pinjol).
Total, sebanyak 25 orang bunuh diri karena pinjol, bank keliling dan bank emok hingga 16 Desember 2023. Jumlah ini yang tertinggi dalam lima tahun terakhir.
Pada tahun 2019, saat pinjaman online mulai memasyarakat, jumlah orang yang mengakhiri hidupnya, percobaan bunuh diri (berhasil diselamatkan), dan membunuh orang lain mencapai 51 kasus.
Pada tahun 2021, saat puncak pendemi Covid-19, jumlah kasus bunuh diri karena masalah utang tersebut sebanyak 13 orang.
“Data ini diolah dari berbagai berita media massa sejak tahun 2019 hingga 16 Desember 2023. Dengan asumsi bahwa tidak semua kasus bunuh diri karena terjerat utang online ilegal dan sejenisnya diberitakan media, maka bisa diduga jumlah kasus tersebut dapat saja lebih dari 51 kasus,” ungkap Founder Center for Financial and Digital Literacy, Rahman Mangussara, dikutip dari siaran pers, Selasa (19/12).
Dari jumlah 51 kasus tersebut, lima di antaranya anak di bawah umur lima tahun (balita) yang dibunuh oleh orang tuanya sebelum mereka bunuh diri. Selain itu, terdapat dua pasang suami istri (empat orang), sebanyak 31 pria dan 15 wanita (5 balita tidak dikategorikan jenis kelaminnya).
Terdapat satu orang masih siswa sekolah menengah atas. Rentang umur (di luar balita) paling muda 16 tahun dan paling tua 64 tahun. Sebagian besar kasus bunuh diri ini dengan cara gantung diri.
Menurut Rahman, angka kasus bunuh diri ini sungguh sangat mencemaskan dan seharusnya sudah membunyikan alarm tanda bahaya bagi semua pihak, otoritas, pemerintah dan pelaku usaha untuk segera bertindak mengatasi dan mencegah hal ini terjadi lagi. Solusinya harus menyeluruh, dari masalah ekonomi hingga kesehatan mental.
“Kami tidak ingin terjebak dengan istilah ilegal versus legal dengan mengatakan bahwa kasus-kasus bunuh diri ini disebabkan oleh pinjaman ilegal. Perlindungan bukan hanya untuk konsumen jasa keuangan, tapi juga masyarakat secara umum harus dilindingi,” jelas Rahman.
Rahman mengatakan masyarakat yang terjebak utang online dan mungkin juga judi online yang makin marak belakangan ini, mesti mendapat perhatian serius sebelum mereka telanjur bermasalah. Rahmat menilai, jalan pintas dengan melakukan bunuh diri, seharusnya bisa dicegah seandainya ada pihak yang dari awal sudah mendeteksinya.
“Pertama-tama dan terutama adalah membereskan akar masalahnya yakni ekonomi keluarga. Kedua, penegakan hukum yang keras terhadap pinjol ilegal. Fakta bahwa sudah ratusan pinjol ilegal sudah ditutup, tetapi tetap muncul lagi. Di satu sisi mereka tidak jera dan di sisi lain ada permintaan dari masyarakat,” ujar Rahmat.
Mayoritas Peminjam Pinjol adalah Gen Z dan Milenial
Berdasarkan data September 2023 yang dirilis OJK, persentase pinjaman yang diberikan untuk sektor produktif hanya 37% dari Rp20,7 triliun lebih penyaluran pinjaman pada bulan itu.
Sebagian besar sisanya adalah pinjaman konsumtif yang, tentu saja, berbunga tinggi yang sumber dananya sebagian besar (60% dari outstanding pinjol) justru berasal dari perbankan.
Rahmat menyimpulkan, sebagian besar pinjaman online dengan segala kemudahannya, memang dirancang untuk hal-hal konsumtif yang pengembaliannya tentu saja sangat tergantung pada daya tahan dan literasi finansial peminjam.
Berdasarkan data OJK, dari jumlah outstanding pinjaman perseorangan per September 2023, sebesar Rp50,2 triliun lebih, sebanyak Rp27,7 triliun peminjam berusia kurang dari 19 tahun hingga 34 tahun. Di mana pada umur tersebut biasa kita sebut sebagai Gen Z dan milenial, 50% lebihnya adalah perempuan.
“Jika para peminjam anak muda ini tidak memiliki literasi dan ketangguhan finansial, mudah untuk menebak bahwa kelak mereka akan kewalahan mengelola utangnya,” ucap dia.
Sumber : Liputan6.com