*Besok Timgab Cek Lokasi
KILASBABEL.COM, PANGKALPINANG – Sejumlah nelayan Desa Air Nyatoh Kecamatan Simpang Teritip Kabupaten Bangka Barat menyambangi Gedung DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Selasa (10/6/2025).
Kedatangan mereka untuk menyampaikan aspirasi terkait penolakan terhadap aktivitas Kapal Isap Produksi (KIP) yang beroperasi di Perairan Laut Bembang atau Teluk Nipah Kecamatan Jebus Kabupaten Bangka Barat.
Pasalnya, sejak satu bulan terakhir KIP yang dioperasikan oleh mitra PT Timah itu sangat berdampak terhadap nelayan dan hasil laut. Para nelayan merasa pendapatan mereka merosot tajam akibat limbah dan sedimentasi yang diduga berasal dari operasi KIP tersebut.
Kedatangan perwakilan nelayan yang didampingi langsung oleh Kades Air Nyatoh Suratno dan Anggota DPRD Bangka Barat Fraksi PKB H Amin ini disambut hangat oleh Ketua DPRD Babel, Didit Srigusjaya.
Turut hadir dalam audiensi, Kepala DKP Babel Agus Suryadi, Plt Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Babel Elius Gani.
Kades Air Nyatoh, Suratno mengatakan bahwa kedatangan dirinya bersama nelayan Air Nyatoh ke DPRD Babel untuk menyampaikan aspirasi masyarakat terkait penolakan terhadap aktivitas KIP yang beroperasi di Perairan Laut Bembang atau Teluk Nipah Kecamatan Jebus Kabupaten Bangka Barat.
Katanya, aktivitas KIP tersebut berdampak pada hasil tangkapan para nelayan.
“Ya tangkapan nelayan jadi berkurang. Untuk itu, besar harapan kami DPRD Babel bisa bantu cari solusi dan terima kasih sudah menerima kami,” ujar Suratno.
Senada, Anggota Komisi I DPRD Bangka Barat Komisi I Fraksi PKB H Amin juga berharap DPRD Babel dan Pemerintah Provinsi Bangka Belitung dapat membantu mengatasi keluhan para nelayan Air Nyatoh.
Menurut Amin, kehidupan para nelayan Air Nyatoh sangat bergantung pada laut setempat. Sebab, laut menjadi sumber mata pencaharian para nelayan.

“Saya gak bisa membayangjan kondisi nelayan ke sepan kalau KIP itu tetap beroperasi. Para nelayan ini hanya berharap dampak dari KIP itu tidak mengganggu mata pencaharian mereka. Mereka tidak melarang KIP itu beroperasi, tapi kalau bisa limbahnya jangan mengotori mata pencaharian mereka,” terang Amin sembari meneteskan air mata.
“Kalau boleh memilih, kami lebih baik tidak dapat bantuan dari pada laut kami di rusak. Saya sebagai putra daerah sangat berharap DPRD Babel dan dinas terkait bisa turun tangan membantu mengatasi masalah ini. Dan perlu diketahui, nelayan ini bukan mencari kaya, tapi mereka hanya untuk menyambung hidup,” tambah Amin.
Sama halnya dengan Suratno dan Amin, Ketua BPD Air Nyatoh, Suwandi juga menyatakan hal yang sama. Katanya, nelayan bukan menolak KIP, tapi keberatan dengan dampak limbau yang ditimbulkan.
“Secara prinsip, kami tidak bisa melarang pekerjaan itu, tapi aktivitas KIP itu mengurangi tangkapan nelayan. Yang mana limbah dari KIP itu menimbulkan sedimentasi, karang-karang jadi hancur dan terbungkus serta airnya yang tadinya jernih sekarang jadi lumpur,” beber Suwandi.
Untuk itu, Suwandi berharap DPRD Babel sebagai wakil rakyat dan dinas terkait dapat memberikan keadilan kepada semua kalangan terutama para nelayan Air Nyatoh.
“Rasa keadilan itulah yang kami ingin dapatkan, karena kita tahu hak keadilan itu diatur dalam undang-undang. Yang kami inginkan hanya kedamaian di wilayah kita. Kalau laut itu rusak, kita gak tahu lagi nelayan Air Nyatoh mau kerja apa,” katanya.
Menanggapi keluhan tersebut, Ketua DPRD Babel Didit Srigusjaya menyatakan siap membantu menyelesaikan keluhan para nelayan. Bahkan saat audiensi dengan nelayan, Didit langsung menelpon Gubernur Babel, Hidayat Arsani untuk bersama-sama menyelesaikan persoalan tersebut.
“Besok (Rabu-red) tim gabungan, DPRD, DKP, Dinas ESDM, DLH dan Satpol PP akan cek ke lokasi bersama-sama nelayan. Andai kata nanti itu wilayah penambangan, kita akan minta solusi yang terbaiknya seperti apa,” tegas Didit.
Sementara itu, Kepala DKP Babel Agus Suryadi menyebut, di wilayah perairan Laut Bembang memang terdapat zona tambang yang dikelola oleh PT Timah. Disisi lain, kata dia, di perairan laut Desa Air Nyatoh juga terdapar zona perikanan dan budi daya.
“Nah, nanti kita pastikan saat cek ke lokasi, kalau memang itu masuk wilayah tambang, kita akan duduk bersama untuk mencari solusi terbaiknya,” tutup Agus.(ari)