Uus Kuswanto, Birokrat Nomor Satu di Jakarta

oleh -105 Dilihat

Oleh:

Muhadam

(Guru Besar IPDN/Ketua Umum Alumni Angkatan Kosong Empat STPDN (PASOPATI)

 

Uus Kuswanto, Purna Angkatan 04 STPDN Tahun 1995 dilantik hari ini, 1 Des 2025, sebagai Sekretaris Daerah Provinsi Daerah Khusus Jakarta. Ia lahir di Ciamis, 52 tahun lalu, tinggal di Tasik, kontingen Jabar yang sejak awal bertugas di Ibukota Jakarta.

Ia tipikal birokrat yang sabar, berhati-hati, mudah bergaul, agamis, dan murah senyum. Di ruangan, mantan Walikota Jakbar itu dipenuhi lantunan religi. Minggu lalu, kami sempat Jumatan, sekalian menikmati suasana masjid kecil berdesain Madinah, hasil jerih payah beliau senilai kurang lebih 19 M.

Ia bercerita tentang pengalaman hidup dan jalan Tuhan menuju posisi orang ketiga di Provinsi Jakarta. Di lingkungan birokrasi tentu saja beliau orang nomor satu yang membawahi pegawai di 5 kota, 44 kecamatan, 267 kelurahan, dan 11 jutaan penduduk.

Uus membiarkan dirinya terbawa nasib yang ditentukan oleh-Nya. Di tengah dinamika politik tingkat tinggi, Ia justru dituntun Tuhan lewat tangan para politisi kelas kakap. Ia punya modalitas sosial yang menciptakan jaringan di level atas hingga perangkat terbawah. Senyap dan efektif.

Ia bukan seorang intelek yang bicara tinggi. Ia bercakap apa adanya. Standar seperti birokrat lainnya, asalkan sesuai norma dan peta rencana yang sudah disiapkan. Tak ada improvisasi berlebihan. Ia tak mau melampaui, tak juga kekurangan. Pokoknya pas sesuai pakem birokrasi.

Ia dipilih mungkin karena kenetralan. Pak Gub butuh Pamongpraja Muda tanpa afiliasi yang menciptakan kotak-kotak. Tanpa pretensi terhadap jabatan berlebihan. Pamong yang mampu menjaga jarak, berdiri di semua warna, termasuk warna merah, krem, dan putih.

Uus punya segudang pengalaman. Merangkak dari bawah. Bukan birokrat bermodal katebelece, apalagi kaleng-kaleng, disuntik biar cepat mengembang. Bukan Pisang Cavendis yang diperam agar lekas masak lalu busuk. Ia menjalani semua tahapan dari Lurah, Camat, Walikota, hingga Sekda.

Kemampuan menempatkan posisi di setiap sirkulasi kepemimpinan membuatnya teruji. Ia tak merasa dizolimi, diisolasi, apalagi dibuang. Baginya semua punya hikmah, proses belajar menunggu waktu terbaik. Ia menyadari semua itu tanpa merasa didiskriminasi, apalagi disalib oleh senior dan yunior.

Birokrasi menurutnya hanya organ kecil tempat pegawai diuji. Mungkin tak sampai disini, boleh jadi hingga pintu istana, seperti para pendahulunya. Ia belajar pada siapa saja. Termasuk pola kepemimpinan militer, polisi, sipil, hingga swasta. Semua punya kelebihan dan kekurangan. Tinggal bagaimana mengadaptasi.

Semua itu bertujuan memahami perilaku guna memudahkan cara kita bersentuhan mencapai tujuan kolektif. Kali ini Ia dipercaya Mas Pram dan Bang Doel memandu birokrasi dilingkungan pemerintahan paling bergengsi, eks Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Ia dirigent bagi 46.404 ASN.

Ia mesti pintar mewadahi arus utama Nawa Cita dan Visi Pak Gub. Pengembangan Jakarta sebagai Kota Global. Memahami garis pantai reklamasi hingga perbatasan sepanjang Pantura. Meletakkan nasionalisme lewat jalinan pertumbuhan kota tanpa dominasi oligarki, tapi milik semua. Milik Republik Indonesia untuk keadilan sosial.

Semua kerja itu tak mudah. Butuh keseriusan, kesabaran, nyali, dan kemampuan menjinakkan kepentingan disana-sini. Perlu relaksasi dihadapan orang-orang yang merasa besar kepala karena harta, jabatan, dan popularitas. Butuh keberanian bernegosiasi, membangun kehangatan di hulu sampai hilir kaum Betawi. Butuh sosialita yang menyentuh semua.

Meski begitu kata Vince Lombardi, kepemimpinan bukan soal kesempurnaan, melainkan kemampuan berayun mengatasi kekurangan dan belajar dari kekeliruan. Kita optimis, Uus dapat memperbaiki apa yang masih berserakan lewat tanggungjawabnya selaku sekretaris daerah. Dalam asa dan doa itu pula, kita berharap Ia mampu meraih harapan Jakarta. (*)

No More Posts Available.

No more pages to load.