KILASBABEL.COM – Beberapa waktu lalu, pendiri sekaligus CEO Telegram, Pavel Durov menjadi sorotan warganet dunia usai ditangkap di Bandara Le Bourget, Prancis pada Sabtu (24/8/2024) lalu.
Kantor Pencegahan Kekerasan terhadap Anak di Bawah Umur Prancis (OFMIN) mengungkapkan bahwa pihaknya mengeluarkan surat perintah penangkapan Durov akibat tuduhan pencucian uang, perdagangan narkoba, dan penyebaran konten pelecehan seksual anak di Telegram.
Pavel Durov mungkin merupakan nama yang asing bagi sebagian orang. Namun, bos CEO Telegram itu merupakan ahli teknologi yang memiliki banyak julukan, termasuk si jenius pemrograman, pengusaha miliarder, pejuang kebebasan berbicara, hingga ayah dari 100 anak lebih.
Melansir dari CNN Internasional, Durov adalah ahli teknologi dengan kepribadian misterius yang suka menjelajahi dunia. Bahkan, ia disebut-sebut memiliki kehebatan yang serupa dengan Mark Zuckerberg, gaya hidup “aneh” seperti Jack Dorsey, dan sifat libertarian Elon Musk.
Pada Juli 2024 lalu, Durov mengaku bahwa ia adalah ayah dari 100 anak lebih. Bukan karena memiliki istri yang banyak, ia menjadi ayah dari 100 anak lebih karena menyumbangkan spermanya selama 15 tahun terakhir.
Menurut catatan Bloomberg, Durov memiliki total kekayaan sekitar US$9,15 miliar atau sekitar Rp141,1 triliun (Rp15.422/US$). Selama satu dekade terakhir, Durov disebut menjalani “kehidupan yang penuh dengan petualangan” berkat memiliki berbagai paspor dan tempat tinggal, tidak memiliki ikatan, hingga menjaga kebebasan komunikasi dari mata-mata pemerintah.
Namun, masalah hukum yang dihadapi Durov baru-baru ini kembali memicu perdebatan lama terkait keamanan Telegram, terutama terkait enkripsi end-to-end yang digunakan aplikasi tersebut.
Sebagai informasi, enkripsi ini menjaga komunikasi pengguna tetap aman bahkan dari karyawan Telegram sendiri. Namun, hal ini juga memicu kekhawatiran keamanan dari berbagai pemerintah dan kampanye Uni Eropa untuk mengendalikan teknologi besar.
Profil Pavel Durov: Si Jenius Matematika dan Coding
Durov adalah pria kelahiran Uni Soviet pada 1984 lalu yang pindah ke Italia saat berusia empat tahun. Namun, saat Uni Soviet runtuh dan ayahnya mendapatkan tawaran bekerja di St. Petersburg State University, Durov dan keluarganya memutuskan untuk kembali pulang ke Rusia.
Durov sempat mengungkapkan bahwa ia dan kakaknya, Nikolai terkenal sebagai “anak ajaib” karena jenius matematika. Bahkan, Nikolai sempat tampil di salah satu stasiun televisi (TV) Italia untuk menyelesaikan persamaan kubik secara real-time. Tak hanya itu, Nikolai juga pernah memenangkan medali emas Olimpiade Matematika Internasional.
Sementara itu, Durov yang lebih muda dari Nikolai merupakan siswa terbaik di sekolahnya dan kerap berkompetisi di tingkat lokal.
“Kami berdua sangat bersemangat dalam coding dan mendesain sesuatu,” ungkap Durov, dikutip Rabu (28/8/2024).
Durov bercerita bahwa saat keluarganya kembali ke Rusia, mereka membawa pulang komputer IBM PC XT dari Italia. Pada awal 1990-an, keluarga Durov adalah salah satu dari segelintir keluarga di Rusia yang benar-benar dapat belajar sendiri cara membuat program.
Kecakapan Durov dalam pemrograman dan semangat kewirausahaan membawanya untuk mendirikan situs media sosial, VKontakte (VK) pada 2006 alias saat baru berusia 21 tahun.
Pada saat itu, popularitas VK langsung melejit dan terkenal sebagai “Facebook”-nya Rusia. Berkat hal itulah Durov dijuluki sebagai “Mark Zuckerberg Rusia.”
