KILASBABEL.COM – Ketua DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) Didit Sri Gusjaya menerima dan melakukan audiensi bersama belasan nelayan Tanjung Pura kecamatan Sungai Selan, Kabupaten Bangka tengah dan perwakilan dari Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel).
“Setelah menerima laporan ini kita segera melakukan pengecekan dengan menghubungi KSOP terkait dan hasilnya benar bahwa titik pengangkatan kapal berdekatan dengan area terumbu karang yang sudah menjadi habitat ikan,” kata Ketua Didit di Pangkalpinang, Selasa (2/9/2025).
Menurutnya alasan perusahaan ingin mengangkat bangkai kapal tersebut untuk memperlancar alur pelayaran. Namun titik yang dipermasalahkan nelayan berada sekitar empat kilometer dari jalur utama pelayaran sehingga akan mengganggu navigasi kapal karena tidak sepenuhnya masuk akal.
“Alhamdulillah KSOP sudah menyatakan aktivitas dihentikan. Nanti Dinas Kelautan akan mengirim surat resmi ke kementerian, karena wilayah itu masuk zona nelayan sesuai perda zonasi, setiap zona nelayan tidak boleh ada aktivitas lain,”
“Apabila terumbu karang di kapal pecah itu diangkut, benar ikannya tidak bersarang di situ lagi dan akan mengurangi rezeki nelayan. Padahal mereka bisa mendapatkan Rp 5 juta per hari dari lokasi tersebut,” terang Didit.
Sementara Perwakilan Nelayan, Ali Busrof mengatakan sudah sekitar dua minggu ini perusahaan pelaksana PT Segara Nur Tirta mulai melakukan aktivitas pengangkatan sehingga nelayan Tanjung Pura bereaksi melakukan penolakan karena khawatir aktivitas itu merusak terumbu karang yang sudah terbentuk di sekitar bangkai kapal dan selama ini menjadi rumah bagi ikan-ikan.
“Kami meminta aktifitas dihentikan sekarang dan di klarifikasi dengan jelas, karena kami menolak aktivitas pengangkatan bangkai kapal pecah di perairan Desa Tanjung Pura,” kata Ali Busrof.
Menurutnya keberadaan bangkai kapal tersebut menjadi lokasi mereka mencari ikan dan bangkai kapal itu juga membantu ekosistem laut. Setiap hari para nelayan bisa memperoleh hasil tangkapan lebih dari Rp 5 juta.
“Ini sangat berdampak bagi kami, karena itu kami menolaknya,” tutup Ali. (*)





