KILASBABEL.COM – Nilai tukar rupiah berbalik menguat terhadap dolar AS pada awal perdagangan hari ini. Sebelumnya, rupiah sempat melemah pada penutupan Selasa kemarin di posisi Rp16.603 per dolar AS.
Berdasarkan data Bloomberg, rupiah dibuka naik 0,22 persen atau 36 poin menjadi Rp16.567 per dolar AS. Pergerakan ini mencerminkan sentimen positif pasar terhadap prospek ekonomi nasional.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyampaikan keyakinannya terhadap tren penguatan nilai tukar rupiah ke depan. “Nilai tukar rupiah bergerak relatif stabil di Rp16.534 per dolar, masih sejalan dengan asumsi APBN sebesar Rp16.000 per dolar,” ujar Menkeu Purbaya dalam keterangan pers APBN Kita di Kementerian Keuangan, Selasa (14/10/2025).
Menurutnya, kondisi perekonomian global dan tensi geopolitik masih menjadi tantangan bagi nilai tukar rupiah. “Namun dengan dukungan kondisi fundamental domestik yang kuat, rupiah akan cenderung menguat dibandingkan sekarang,” ujarnya.
Menkeu Purbaya menyebut kondisi ekonomi Indonesia akan lebih baik di triwulan IV tahun ini “Begitu mereka tahu pertumbuhan ekonomi lebih bagus, pasti modal asing masuk ke sini lagi dan rupiah akan cenderung lebih kuat,” kata Menkeu menegaskan.
Sementara itu, Analis Pasar Uang, Lukman Leong memperkirakan rupiah akan menguat sepanjang hari ini. “Penguatan rupiah hari ini akan bergerak di kisaran Rp16.550-Rp16.650 per dolar AS,” ucap Lukman.
Rupiah menguat karena dolar AS yang melemah hari ini. Indeks dolar AS terpantau turun 0,13 persen menjadi 98,92 dibandingkan hari Selasa kemarin di level 99.
Menurutnya, dolar melemah setelah pidato Jerome Powell yang less “hawkish”, tidak terlalu ketat terkait suku bunga. Sikap Powell tidak seperti yang dikhawatirkan pasar, yang berekspektasi pemangkasan suku bunga lebih lanjut.
Powell menyampaikan pidatonya dalam pertemuan tahunan National Association for Business Economics (NABE). Ia memberi sinyal pemangkasan suku bunga karena melihat kondisi pasar tenaga kerja di AS yang berisiko melemah lebih lanjut.
Sementara itu, pernyataan Presiden Federal Reserve Boston Susan Collins juga bernada “dovish” (longgar) terkait suku bunga. “Collins menilai perlunya pemangkasan suku bunga yang lebih besar kedepannya,” ujar Lukman menutup analisisnya. (*)