Kisah Muhammad Hatta Rela Hidup Melarat Dibanding Curi Uang Rakyat

oleh -175 Dilihat
Foto: Keluarga Mohammad Hatta (Dok: Sekertaris Negara Republik Indonesia)

KILASBABEL.COM – Para pejabat di Indonesia kerap menjadi sorotan. Mereka punya harta fantastis dan foya-foya padahal gaji bulanan yang diperoleh tak sebanding. Apa yang terjadi pada pejabat Indonesia masa kini berbanding terbalik atas sikap proklamator dan Wakil Presiden ke-1 Indonesia, Mohammad Hatta.

Sekalipun berkuasa dan setelahnya punya citra mentereng, Hatta kerap tak punya uang. Dia memilih hidup melarat dan sederhana ketimbang memanfaatkan posisinya untuk mengambil uang rakyat guna kepentingan pribadi.

Bagaimana kisahnya?

Integritas Hatta soal kesederhanaan dan anti-korupsi terlihat saat bagaimana dia mengambil jalan hidup. Sejak berkuasa, Hatta bisa-bisa saja meminta uang ke negara untuk kepentingan pribadi. Namun, dia memilih berkata tidak pada korupsi. Ada banyak cerita terkait ini.

Sekali waktu pada 1950-an, Hatta naksir terhadap sepatu Bally yang dilihat di salah satu lembaran iklan. Harga sepatu Bally saat itu cukup mahal. Tak diketahui pasti berapa, tapi jika nekat membeli keluarga Hatta bakal tak makan.

Kala itu, Hatta memang sudah pensiun sebagai wakil presiden. Uang pensiunnya hanya Rp1.000. Nominal sebesar itu hanya bisa mencukupi kebutuhan istri dan anak-anaknya yang masih kecil. Tentu saja, semua kebutuhan jadi prioritas, alih-alih dihamburkan membeli sepatu.

Alhasil, Hatta hanya menelan ludah melihat iklan sepatu Bally. Dia lantas menggunting iklan tersebut dan menyimpannya dalam catatan harian. Itu dilakukan seraya bermimpi agar suatu saat nanti bisa membeli sepatu tersebut.

Sebagai pensiunan, hidup Hatta memang selalu mengalami kesulitan finansial. Tak hanya sulit membeli sepatu Bally, dia pun bahkan tak bisa bayar iuran listrik, air dan telepon setiap bulan.

Kondisi ini pernah mendorong anak Hatta, Rahmi, punya ide nyeleneh. Sebagaimana diceritakan dalam Pribadi Manusia Hatta (2002), dia ingin menaruh kotak uang agar para tamu mengisinya saat berkunjung. Sontak saja Hatta marah dan tak terima menggadaikan integritas hanya untuk mengemis.

Melihat kondisi Hatta memprihatinkan, Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin merasa kasihan. Dalam otobiografi berjudul Ali Sadikin: Membenahi Jakarta Menjadi Kota yang Manusiawi (2012), dia langsung mencari cara akal agar bisa membantu proklamator itu. Alhasil, atas nama Gubernur DKI, seluruh tagihan di rumah Hatta gratis.

Meski tagihan tak ada, bukan berarti kondisi keuangan membaik. Saat sudah sakit-sakitan dan butuh biaya banyak untuk berobat, Hatta tak punya uang. Kondisi ini lantas membuat pemerintah melalui Sekretariat Negara berinisiatif mengongkosi perjalanan dan pengobatan Hatta ke Belanda.

Akan tetapi, Hatta tak enak hati. Dia tak ingin menggunakan uang negara untuk kepentingan pribadi. Sekalipun saat itu mantan wakil presiden punya hak kesehatan yang bisa dibiayai negara.

Alhasil, Hatta mengeluarkan tabungan untuk mengembalikan seluruh biaya kesehatan dan ongkos perjalanan ke negara. Jelas, negara menolaknya. Namun, Hatta tetap kukuh melunasi uang negara tersebut.

Kesederhanaan dan integritas Hatta soal korupsi dipegang teguh sampai titik darah penghabisan. Sampai wafat pada 1980, dia tetap tak bisa membeli sepatu Bally dan hidup sederhana.

 

 

Sumber : cnbcindonesia.com

No More Posts Available.

No more pages to load.