Mereplikasi Kampung Pancasila Kota Surabaya

oleh -48 Dilihat
Muhadam. (ist)

Oleh :

Dr. MUHADAM LABOLO

(Penulis, Peneliti dan Akademisi pada Institut Pemerintahan Dalam Negeri)

 

KILASBABEL.COM – Kampung Pancasila, sebuah program yang dicanangkan Walikota Surabaya Eri Cahyadi untuk melembagakan Pancasila dalam hidup sehari-hari. Program ini dikendalikan oleh Kepala BPBD, Irvan Suryanto dengan melibatkan OPD terkait baik vertikal maupun horisontal.

Kampung Pancasila pada dasarnya berupaya merealisasikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan masyarakat. Meski realitas 86% Warga Surabaya beragama Islam dengan Program Madani, dan 83% etnik Jawa lewat tradisi Arek yang kuat, Program Kampung Pancasila mengakumulasi semuanya sebagai miniatur Indonesia.

Empat variabel sebagai pilar utama penilaian mencakup lingkungan, ekonomi, budaya, dan kemasyarakatan. Keempat pilar merupakan perasan dari lima sila yang dapat diukur secara praksis, bukan sekedar simbol lewat atribut dan identitas.

Pengukuran dilakukan berbasis aplikasi Sayang Warga melalui kelompok masyarakat yang di asessment oleh ASN yang dilibatkan. Aktivitas warga dipetakan lalu di ukur setiap saat yang menunjukkan apakah nilai-nilai Pancasila konkrit atau tidak.

Sistem ini mendeskripsikan kondisi real masyarakat terkait partisipasi dan kontribusi lewat variabel Kampung Pancasila. Kita dapat mengukur bahkan melahirkan indeks pelembagaan Pancasila di setiap RT, RW, Kelurahan dan Kecamatan.

Sebagai contoh, pilar pertama lingkungan, berkaitan dengan pembangunan kesadaran memilah sampah (tongpilah). Produksi sampah Kota Surabaya mencapai 1.800 ton perhari. Pemkot hanya mampu menyelesaikan 1.300-1.500 ton ke TPA dengan inovasi 3R.

Pembudayaan tanggungjawab individu dapat membentuk kesadaran kolektif yang merepresentasikan tanggungjawab semesta, Ketuhanan yang Maha Esa. Pendekatan Madani mengingatkan pentingnya memelihara lingkungan yang rentan dirusak manusia (QS. Ar Rum, 41).

Pilar ekonomi di ukur melalui aktivitas UMKM sebanyak 385.054. Aktivitas ini merepresentasikan kemampuan warga saling berbagi dan menghidupi. Disini mencerminkan nilai keadilan sosial dengan tujuan memperkecil angka kemiskinan dari 3,56% ke titik terendah di 2026. Akar spiritualitasnya tolong-menolong (QS. Al Maidah,2).

Pilar ketiga sosial budaya di ukur melalui aktivitas gotong-royong. Lewat pencanangan 1.360 Kampung Pancasila, aksi gotong-royong mencerminkan nilai persatuan dan kemanusiaan. Esensi gotong-royong kini trend menjadi konsep collaborative governance (Anshell, Gash, Emerson, Nabachi, 2015).

Pilar keempat berkaitan dengan interaksi kemasyarakatan. Ini mencerminkan kerakyatan, hikmah, kebijaksanaan, permusyawaratan dan perwakilan dalam sila ke 4. Salah satu aktivitas yang diukur adalah kemampuan warga menyelesaikan masalah internalnya, keamanan bersama.

Upaya menciptakan keamanan warga terlihat setidaknya pada 9.000 Poskamling yang tersebar pada 31 kecamatan, 153 kelurahan, 1.360 RW dan 9.149 RT. Strategi ini berdampak pada angka kriminalitas Kota Surabaya yang mengalami penurunan 5% pertahun. Stabilitas kunci masyarakat kota.

Pengukuran nilai Pancasila berbasis aktivitas warga memberi gambaran tentang perubahan pada tiap komunitas di level pemula, berkembang dan maju. Derajat ini memberi peluang dan tantangan pada warga dan pemerintah untuk menyusun strategi intervensi lewat sistem perencanaan dan pembangunan.

Akhirnya, bila desain Kampung Pancasila Kota Surabaya dapat direplikasi oleh Pemda di seluruh Indonesia, tentu saja Pancasila tak sekedar menjadi percakapan idiologis abstrak semata, namun dapat ditemukan secara konkrit di alam nyata, di basis terendah pemerintahan. Bagi kita, Surabaya layak menjadi ikon atas simbol Pancasila pada skala keIndonesiaan. (*)

No More Posts Available.

No more pages to load.