KILASBABEL.COM – Al-Qarawiyyan adalah perpustakaan yang didirikan pada tahun 859 Masehi di Fez, Maroko, Benua Afrika. Fatima El-Fihriya putri seorang imigran kaya dari Tunisia yang mendirikan Al-Qarawiyyan.
Al-Qarawiyyan dianggap sebagai perpustakaan tertua di Afrika. Perpustakaan ini dianggap berbeda dengan perpustakaan tua lainnya di belahan dunia. Karena perpustakaan ini digunakan terus menerus sejak didirikan.
El-Fihriya dikenal sebagai seorang sarjana dan wanita Muslim yang taat. Dia memutuskan untuk mendedikasikan warisannya yang banyak untuk kemajuan pendidikan agama dan sains. Dia juga mendirikan pusat pendidikan, perpustakaan, merawat manuskrip kuno tentang teologi, hukum, astronomi, dan tata bahasa yang berasal dari abad ke-7.
Buku-buku dan manuskrip di sana yang paling menonjol adalah Muqaddimah karya Ibn Khaldun dari abad ke-14 dan
Alquran dari abad ke-9 yang ditulis dengan kaligrafi Kufik. Selain itu ada sebuah manuskrip di Sekolah Hukum Islam Maliki yang ditulis seorang ahli hukum dan filsuf Spanyol, Ibn Rushd yang hidup di abad ke-12.
Kompleks Perpustakaan Al-Qarawiyyan yang diperbesar dari abad ke abad saat ini meliputi masjid, perpustakaan, dan universitas.
Menurut Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO), Al-Qarawiyyan adalah lembaga pendidikan operasional tertua di dunia. Dilansir dari laman Muslim Heritage, Sabtu (18/5/2024)
Banyak lulusan Al-Qarawiyyan yang menjadi terkenal di dunia. Di antaranya Ibnu Al Arabi seorang penyair dan filsuf belajar di sana pada abad ke-12. Sejarawan dan ekonom Ibnu Khaldun di abad ke-14. Sementara di abad pertengahan, Al-Qarawiyyin memainkan peran utama dalam melakukan transfer pengetahuan antara Muslim dan orang-orang Eropa.
Universitas Al-Qarawiyyan
Sebagaimana diketahui, kompleks Perpustakaan Al-Qarawiyyan yang diperbesar dari abad ke abad saat ini meliputi masjid, perpustakaan, dan universitas.
Awalnya, fondasi masjid selain sebagai ruang ibadah, juga berfungsi sebagai pusat pembelajaran bagi masyarakat Qayrawaniyyin. Seperti masjid lainnya, Al-Qarawiyyan segera berkembang menjadi tempat pengajaran agama dan diskusi politik, secara bertahap memperluas pendidikannya ke semua mata pelajaran, khususnya ilmu alam.
Di antara mata pelajaran yang diajarkan, selain
Alquran dan fiqih, adalah mata pelajaran tata bahasa, retorika, logika, kedokteran, matematika, astronomi, kimia dan bahkan sejarah, geografi dan musik. Keragaman topik dan kualitas pengajarannya yang tinggi menarik para cendekiawan dan pelajar dari seluruh dunia Muslim.
Begitu banyaknya jumlah pendaftar sehingga universitas harus menerapkan sistem seleksi yang ketat berdasarkan sejumlah syarat. Termasuk syarat menyelesaikan pembelajaran
Alquran dari madrasah dasar, pengetahuan yang baik tentang bahasa Arab, dan ilmu-ilmu umum.
Universitas Al-Qarawiyyan mendapat kekaguman dari berbagai sultan yang tidak menunda-nunda memberikan subsidi, hadiah, dan terkadang harta, terutama buku.
