6 Amalan Sunnah Dianjurkan pada Hari Raya Idul Adha

oleh -108 Dilihat
Foto : ilustrasi. (net)

KILASBABEL.COM – Hari Raya Idul Adha, yang jatuh pada tanggal 10 Dzulhijjah, merupakan salah satu hari besar dalam kalender Islam. Hari ini tidak hanya dikenal sebagai Hari Raya Kurban, tetapi juga sebagai hari yang penuh dengan berbagai amalan dan ibadah.

Dalam merayakan Hari Raya Idul Adha, ada beberapa amalan sunnah yang sangat dianjurkan untuk dilakukan oleh umat Muslim. Amalan-amalan ini tidak hanya meningkatkan keimanan dan ketakwaan, tetapi juga memperkuat ikatan sosial di antara sesama umat Muslim.

Idul Adha juga adalah hari raya yang penuh berkah bagi umat Islam. Selain melaksanakan ibadah kurban, ada amalan sunnah lain yang bisa dikerjakan untuk menambah pahala dan mengikuti sunnah Rasulullah saw.

Berikut enam amalan sunnah yang dianjurkan oleh para ulama untuk dilaksanakan pada Hari Raya Idul Adha.

1. Mengumandangkan takbir di masjid-masjid, mushala, dan rumah-rumah pada malam hari raya.

Waktunya mulai dari terbenam matahari sampai imam naik ke mimbar untuk berkhutbah pada Hari Raya Idul Adha, yang terus dilanjut sampai tanggal 13 Dzulhijjah pada hari tasyriq. Malam Idul Adha tersebut kita dianjurkan untuk mengagungkan, memuliakan, dan menghidupkannya. Anjuran ini sebagaimana terdapat dalam kitab Raudlatut Thalibin: 

فَيُسْتَحَبُّ التَّكْبِيرُ الْمُرْسَلُ بِغُرُوبِ الشَّمْسِ فِي الْعِيدَيْنِ جَمِيعًا، وَيُسْتَحَبُّ اسْتِحْبَابًا مُتَأَكَّدًا، إِحْيَاءُ لَيْلَتَيِ الْعِيدِ بِالْعِبَادَةِ

Artinya: Disunnahkan mengumandangkan takbir pada malam hari raya mulai terbenamnya matahari, dan sangat disunnahkan juga menghidupkan malam hari raya tersebut dengan beribadah.

Sebagian ulama ahli fiqih ada yang memberi keterangan tentang beribadah di malam hari raya, yaitu dengan melaksanakan shalat maghrib dan isya berjamaah, sampai dengan melaksanakan shalat subuh berjamaah.

2. Mandi untuk shalat Id sebelum berangkat ke masjid.

Hal ini boleh dilakukan mulai dari pertengahan malam, sebelum waktu subuh, dan yang lebih utama adalah sesudah waktu subuh. Karena tujuan dari mandi adalah membersihkan anggota badan dari bau yang tidak sedap, dan membuat badan menjadi segar bugar. Mandi sebelum waktu berangkat ke masjid adalah yang paling baik.

يُسَنُّ الْغُسْلُ لِلْعِيدَيْنِ، وَيَجُوزُ بَعْدَ الْفَجْرِ قَطْعًا، وَكَذَا قَبْلَهُ، ويختص بالنصف الثاني من الليل

Artinya: Disunnahkan mandi untuk shalat Id, untuk waktunya boleh setelah masuk waktu subuh atau sebelum subuh, atau pertengahan malam.

Kesunnahan mandi adalah untuk semua kaum muslimin, laki-laki maupun perempuan, baik yang akan akan berangkat melaksanakan shalat Id maupun bagi perempuan yang sedang udzur syar’i sehingga tidak bisa melaksanakan shalat Id.

3. Disunnahkan memakai wangi-wangian, memotong rambut, memotong kuku, menghilangkan bau-bau yang tidak enak, untuk memperoleh keutamaan hari raya.

Dalam kitab Al-Majmu’ Syarhul Muhadzab terdapat keterangan mengenai amalan sunnah ini.

والسنة أن يتنظف بحلق الشعر وتقليم الظفر وقطع الرائحة لانه يوم عيد فسن فيه ما ذكرناه كيوم الجمعة والسنة أن يتطيب

Artinya: Disunnahkan pada hari raya Id membersihkan anggota badan dengan memotong rambut, memotong kuku, menghilangkan bau badan yang tidak enak, karena amalan tersebut sebagaimana dilaksanakan pada hari Jumat, dan disunnahkan juga memakai wangi-wangian.

