KILASBABEL.COM – Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan rapat terbatas mengenai Revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara di Istana Negara, Rabu (13/3/2024).
Terpantau, Presiden Jokowi memanggil sejumlah menteri, antara lain Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly. Para menteri mulai tiba di Istana sekitar pukul 9.30 WIB.
Usai rapat, beberapa menteri masih irit bicara mengenai hasil atau arahan yang diberikan Presiden Jokowi. Namun, Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan bahwa pemerintah masih membahas Revisi PP No.96/2021 tersebut.
“Masih dimatengin (revisi PP Nomor 96/2021),” kata Arifin usai rapat, kepada wartawan, Rabu (13/3/2024).
Begitu juga dengan target penyelesaian revisi aturan itu, ia hanya berharap bisa dilakukan dengan lebih cepat.
“Mudah-mudahan cepet lah,” kata Arifin.
Lantas, poin penting apa yang akan direvisi dalam PP No.96 tahun 2021 tersebut?
Di kesempatan berbeda, Arifin sempat menyebut, salah satu poin yang direvisi dari aturan tersebut yaitu terkait permohonan perpanjangan jangka waktu kegiatan operasi produksi untuk pertambangan mineral logam yang terdapat pada Pasal 59 Peraturan Pemerintah No.96 tahun 2021.
Pasal 59 (1) berbunyi:
“Permohonan perpanjangan jangka waktu kegiatan Operasi Produksi untuk Pertambangan Mineral logam, Mineral bukan logam jenis tertentu, atau Batu bara diajukan kepada Menteri paling cepat dalam jangka waktu 5 (lima) tahun atau paling lambat dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sebelum berakhirnya jangka waktu kegiatan Operasi Produksi.”
Kenapa ini direvisi?
Arifin sempat menjelaskan, karena ini terkait dengan usulan dari salah satu pemegang Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) mineral logam, yakni PT Freeport Indonesia.
IUPK PT Freeport Indonesia akan berakhir pada 2041 mendatang. Namun, perusahaan mengusulkan agar pihaknya dapat diberikan kepastian perpanjangan IUPK dalam waktu dekat karena terkait kelanjutan investasi dan rencana eksplorasi tambang tembaga perusahaan yang berada di Kabupaten Mimika, Papua. Bila poin ini tidak direvisi, maka artinya perusahaan baru bisa mengajukan perpanjangan kelanjutan operasi produksi paling cepat 5 tahun sebelum IUPK berakhir atau artinya sekitar tahun 2036.
Meskipun belum diputuskan, namun dia sempat mengemukakan bahwa kemungkinan besar PT Freeport Indonesia akan segera mendapatkan perpanjangan IUPK pasca 2041 hingga 2061 mendatang.
Dia menjelaskan, hal itu karena mempertimbangkan beberapa faktor. Pertama, perusahaan berjanji bakal membangun smelter baru. Kedua, yakni adanya penambahan saham 10% Pemerintah Indonesia di PTFI.
Pertimbangan lainnya yakni adanya potensi mineral yang dapat ditambang dan mempertimbangkan tambahan manfaat bagi pemerintah Indonesia.
“Dia akan bangun smelter baru lagi kemudian dia akan divestasi lagi yang jelas dalam undang-undang mensyaratkan kalau perpanjangan itu masukan ke pemerintah harus bertambah,” kata Arifin di Gedung Kementerian ESDM, Jumat (8/12/2023).
Sebelumnya, Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Tony Wenas membeberkan alasan di balik usulan perusahaan untuk segera mendapatkan kepastian perpanjangan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang akan berakhir pada 2041 mendatang.
Tony menyebut, pihaknya mengusulkan perpanjangan IUPK setelah 2041 kepada Pemerintah Indonesia tak lain untuk mengoptimalkan manfaat bagi kedua belah pihak, baik perusahaan maupun negara.
Dari sisi negara, ini juga penting agar penerimaan negara tidak berkurang. Dia menyebut, PTFI berkontribusi pada penerimaan negara sekitar US$ 4 miliar atau sekitar Rp 60 triliun per tahun.
Tak hanya penerimaan negara, menurutnya perusahaan juga turut berkontribusi pada pengembangan masyarakat, ketenagakerjaan, lingkungan, dan lainnya.
“Ini kan sebetulnya ada dua belah pihak. Karena kalau berhenti di 2041, padahal sumber dayanya ada, berarti kan penerimaan negara berhenti di 2041 yang jumlahnya kira-kira US$ 4 miliar atau Rp 60 triliun setahun. Program community development kita juga berhenti yang setiap tahun Rp 1,5 triliun, employment 30.000 orang juga berhenti di 2041. Jadi untuk kepentingan semua pihak, kalau memang ada potensi melanjutkan, ya sebaiknya dilanjutkan. Jadi semua mendapatkan manfaat,” jelasnya di Tembagapura, Kabupaten Mimika, Papua, dikutip Senin (04/12/2023).
“Ya kan memang untuk kepentingan semua pihak, kepentingan pemerintah, kepentingan masyarakat Papua, pemerintah daerah,” imbuhnya.
Dia menjelaskan, dari sisi perusahaan, usulan ini juga terkait dengan kelanjutan investasi dan kegiatan eksplorasi perusahaan setelah 2041 mendatang. Terlebih, lanjutnya, aktivitas tambang dari mulai eksplorasi hingga berproduksi membutuhkan jangka panjang atau sekitar 15 tahun.
Bila kepastian perpanjangan IUPK bisa segera diberikan Pemerintah Indonesia dalam waktu dekat ini, maka perusahaan sudah bisa merencanakan aktivitas tambang pasca 2041, khususnya untuk kegiatan eksplorasi.
Dia menyebut, dengan cadangan yang sudah ada saat ini, sudah cukup bagi perusahaan untuk bisa berproduksi sampai 2041. Adapun umur cadangan yang ada saat ini menurutnya cukup hingga 2050.
Bila tidak ada kepastian perpanjangan, atau bila kepastian perpanjangannya baru diberikan pada 2039 atau dua tahun sebelum IUPK berakhir, maka dikhawatirkan akan ada kekosongan aktivitas pertambangan setelah 2041.
“Kita perlu 15 tahun kira-kira untuk membangun tambang supaya tidak terjadi kekosongan produksi pada tahun 2041. Kalau baru tahun 2039 diperpanjang, ya kita nanti nambangnya 2055,” ucapnya.
Sumber : cnbcindonesia.com