KILASBABEL.COM – Kasus pengelolaan timah yang diduga merugikan negara Rp 300 triliun berdampak besar bagi industri timah di Bangka Belitung. Saat ini, dari puluhan smelter yang ada hanya tiga smelter yang masih beroperasi.
Hal tersebut seperti diungkapkan Ketua Harian Asosiasi Eksportir Timah Indonesia (AETI) Eka Mulya Putra.
“Dari puluhan smelter, kini hanya 3 smelter yang masih beroperasi. Ini kondisi terberat dalam sejarah timah Bangka. Image konflik material menjadi ancaman serius akan menurunnya nilai jual timah Babel,” keluh Eka, di Jakarta sebagaimana dikutip dari detik.com, Selasa (24/12/2024).
Senada dengan Devi, rektor Universitas Pertiba, Suhardi menegaskan bahwa kasus tata niaga timah perlu segera diselesaikan agar dampak negatif terhadap perekonomian Bangka Belitung bisa segera di atas.
“Terbukti hitungan tersebut hoax. Tidak didasarkan pada metode ilmiah yang benar. Tapi dijadikan dasar penuntutan. Kami minta pertanggung jawaban Bambang Hero karena ulah dia satu propinsi Bangka Belitung menderita,” ujar Dede Adam perwakilan Forum Aliansi Peduli Babel.
Dede mempersilahkan warga Bangka Belitung yang ingin bergabung dalam gerakan “Babel Menggugat”. Gerakan ini perlu segera dilakukan warga Babel agar ada tanggung jawab hukum terhadap orang yang menyebarkan berita bohong mengenai kerusakan lingkungan di Bangka Belitung akibat penambangan timah.
Persoalan metode penghitungan yang dilakukan Prof Bambang Hero Saharjo juga digugat oleh koleganya sesama guru besar IPB, Prof Sudarsono Sudarmo. Perhitungan Bambang Hero, menurutnya, tidak didasarkan pada rona awal Bangka Belitung yang memang telah dieksplorasi pertambangan timah sejak zaman VOC, tidak didasarkan pada sample memadai, tidak dikerjakan oleh tim dengan latar belakang multidisiplin ilmu dan kewenangan dan kapasitas keilmuan.
“Saya pastikan bahwa hitungan tersebut salah. Kapan pun saya siap untuk dikonfrontir dan diuji dengan yang bersangkutan,” tantang Sudarsono. (*)