4. Memakai pakaian yang paling baik lagi bersih dan suci jika memilikinya.

Jika tidak memilikinya maka cukup memakai pakaian yang bersih dan suci. Akan tetapi sebagian ulama mengatakan bahwa yang paling utama adalah memakai pakaian yang putih dan memakai serban. Dalam Kitab Raudlatut Thalibin dijelaskan:

وَيُسْتَحَبُّ أَنْ يَلْبَسَ أَحْسَنَ مَا يَجِدُهُ مِنَ الثِّيَابِ، وَأَفْضَلُهَا الْبِيضُ، وَيَتَعَمَّمُ. فَإِنْ لَمْ يَجِدْ إِلَّا ثَوْبًا، اسْتُحِبَّ أَنْ يَغْسِلَهُ لِلْجُمُعَةِ وَالْعِيدِ، وَيَسْتَوِي فِي اسْتِحْبَابِ جَمِيعِ مَا ذَكَرْنَاهُ، الْقَاعِدُ فِي بَيْتِهِ، وَالْخَارِجُ إِلَى الصَّلَاةِ، هَذَا حُكْمُ الرِّجَالِ. وَأَمَّا النِّسَاءُ، فَيُكْرَهُ لِذَوَاتِ الْجَمَالِ وَالْهَيْئَةِ الْحُضُورُ، وَيُسْتَحَبُّ لِلْعَجَائِزِ، وَيَتَنَظَّفْنَ بِالْمَاءِ، وَلَا يَتَطَيَّبْنَ، وَلَا يَلْبَسْنَ مَا يُشْهِرُهُنَّ مِنَ الثِّيَابِ، بَلْ يَخْرُجْنَ فِي بِذْلَتِهِنَّ.

Artinya: Disunnahkan memakai pakaian yang paling baik, dan yang lebih utama adalah pakaian warna putih dan juga memakai serban. Jika hanya memiliki satu pakaian saja, maka tidaklah mengapa ia memakainya. Ketentuan ini berlaku bagi kaum laki-laki yang hendak berangkat shalat Id maupun yang tidak. Sedangkan untuk kaum perempuan cukuplah ia memakai pakaian biasa sebagaimana pakaian sehari-hari, dan janganlah ia berlebih-lebihan dalam berpakaian serta memakai wangi-wangian.

Rasulullah saw, memberi penjelasan tentang memakai pakaian yang paling baik, sebagaimana diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra.

كَانَ يلبس في العيد برد حبرة

Artinya: Rasulullah saw di hari raya memakai burda hibarah (pakaian yang indah berasal dari Yaman).

5. Ketika menuju ke masjid ataupun tempat shalat Id hendaklah berjalan kaki karena hal itu lebih utama.

Namun untuk orang yang telah berumur dan orang yang tidak mampu berjalan, maka boleh saja berangkat dengan menggunakan kendaraan. Dengan berjalan kaki kita bisa bertegur sapa mengucapkan salam dan juga bisa bermushafahah (bersalam-salaman) sesama kaum muslimin. Sebagaimana sabda Nabi saw yang diriwayatkan dari Ibnu Umar :

كَانَ يَخْرُجُ إلَى الْعِيدِ مَاشِيًا وَيَرْجِعُ مَاشِيًا

Artinya: Rasulullah saw berangkat untuk melaksanakan shalat Id dengan berjalan kaki, begitupun ketika pulang tempat shalat Id.

Selain itu, dianjurkan juga berangkat lebih awal supaya mendapatkan shaf atau barisan depan. Sambil menunggu shalat Id dilaksanakan, kita bisa bertakbir secara bersama-sama di masjid dengan para jamaah yang telah hadir. Imam Nawawi dalam Kitabnya Raudlatut Thalibin menerangkan anjuran tersebut.

السُّنَّةُ لِقَاصِدِ الْعِيدِ الْمَشْيُ. فَإِنْ ضَعُفَ لِكِبَرٍ، أَوْ مَرَضٍ، فَلَهُ الرُّكُوبُ، وَيُسْتَحَبُّ لِلْقَوْمِ أَنْ يُبَكِّرُوا إِلَى صَلَاةِ الْعِيدِ إِذَا صَلَّوُا الصُّبْحَ، لِيَأْخُذُوا مَجَالِسَهُمْ وَيَنْتَظِرُوا الصَّلَاة

Artinya: Bagi yang hendak shalat Id disunnahkan berangkat dengan berjalan kaki, sedangkan untuk orang yang telah lanjut usia atau tidak mampu berjalan maka boleh ia menggunakan kendaraan. Disunnahkan juga berangkat lebih awal untuk shalat Id setelah selesai mengerjakan shalat subuh, untuk mendapatkan shaf atau barisan depan sembari menunggu dilaksanakannya shalat.

6. Untuk Hari Raya Idul Adha disunnahkan makan setelah selesai melaksanakan shalat Id.

Berbeda dengan Hari Raya Idul Fitri disunnahkan makan sebelum melaksanakan shalat Id. Pada masa Nabi saw makanan tersebut berupa kurma yang jumlahnya ganjil, karena makanan pokok orang Arab adalah kurma.

عن بريدة رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لا يخرج يوم الفطر حتى يطعم ويوم النحر لا يأكل حتي يرجع

Artinya: Diriwayatkan dari Buraidah ra, bahwa Nabi saw tidak keluar pada hari raya Idul Fitri sampai beliau makan, dan pada hari raya Idul Adha sehingga beliau kembali ke rumah.

Dengan demikian, anjuran makan pada Hari Raya Idul Adha adalah setelah selesai melaksanakan shalat Id. Alangkah lebih baik jika makan kurma sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah saw.

Akan tetapi jika tidak mendapati kurma, bolehlah makan dengan yang lain. Bagi masyarakat Indonesia, misalnya disesuaikan dengan makanan pokok daerah masing-masing.

Demikian penjelasan mengenai enam amalan sunnah yang dapat dilakukan pada Hari Raya Idul Adha. Semoga Hari Raya Idul Adha ini dapat menambah keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah swt.

 

 

Sumber : NU Online.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.