KILASBABEL.COM – Di tengah konflik Israel-Hamas yang sedang berlangsung dan situasi kemanusiaan yang mengerikan di Jalur Gaza, warga Palestina di wilayah kantong itu masih berharap bisa kembali menjalani kehidupan normal pada tahun yang baru.
Shaimaa al-Yazgi (26), seorang ibu empat anak, terpaksa berpindah 11 kali bersama keluarganya dari satu tempat ke tempat lain di tengah serangan udara Israel yang terus berlanjut.
“Terkadang, kami terpaksa lari ke jalan-jalan dan bersembunyi di rumah orang hanya demi melindungi diri dari rudal Israel,” kata perempuan Palestina itu kepada Xinhua.
“Ketika kami selamat dari setiap serangan Israel, saya merasa bahwa kami memiliki nasib yang beruntung, dan inilah yang mendorong saya untuk tetap optimistis bahwa kami akan selamat dari perang mematikan yang tengah berlangsung sekarang,” kata dia.
Saat ini, al-Yazgi tinggal di sebuah tenda sementara yang didirikan di bagian barat Kota Rafah di Gaza selatan, yang sedang dilanda kelangkaan air, makanan dan listrik.
“Saya hanya berharap agar bisa melanjutkan hidup meski saya masih belum tahu bagaimana nasib saya nantinya,” ujarnya.
Tidak jauh dari tenda al-Yazgi, Mohammed Abu Hamda, seorang pengungsi dari Beit Lahia, Gaza utara, duduk di kursi dan mendengarkan siaran berita melalui radio selulernya.
“Sepanjang hari, saya menantikan kabar baik tentang gencatan senjata yang dicapai antara Hamas dan Israel,” ujar ayah sembilan anak berusia 59 tahun itu kepada Xinhua.
“Pada malam seperti ini,” kenang lelaki tua tersebut, “putri, putra, dan cucu saya biasanya mengunjungi saya dan merayakan tahun baru… Kami biasanya menyantap kue dan manisan, serta mengucapkan selamat tahun baru kepada kami semua.”
Meski sedang berduka karena saat ini hidupnya berubah drastis setelah kehilangan rumah, pekerjaan, dan segalanya di Gaza, pria Palestina itu tetap berharap bisa kembali ke kampung halamannya dan segera berkumpul kembali dengan keluarganya.
Mariam al-Jamali, seorang remaja putri Palestina, juga merindukan suasana pesta yang biasa dia saksikan di hari terakhir setiap tahun.
“Pada tahun-tahun sebelumnya, saya biasanya menikmati perayaan tahun baru di jalanan bersama keluarga saya,” ungkap perempuan berusia 25 tahun itu kepada Xinhua, seraya mengeluh bahwa suasana saat ini menyedihkan.
“Tidak ada lampu di jalanan, dan orang-orang hanya sibuk mengatasi penderitaan mereka sehari-hari.”
Dia berharap bahwa sebuah terobosan akan dicapai dalam perundingan gencatan senjata sehingga semua warga Gaza bisa melanjutkan kembali hidup mereka.
Daerah kantong Palestina itu dibombardir Israel besar-besaran sejak 7 Oktober tahun lalu, yang sejauh ini telah menewaskan lebih dari 21.800 warga Palestina, menurut Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza.
Eskalasi Israel itu terjadi sebagai balasan atas serangan mendadak yang dilakukan Hamas pada 7 Oktober tahun lalu, ketika militan Hamas membunuh sekitar 1.200 warga di Israel dan menyandera lebih dari 200 orang, menurut data Israel.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperkirakan sekitar 1,9 juta orang di Gaza, atau sekitar 85 persen dari total populasi di sana, telah mengungsi sejak konflik meletus. Sebagian dari mereka terpaksa mengungsi beberapa kali untuk menghindari serangan Israel.
“Hampir separuh penduduk kelaparan dan menghabiskan hari tanpa makan,” kata Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB (UNRWA) untuk pengungsi Palestina dalam pernyataan persnya, seraya memperingatkan bahwa nyawa lebih banyak orang bisa terancam akibat kelaparan jika konflik terus berlanjut.
Badan PBB tersebut menyerukan komunitas internasional untuk menekan Israel agar menghentikan operasi militernya terhadap Gaza dan mengizinkan bantuan kemanusiaan menjangkau mereka yang terjebak di Gaza, wilayah pesisir yang dikepung Israel itu.
Sumber : Antara.