KILASBABEL.COM – Ulama dan cendekiawan asal Turki, Badiuzzaman Said Nursi mengungkapkan petunjuk yang menjelaskan satu bagian mukjizat Rasulullah yang terkait dengan air. Dalam shahih Bukhari dan Muslim, serta yang lain disebutkan bahwa Anas ibn Malik berkata:
“Aku melihat Rasulullah SAW saat waktu shalat asar tiba. Ketika itu orang-orang mencari air untuk berwudhu, namun mereka tidak mendapatkannya. Lalu, Nabi SAW yang berada di Zawra diberi sebuah wadah. Beliau meletakkan tangannya ke dalam wadah itu. Tiba-tiba air memancar dari jari-jemari beliau. Maka, orang-orang berwudhu darinya.”
Qatadah bertanya kepada Anas, “Berapa jumlah kalian saat itu?” Ia menjawab, “Tiga ratus atau sekitar tiga ratus.” (HR Bukhari)
Said Nursi menjelaskan, bisa dilihat bagaimana Anas RA menginformasikan peristiwa tersebut sebagai wakil dari 300 orang yang ada. Mungkinkah ketiga ratus orang itu secara maknawi tidak terlibat dalam informasi ini. Mungkinkah mereka tidak mengingkarinya jika memang peristiwa ini tidak benar-benar terjadi?
Dalam sejumlah kitab sahih, terutama sahih Bukhari dan Muslim, juga terdapat riwayat yang berasal dari Salim ibn Abi al-Ju’d, dari Jabir ibn Abdillah al-Anshari RA yang berkata:
“Pada saat melakukan perjalanan Hudaibiyah, para sahabat mengalami kehausan. Sementara di hadapan Nabi SAW terdapat kantong air dari kulit. Kemudian beliau berwudhu. Melihat hal itu, mereka segera menghampiri beliau. ‘Ada apa dengan kalian?’ tanya Nabi SAW.
Mereka menjawab, ‘Kami tidak memiliki air untuk berwudhu dan untuk minum kecuali yang ada di depanmu ini.’ Lalu, Nabi SAW memasukkan tangannya ke dalam kantong air itu. Seketika air memancar dari jari-jemarinya seperti sumber mata air. Kami pun minum dan berwudhu darinya.”
Salim berujar, “Aku bertanya kepada Jabir, ‘Berapa jumlah kalian waktu itu?’” “Andaikan jumlah kami 100 ribu tentu masih cukup. Namun, ketika itu jumlah kami hanya seribu lima ratus orang,” jawab Jabir.” (HR Bukhari).
Dengan demikian, menurut Said Nursi, secara maknawi jumlah perawi riwayat di atas mencapai seribu lima ratus orang. Sebab, manusia memiliki tabiat suka mengungkap kebohongan dengan berkata, “Ini bohong.” Apalagi yang meriwayatkan kisah di atas adalah para sahabat yang mulia yang rela mengorbankan jiwa, harta, orang tua, anak, kaum, dan kabilahnya demi membela kebenaran dan kejujuran.
Di samping itu, kata Nursi, mustahil mereka mendiamkan kebohongan yang ada setelah mendengar ancaman Rasul SAW yang mengerikan, “Siapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja, bersiaplah ia mengambil tempat di neraka.” (HR Bukhari).
“Maka, selama mereka tidak menentang riwayat yang ada; namun menerima dan ridha dengannya, berarti mereka juga ikut serta dalam riwayat tersebut dan secara tidak langsung membenarkannya,” kata Said Nursi dikutip dari buku Kumpulan Mukjizat Nabi Muhammad SAW terbitan Risalah Nur Press halaman 91-94.
Sumber : Republika.