Universitas Al-Qarawiyyan mengumpulkan naskah-naskah pilihan yang sangat baik dalam berbagai disiplin ilmu, yang disimpan di perpustakaan yang didirikan oleh Marinid Sultan Abu-Annan di sisi timur halaman pada tahun 750 H (1349 M) sebelum dipindahkan, menjelang akhir tahun 1000 H (1591 M), di lokasinya sekarang oleh Saadid Emir Ahmed Al-Mansur.
Di antara manuskrip paling berharga di perpustakaan ini adalah jilid-jilid dari Muwatta’ Imam Malik yang terkenal (kumpulan hadis yang disusun oleh Imam Malik) ditulis pada kulit rusa, Sirat Ibnu Ishaq ditulis pada tahun 270 H (883 M), salinan
Alquran yang dihadiahkan oleh Sultan Ahmed Al-Mansur Al-Dhahabi kepada universitas pada tahun 1011 H (1602 M), dan salinan asli buku Ibnu Khaldun Kitab Al-‘Ibar (buku pelajaran), dihadiahkan ke perpustakaan pada tahun 799 H (1396 M).
Al-Qarawiyyan meraih ketenaran bergengsi, menghasilkan sejumlah ulama terkemuka yang memiliki pengaruh kuat di bidang intelektual dan akademis di dunia Muslim. Di antara nama-nama besar tersebut, Abu Abullah Al-Sati, Abu Al-Abbas al-Zwawi, Ibnu Rasyid Al-Sabti (w 721 H/ 1321 M), Ibnu Al-Haj Al-Fasi (w 737 H/ 1336 M) dan Abu Madhab Al-Fasi yang memimpin generasinya dalam kajian mazhab Maliki.
Transfer Pengetahuan ke Eropa
Di panggung dunia, Al-Qarawiyyan, pada abad pertengahan, memainkan peran utama dalam pertukaran budaya dan transfer pengetahuan antara Muslim dan Eropa. Ulama perintisnya antara lain Ibnu Maymun (Maimonids, (1135-1204) yang diajar di Al-Qarawiyyan oleh Abdul Arab Ibnu Muwashah.
Al-Idrissi (wafat 1166 M) yang terkenal, dikabarkan ia menetap di Fes dalam jangka waktu yang cukup lama, hal ini menunjukkan bahwa ia pasti pernah bekerja atau belajar di Al-Qarawiyyan. Sumber juga mencantumkan sejumlah tokoh seperti Ibnu Al-‘Arabi (1165-1240 M), Ibnu Khaldun (1332-1395 M), Ibnu Al-Khatib, Alpetragius, Al-Bitruji, Ibnu Harazim, dan Ibnu Wazzan dikatakan semuanya mengajar di Al-Qarawiyyan. Beberapa catatan sejarah juga menyebutkan bahwa Ibnu Zuhr (yang meninggal 1131 M) menghabiskan banyak waktu bepergian antara Andalusia, Fes, dan Marrakesh (kota di barat daya Maroko).
Di antara saksi Kristen atas kontribusi Al-Qarawiyyan adalah Gerbert dari Aurillac (930-1003), yang terkenal sebagai Paus Sylvester II, dan yang berjasa memperkenalkan penggunaan angka nol dan angka Arab ke Eropa, belajar di Al-Qarawiyyan.
Nichola Louvain dari Belgia menetap di Fes pada tahun 1540 dan belajar bahasa Arab di Al-Qarawiyyan. Kemudian diikuti oleh Deutch Golius yang juga belajar bahasa Arab di sana.
Meskipun demikian dahsyatnya peran Al-Qarawiyyan mencerahkan masyarakat dengan ilmu pengetahuan, Prancis yang terkenal sebagai penjajah pelaku kolonial tetap menyebut Al-Qarawiyyan dengan sebutan Dark House atau rumah gelap. Hal tersebut dikatakan oleh Lyautey seorang Jenderal Prancis yang memimpin Misi Peradaban Prancis di Maroko. Itu komentar yang menunjukkan sedikitnya rasa hormat Lyautey terhadap peradaban.
Sumber : Muslim Heritage