Namun, hubungan Durov dengan Kremlin memburuk ketika ia menolak permintaan pemerintah Rusia untuk menyerahkan data pribadi pengguna VK dari Ukraina.
“Kami memutuskan untuk menolak dan itu tidak berjalan baik dengan Pemerintah Rusia,” kata Durov.
Mendirikan Telegram dan Berjuang Melawan Pemerintah
Setelah mengundurkan diri sebagai CEO VK dan menjual seluruh sahamnya yang bernilai jutaan, Durov memutuskan untuk membuat aplikasi pesan instan yang “bersih” dari campur tangan pemerintah, yakni Telegram.
“Bagi saya, ini bukan tentang menjadi kaya. Segala sesuatu dalam hidup saya adalah tentang menjadi bebas. Sejauh yang memungkinkan, misi saya dalam hidup adalah untuk membuat orang lain menjadi bebas,” ujar Durov.
“Saya tidak ingin menerima perintah dari siapa pun,” sambungnya.
Ketika Zuckerberg gencar membeli WhatsApp demi membangun “kerajaan media sosial” alias Meta, Durov justru lebih memilih untuk membangun aplikasi pesan instan meskipun pasar untuk platform tersebut sudah ramai.
“Tidak masalah berapa banyak aplikasi pesan yang ada di luar sana jika semuanya payah,” kata Durov kepada TechCrunch pada 2015 lalu.
Durov menegaskan, pengalamannya dengan Kremlin adalah motivasi utama dalam menciptakan Telegram yang sekarang berpusat di Dubai. Ia dan saudaranya hanya ingin membangun sesuatu yang bebas dari pengawasan pemerintah.
Enkripsi end-to-end yang kuat dan komitmen privasi yang digaungkan oleh perusahaan terbukti menarik perhatian ratusan juta orang untuk menjadi pengguna Telegram, termasuk para teroris yang merencanakan serangan Paris pada 2015 lalu.
Namun, Durov tetap meyakinkan publik bahwa Telegram tidak akan menjadi “WhatsApp” bagi teroris yang ingin melakukan serangan, seperti rencana serangan teror Paris pada November 2015 lalu.
Durov menegaskan bahwa Telegram adalah platform pesan yang paling aman di pasaran. Menurutnya, kompromi dengan menciptakan “pintu belakang” alias backdoor untuk pemerintah akan merusak daya tarik Telegram dan komitmen perusahaan terhadap privasi.
Keputusan Telegram untuk menolak memberikan “akses” kepada pemerintah membuat Durov kembali berseteru dengan banyak pemerintah, termasuk Rusia.
Pada 2018 lalu, Rusia sempat melarang penggunaan Telegram karena menolak bekerja sama dengan layanan keamanan pemerintah. Namun, larangan tersebut dicabut pada 2020 dan Telegram menjadi salah satu dari sedikit platform media sosial asing yang beroperasi di Rusia tanpa pembatasan.
Sebelum ditahan di Paris, Durov berada di Azerbaijan bersamaan dengan Presiden Rusia, Vladimir Putin yang tengah melakukan kunjungan resmi selama dua hari. Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov mengatakan bahwa keduanya tidak bertemu.
Meskipun Durov secara terbuka telah meninggalkan Rusia, pemerintah dengan cepat mulai bekerja atas nama Durov setelah penahanannya.
“Kedutaan Besar Rusia di Paris langsung segera bekerja setelah mendapat kabar tentang masalah hukum Durov,” kata Juru bicara Kementerian Luar Negeri, Maria Zakharova.
Masalah penyalahgunaan Telegram oleh pencuci uang, pengedar narkoba, dan orang-orang yang menyebarkan pedofilia terus meresahkan pemerintah Barat.
Melalui pernyataannya, Telegram menyebutkan bahwa “tidak masuk akal untuk mengklaim bahwa suatu platform atau pemiliknya bertanggung jawab atas penyalahgunaan platform tersebut.”
Selain itu, pernyataan yang sama juga menyebut bahwa Telegram mematuhi hukum Uni Eropa dan Durov tidak menyembunyikan apa pun.
Sumber : cnbcindonesia.com