Jakarta – Kilas Babel – Guna mempercepat pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan pendidikan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) membentuk Kelompok Kerja (pokja) Pencegahan dan Pengananan Kekerasan di Bidang Pendidikan. Pokja ini secara resmi diluncurkan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim, Senin (20/12) di Jakarta.
“Sebelum diluncurkan secara resmi, Pokja Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Pendidikan sudah bekerja sama dengan Kementerian PANRB untuk memasukkan kategori kekerasan di satuan pendidikan dalam lapor.go.id, sehingga pokja sudah mulai menangani laporan yang masuk,” disampaikan Nadiem sebagaimana siaran pers Kemendikbudristek.
Pembentukan pokja, lanjut Nadiem, dimaksudkan untuk semakin memperkuat upaya dan kolaborasi dalam pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan pendidikan. “Kita butuh rencana tindak lanjut yang konkret untuk memastikan semua inisiatif yang kita rancang bisa diimplementasikan secara berkelanjutan,” jelasnya.
Sebelumnya, Menteri Nadiem mengungkapkan saat ini dunia pendidikan mengalami tantangan besar dengan adanya “tiga dosa besar”, yaitu perundungan, kekerasan seksual, dan intoleransi. Dampak dari ketiganya selain menghambat terwujudnya lingkungan belajar yang baik, juga memberikan trauma yang bahkan dapat bertahan seumur hidup seorang anak. Untuk itu, Kemendikbudristek akan lebih serius menangani “tiga dosa besar” di dunia pendidikan ini, salah satunya dengan membentuk pokja yang spesifik menangani isu “tiga dosa besar” dunia pendidikan.
“Konsep Merdeka Belajar yang kita usung tidak hanya berfokus pada proses penyampaian materi di dalam kelas. Untuk mencintai belajar, untuk menjadi pembelajar sepanjang hayat, anak-anak harus belajar di lingkungan yang aman dan nyaman, bebas dari kekerasan. Sehingga, Kemendikbudristek mengambil langkah berani dan serius untuk mencegah dan menangani kekerasan di lingkungan pendidikan, mulai dari jenjang paling dasar sampai tinggi,” tutur Nadiem.
Lebih lanjut, Mendikbudristek menyampaikan perlunya menjadikan kebijakan pencegahan dan penanganan juga sebagai gerakan. “Sebab aturan saja tidak cukup. Upaya ini harus kita lakukan bersama-sama, harus menjadi sebuah gerakan,” ujarnya.
Saat ini terdapat dua aturan yang memberikan panduan pencegahan dan penanganan tindak kekerasan di lingkungan pendidikan, yaitu Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Satuan Pendidikan. Serta Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi.
Kementerian, jelas Nadiem, juga telah bekerja sama dengan Kementerian/Lembaga lain dan berbagai organisasi untuk melaksanakan langkah-langkah pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan pendidikan melalui program-program pendidikan karakter bagi pelajar dan peningkatan kapasitas bagi guru.
Nadiem mengapresiasi dukungan berbagai pihak, baik di lingkungan pemerintah pusat dan daerah, serta organisasi yang turut bergerak bersama dalam menghadirkan lingkungan belajar yang aman, nyaman, dan menyenangkan. “Mari sekali lagi mengingat tujuan kita, yaitu mewujudkan lingkungan pendidikan yang merdeka dari segala bentuk kekerasan. Mari kita menguatkan sinergi dan kolaborasi untuk terus bergerak serentak mewujudkan Merdeka Belajar,” pungkas Mendikbudristek. (i3)