Pansel KPK Jaring 525 Pendaftar! Adakah Calon Titipan?

oleh -192 Dilihat
Foto : by ulasan.co

KILASBABEL.COM – Pendaftaran Calon Pimpinan (Capim) Komisioner dan Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah berakhir pada Senin 15 Juli 2024. Panitia Seleksi Calon Pimpinan dan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi telah menerima 525 pendaftar.

Rinciannya, 318 orang mendaftar sebagai capim KPK, dan 207 orang sebagai calon anggota dewas KPK. Pendaftar capim KPK terdiri dari 298 laki-laki dan 20 perempuan. Sementara itu, untuk pendaftar dewas KPK terdiri dari 184 laki-laki dan 23 perempuan.

Latar belakang para pelamar beragam. Ada incumbent, anggota Polri, kejaksaan, Aparatur Sipil Negara (ASN), praktisi hukum, akademisi, swasta, hingga civil society organization.

Panitia seleksi selanjutnya akan memverifikasi dokumen yang telah diunggah para pendaftar. Kemudian, hasil verifikasi dokumen akan diumumkan pada 24 Juli 2024 melalui aplikasi laman kpk.go.id dan setneg.go.id.

Wakil Ketua Pansel Capim KPK, Arif Satria, mengajak masyarakat untuk memberi masukan dan tanggapan terhadap para pendaftar yang lolos seleksi administrasi.

“Masukan dan tanggapan tersebut dapat disampaikan melalui aplikasi Apple dan email kepada Pansel KPK,” kata Arif dalam keterangannya, Selasa, 16 Juli 2024.

Setelah pendaftaran dan tahapan seleksi lainnya selesai, kemudian akan dipilih 10 nama capim dan 10 calon dewas KPK. Nama-nama itu akan disampaikan ke Presiden Joko Widodo dan diteruskan ke DPR RI.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, meminta pansel KPK tidak mengulang sejarah kelam Firli Bahuri dan kawan-kawannya. Bukan tanpa alasan, Fili Bahuri menjadi ketua terburuk sepanjang sejarah KPK.

Firli Bahuri bukan sekadar melakukan pelanggaran etik, melainkan melakukan tindak pidana pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.

“Bukan hanya rekam jejak hukum, tapi juga rekam jejak etik. Dua hal ini harus diperhatikan Pansel, jangan sampai mengulang proses tahun 2019 yang akhirnya kena karma akibat mereka terlalu sering menggunakan ‘headset’ tidak mendengar suara masyarakat,” kata Kurnia saat diskusi daring bersama PSHK berjudul Kupas Tuntas Seleksi Capim dan Dewas KPK, Senin 15 Juli 2024.

Tidak hanya Firli Bahuri, sejumlah pimpinan KPK lainnya juga sempat terjerat masalah etika, seperti Alexander Marwata dan Nurul Ghufron. Bahkan, kedua wakil ketua KPK itu memiliki jejak kontroversial.

Masalahnya, Nurul Ghufron saat ini kembali mendaftarkan diri menjadi pimpinan KPK periode 2024-2029. Aktivis sekaligus mantan Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto, menyinggung soal keikutsertaan Nurul Ghufron dalam seleksi capim KPK.

Dia menjelaskan dalam pasal 29 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 secara jelas menyebutkan persyaratan calon pimpinan KPK.

“Salah satu persyaratan disebutkan pasal 29 huruf f dan g. Di situ dikatakan tidak pernah melakukan perbuatan tercela. Sekarang tinggal kita kualifikasi apa yang dilakukan Pak Ghufron itu tercela atau tidak,” kata Bambang dalam podcast di channel YouTube Novel Baswedan.

“Di huruf g-nya, cakap, jujur, memiliki integritas moral yang tinggi dan memiliki reputasi yang baik. Dari catatannya Mas Novel, saya pikir harusnya dipertimbangkan dia ini tidak pantas-patas amat untuk memenuhi syarat,” Bambang menambahkan.

Waspada Calon Titipan

Bambang Widjojanto menyampaikan ada empat hal penting dalam proses seleksi calon pimpinan KPK. Pertama, seharusnya para pendaftar, terutama pejabat KPK yang kembali ingin menjabat seperti Nurul Ghufron, memiliki sensor untuk mengukur diri sendiri, apakah layak atau tidak untuk memimpin lembaga antirasuah.

“Harusnya orang-orang hebat itu punya sensor, swasensor, sensitive sensor untuk mengukur, pejabat-pejabat publik itu, bagaimana pandangan orang terhadap dia. Karena dia kan bukan job seeker, atau bukan ingin gagah-gagahan bahwa saya bisa. Dia harus ukur itu,” ujar Bambang.

“Kalau kemudian ada seseorang, apalagi di dalam KPK, dia tidak mengukur dirinya, bagaimana pandangan publik terhadap dirinya, maka orang ini bermasalah. Bagian pertama itu,” ujar pria yang akrab disapa BW.

Bagian kedua, lanjut BW, internal KPK sendiri harus menjalankan sistem untuk menelisik informasi dan rekam jejak kandidat dari internalnya sendiri. Apakah si calon itu layak dan pantas dalam perspektif kepentingan KPK.

“Di KPK itu punya semacam, saya enggak mau bilang sistem, ada orang-orang yang berinisiatif untuk mengolek berbagai informasi dan memberikan judgment, orang ini pantas atau tidak pantas dalam perspektif kepentingan KPK. Mudah-mudahan nanti muncul yang seperti ini nih,” kata BW.

Ketiga, menurut BW adalah bagaimana fungsi pansel KPK benar-benar dijalankan secara maksimal. Panitia seleksi harus independen dan tidak meloloskan calon titipan.

“Sangat tergantung dengan yang ketiga. Panitia seleksinya, apakah orang-orang yang memang secara tulus ikhlas mau mendapatkan informasi itu dan menggunakan informasi itu untuk benar-benar menyeleksi,” ujar BW.

Tak kalah penting, kata BW, peran dari para aktivis antikorupsi untuk memantau proses seleksi capim dan dewas KPK.

“Aktivis antikorupsi pasti melakukan asesmen dan mempunyai catatan. Dan dia juga pasti menyediakan dirinya untuk membantu pansel, tapi trust itu harus dibangun dari pansel sendiri,” kata BW.

 

Sumber : liputan6.com

No More Posts Available.

No more pages to load.