KILASBABEL.COM – Infak dan sedekah sangaf dianjurkan bagi umat Islam. Secara lahiriah, sedekah adalah aktivitas mengeluarkan harta untuk orang lain atau di jalan Allah SW, namun orang yang bersedekah justru tak pernah miskin. Mengapa?
Allah SWT berfirman dalam Alquran Surat al-Baqarah ayat 245:
مَنْ ذَا الَّذِيْ يُقْرِضُ اللّٰهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضٰعِفَهٗ لَهٗٓ اَضْعَافًا كَثِيْرَةً ۗوَاللّٰهُ يَقْبِضُ وَيَبْصُۣطُۖ وَاِلَيْهِ تُرْجَعُوْنَ
“Siapakah yang mau memberi pinjaman yang baik kepada Allah?76) Dia akan melipatgandakan (pembayaran atas pinjaman itu) baginya berkali-kali lipat. Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki). Kepada-Nyalah kamu dikembalikan.”
Dalam tafsir Kementerian Agama disebutkan, barang siapa mau meminjami atau menginfakkan hartanya di jalan Allah dengan pinjaman yang baik berupa harta yang halal disertai niat yang ikhlas, maka Allah SWT akan melipatgandakan ganti atau balasan kepadanya dengan balasan yang banyak dan berlipat sehingga kamu akan senantiasa terpacu untuk berinfak.
Allah SWT dengan segala kebijaksanaan-Nya akan menahan atau menyempitkan dan melapangkan rezeki kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya, dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan pada hari kebangkitan untuk mendapatkan balasan yang setimpal dan sesuai dengan apa yang diniatkan.
Diriwiyatkan Ibnu Hibban, Ibnu Abi Hatim, dan Ibnu Mardawaih dari Ibnu Umar ketika turun ayat 261 Surat Al Baqarah yang menerangkan bahwa orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah SWT nafkahnya itu adalah seperti sebutir benih yang menumbuhkan tujuh tangkai; pada tiap-tiap tangkai berisi seratus biji, maka Rasulullah SAW memohon, “Ya Tuhanku, tambahlah balasan itu bagi umatku (lebih dari 700 kali).”.
Setelah dikisahkan tentang umat yang binasa disebabkan karena ketakutan dan kelemahan kayakinan, maka dalam ayat ini Allah SWT menganjurkan agar umat rela berkorban menafkahkan hartanya di jalan Allah SWT dan nafkah itu dinamakan pinjaman.
Allah SWT, menamakannya pinjaman padahal Allah SWTT sendiri Mahakaya, karena Allah mengetahui bahwa dorongan untuk mengeluarkan harta bagi kemaslahatan umat itu sangat lemah pada sebagian besar manusia; hanya segolongan kecil saja yang rela berbuat demikian.
Hal ini dapat dirasakan di mana seorang hartawan kadang-kadang mudah saja mengeluarkan kelebihan hartanya untuk menolong kawan-kawannya, mungkin dengan niat untuk menjaga diri dari kejahatan atau untuk memelihara kedudukan yang tinggi, terutama jika yang ditolong itu kerabatnya sendiri.
Tetapi jika pengeluaran harta itu untuk mempertahankan agama dan memelihara keluhurannya serta meninggikan kalimah Allah SW yang di dalamnya tidak terdapat hal-hal yang menguntungkan bagi dirinya sendiri secara langsung di dunia, maka tidak mudah baginya untuk melepaskan harta yang dicintainya itu, kecuali jika secara terang-terangan atau melalui saluran resmi.
Oleh karena itu, ungkapan yang dipergunakan untuk menafkahkan harta benda di jalan Allah SWT itu sangat menarik, yaitu, “Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah SW, suatu pinjaman yang baik.”
Pinjaman yang baik itu yang sesuai dengan bidang dan kemanfaatannya dan dikeluarkan dengan ikhlas semata-mata untuk mencapai keridaan Allah SWT.
Allah SW menjanjikan akan memberi balasan yang berlipat ganda. Allah memberikan perumpamaan tentang balasan yang berlipat ganda itu seperti sebutir benih padi yang ditanam dapat menghasilkan tujuh tangkai padi, setiap tangkai berisi 100 butir, sehingga menghasilkan 700 butir.
Bahkan, Allah SWT membalas itu tanpa batas sesuai dengan yang dimohonkan Rasulullah bagi umatnya dan sesuai dengan keikhlasan orang yang memberikan nafkah.
Allah SWT membatasi rezeki kepada orang yang tidak mengetahui sunatullah dalam soal-soal pencarian harta benda karena mereka tidak giat membangun di pelbagai bidang yang telah ditunjukkan Allah SWT.
Allah SWT melapangkan rezeki kepada manusia yang lain yang pandai menyesuaikan diri dengan sunatullah dan menggarap berbagai bidang usaha sehingga merasakan hasil manfaatnya. Bila Allah SWT menjadikan seorang miskin jadi kaya atau sebaliknya, maka yang demikian itu adalah sepenuhnya dalam kekuasaan Allah SWT.
Anjuran Allah SWT menafkahkan sebagian harta ke jalan Allah, semata-mata untuk kemanfaatan manusia sendiri dan memberi petunjuk kepadanya agar mensyukuri nikmat pemberian itu karena dengan mensyukuri akan bertambah banyaklah berkahnya.
Kemudian Allah SWT menjelaskan bahwa semua makhluk akan dikembalikan kepada-Nya pada hari kiamat untuk menerima balasan amalnya masing-masing.
Sumber : Republika.