KILASBABEL.COM – Perum Bulog Cabang Bangka telah menyerap 500,802 ton gabah kering panen (GKP) atau setara beras 246,087 ton yang diolah petani Kabupaten Bangka Selatan.
“Proses pembelian GKP ini langsung dari 100 petani yang tergabung dalam lima kelompok tani di Desa Rias Bangka Selatan,” kata Kepala Perum Bulog Cabang Bangka, Akhmad Fahmi Yasin, Selasa (15/4/2025).
Ia mengatakan realisasi serapan GKP hingga 11 April 2025, Perum Bulog Cabang Bangka baru mencapai 13,15 persen dari target Kanwil Sumsel-Babel yaitu 3.807 ton GKP atau 2.594 ton beras.
“Proses pembelian langsung dari petani dan selanjutnya, gabah tersebut dikeringkan dan diolah menjadi beras melalui kerja sama dengan empat penggilingan padi lokal di Desa Rias,” katanya.
Ia menyatakan berdasarkan kebijakan nasional, Bulog menargetkan penyerapan 3 juta ton gabah atau 10 persen dari perkiraan produksi nasional 30 juta ton.
“Hal ini berarti idealnya Bulog hanya membeli sekitar 10 persen produksi lokal. Akan tetapi, kondisi produksi real di lapangan belum terlalu banyak, sehingga target yang ditetapkan cukup tinggi,” ujarnya.
Menurut dia sebelum program ini, petani cenderung mengeringkan dan menyimpan gabah sendiri atau menjualnya dalam bentuk beras, bukan gabah. Dari sisi harga, kebijakan Bulog dinilai sangat menguntungkan petani lokal.
“Meski demikian, kapasitas penggilingan masih belum mencukupi, sehingga jumlah pembelian gabah Bulog bergantung pada kapasitas pengeringan atau pengolahan mitra penggilingan,” katanya.
Menurut dia saat ini, distribusi beras petani ke pasaran masih menunggu keputusan Badan Pangan Nasional. Di sisi lain, beberapa kendala menghambat penyerapan gabah, seperti cuaca yang dominan hujan dan masih ditemukan padi dipanen sebelum waktunya.
Selain itu, varietas padi beras merah bercampur dengan beras putih, kualitas GKP yang lebih rendah dibanding daerah sentra seperti Sumsel dan Lampung, serta keterbatasan infrastruktur seperti dryer atau lantai jemur, grader, dan penggilingan yang masih belajar memenuhi standar kualitas Bulog.
“Kendala lainnya yaitu biaya tenaga kerja yang tinggi juga turut menjadi tantangan dalam proses ini,” katanya. (*)